"I think if you love what you do, and the choice you've made in your life, somehow that drives you forwards to enjoy it all. Even chaos, even exhaustion of it, and even when it seems out of balance," Angelina Jolie.
Saya salah satu ibu bekerja. Meskipun sampai detik ini masih juggling membagi waktu, tapi saya merasa happy dengan keputusan ini. Menjadi ibu bekerja memang nggak salah, kok. Biar bagaimana pun, bekerja juga berarti cinta. Cinta terhadap suami, anak, termasuk cinta pada diri sendiri.
Beberapa waktu lalu, Mommies Daily sempat mengadakan Focus Group Discussion di Q Smokehouse. Waktu itu saya dan beberapa member komunitas Mommies Daily yang bekerja dengan latar belakang yang berbeda sharing, mengutarakan kesulitan dan harapan sebagai ibu bekerja. Ternyata, kami punya perasaaan yang relatif sama.
Kami juga percaya bahwa ada banyak hal hal positif yang dipelajari anak-anak dari kami, si ibu yang bekerja. Nggak percaya? Lihat video pengakuan anak-anak yang dibesarkan dari ibu bekerja ini dulu, deh.
Dari obrolan FGD waktu itu, ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan, terutama mengenai harapan dari para ibu bekerja. Apa saja?
Setelah menyandang status sebagai ibu, mau-nggak mau saya pun jadi punya rambu-rambu dalam memilih pekerjaan. Rambu yang paling penting adalah soal masalah waktu. Apakah jam kantornya kaku atau fleksibel? Bagimana dengan atasan serta teman kerjanya? Beruntung, akhirnya saya bergabung di Female Daily Network yang sangat paham kebutuhan ibu bekerja. Dengan begitu, kehidupan pribadi dalam arti bersama keluarga dan pekerjaan bisa dijalankan dengan berimbang.
Kondisi inilah yang diharapkan para ibu pekerja lainnya. Contohnya Citra, ibu satu anak yang bekerja sebagai pegawai swasta ini mengatakan, “Fleksibilitas rekan kerja yang dapat mengerti kebutuhan seorang Ibu. Misalnya, rekan kerja yang juga seorang Ibu pastinya dapat saling mengerti kebutuhan-kebutuhan mendadak yang harus dipenuhi untuk anak.” Senada dengan Citra, Haniah juga berharap punya atasan yang fleksibel sehingga dapat mengerti kebutuhan seorang Ibu. “Kalau atasan fleksibel, tentu akan lebih enak saat kita perlu izin untuk menghadiri acara anak di sekolah, atau izin untuk mengurus anak yang sakit.”
Salah satu member komunitas Mommies Daily, Severine, mengatakan, “Saya berharap, cuti hamil bisa diperpanjang agar anak bisa mendapatkan asi eksklusif.” Siapa yang setuju kalau ada kebijakan baru seperti ini? Saya yakin semua punya harapan yang sama, ya. Meskipun saat ini kita sudah bisa belajar soal manajemen ASIP, tapi tetap saja pemberian ASIX akan lebih maksimal bila kita mendapatkan hak cuti bersalin selama 6 bulan. Saya jadi ingat ketika wawancara dengan dr. Jack Newman, FRCPC yang bilang kalau cuti 3 bulan terlalu singkat. Malah kalau bisa, sih, para suami juga punya hak cuti yang lebih banyak. Nggak cuma sehari-dua hari. Semua pasti sudah paham, kalau suami merupakan my super support system.
Dukungan ketersediaan ruang menyusui tentu dibutuhkan oleh ibu bekerja, Sayangnya, nih, saat ini nggak semua kantor menyediakan fasilitas ruang menyusui yang dilengkapai dengan kulkas untuk menyimpan ASIP, serta sofa empuk untuk pumping. Dengan adanya fasilitas seperti ini, para ibu berkerja yang masih menyusui tentu bisa memerah ASI dengan nyaman. Sebenarnya sudah ada, lho, peraturan pemerintah yang mengatakan bahwa fasiltas menyusui ini wajib dimiliki di setiap perusahaan. Makanya, beruntung sekali, ya, kantor yang punya fasilitas ruang menyusui yang keren. Bagaimana di kantor Mommies? Apabila kantor belum menyediakan fasilitas ini, tidak ada salahnya, lho, untuk didiskusikan lebih lanjut mengenai kebutuhan Mommies.
Kebayang nggak, kalau di kantor kita menyediakan fasilitas daycare di kantor? Wah, pasti akan sangat membantu, ya. Semua ibu berkerja nggak perlu pusing tujuh keliling apabila tidak ada pengasuh atau orangtua yang membantu menjaga anaknya selama kita bekerja. Sering kali, ketiadakan pengasuh seperti inilah yang sering bikin dilema seorang ibu bekerja. "Salah satu isu yang paling bikin saya khawatir adalah soal keselamatan anak. Paling nggak kalau ada daycare di kantor yang disubsidi oleh perusahaan kita pasti bisa bekerja lebih tenang,” papar Friska.
A balanced life always involve a good social life. Jadi, sesibuk apapun dengan deadline pekerjaan ataupun urusan domestik, bukan berarti kita anti sosial. Memang nggak bisa dipungkiri, setelah berkeluarga dan punya anak, social life mau nggak mau harus dikurangi. Jalan-jalan atau ngopi bareng dengan teman sudah nggak bisa sesering dulu. Bahkan, ada beberapa teman yang sepertinya jadi menarik diri dalam kehidupan sosial. Mengaku nggak punya waktu untuk kumpul bareng teman. Padahal, saya sendiri sangat percaya kalau kita punya support system yang baik dalam keluarga, urusan bersosialisasi tetep bisa dijalankan dengan baik. Toh, sebenarnya ada banyak cara agar kehidupan sosial kita tak hilang begitu saja setelah berkeluarga dan punya anak.
Salah satu kesimpulan yang bisa diambil saat FDG kemarin, hampir semua peserta yang memang ibu bekerja mengatakan kalau menginginkan peningkatan dalam karir, tentunya tanpa perlu mengrobankan waktu untuk keluarga. Yang nggak kalah penting, kami pun sepakat kalau ingin menadapkan gaji yang sesuai tanpa harus dibedakan dengan tenaga kerja laki-laki.
Untuk mencapai tahapan karier yang kita inginkan, ada banyak hal yang perlu kita perhatikan. Dua diantaranya adalah menghilangkan rasa takut, dan jangan sampai melontarkan kalimat yang bisa membunuh karier kita. Dengan begitu, karier pun tidak jalan di tempat.
Kalau kata Hanzkyy, take more challenge and climb up the corporate jungle so you can have the authority to change the system and give more opportunities for women to succeed in juggling the act of being professional and a mom. We can do it moms.