banner-detik
#MOMMIESWORKINGIT

Mau Branding Diri Sendiri? Yuk, Lakukan dengan Tepat!

author

RachelKaloh10 Dec 2019

Mau Branding Diri Sendiri? Yuk, Lakukan dengan Tepat!

Promosi diri sendiri di Social Media itu adalah hak semua pengguna. Pertanyaannya, cara apa yang mau kita pilih?

personal branding - mommies daily

“We are CEOs of our own companies: Me Inc.,” demikian kata Tom Peters, penulis dan praktisi manajemen bisnis asal AS dalam essay-nya. Untuk bertahan dalam bisnis, kini yang paling penting adalah menjadi head marketer diri sendiri.

Truth to be told, dulu isi biodata di Facebook nggak pakai mikir panjang, kok, ya, sekarang, mikirin caption saat mau posting di Instagram saja bisa berjam-jam? Saya yakin, yang begini bukan cuma saya, karena sebagai netizen yang aktif posting (bukan aktif nyampah komen di akun gosip atau nyinyir, ya!), rasanya jadi perlu mem-branding diri sendiri, selama kita punya tujuan tertentu. Kalau kata Andra Alodita, siapapun bisa jadi content creator. Pertanyaannya, mau seperti apa kita melakukannya?

Setelah membaca artikel yang sangat lengkap membahas topik ini, setidaknya, ini yang bisa disimpulkan.

Be opened (with boundaries)!

Silakan posting pengalaman kita, namun pastikan ada pesan bermakna yang ingin kita sampaikan. Kalau nggak ada untungnya buat orang lain untuk tahu atau justru malah mengundang hal-hal negatif, lebih baik urungkan niat! Nggak salah, kok, curhat tentang beratnya menghadapi keseharian sebagai istri, namun ingat batasannya, hindari membeberkan aib keluarga, kecuali kita sudah ketemu jalan keluar dari masalah yang kita hadapi, sehingga pengalaman kita bisa membantu orang lain. Apa adanya itu boleh, but at some point, tetap jaga privasi (jaga juga nama baik orang lain). Demikian pula saat share tentang cara kita mengatur gaji, nggak perlu, kan, mention angkanya?

How far can we deal with FOPO (Fear of People’s Opinion)?

Yang namanya content (dari yang berbobot, curhatan, sampai yang paling nyampah sekalipun), akan tersebar begitu kita tap opsi share/publish. Tandanya, kita juga harus siap dengan what comes after. Nggak semua feedback itu positif, lho, apalagi kalau sifatnya 100% opini. Contoh yang paling nyata, pas jaman-jamannya kampanye politik, misalnya. Mungkin tujuan awal kita adalah supaya dianggap ngerti tentang politik, tapi waspadalah kalau dari yang kita share malah mengundang debat sampai akhirnya banyak yang UNFRIEND! Worse, salah ngomong sedikit, kita bisa di-bully!

Be original

Silakan cari inspirasi ke sana ke mari, buatlah konten yang bisa merepresentasikan diri sendiri, sekreatif mungkin, nggak ada salahnya! Toh, masing-masing social media platform kini menyediakan tools untuk mendukung sebuah konten menjadi sangat menarik. Namun, ingatlah kalau kita juga perlu share sesuatu yang sifatnya original. Hati-hati saat mengklaim sebuah karya design, kalau nyatanya, kita cuma bekal nyomot sana sini. Paling gampang, nih, setiap kali hendak me-repost sesuatu yang related dengan kehidupan kita, jangan sampai lupa sertakan sumbernya!

Baca Juga: Personal Branding, Memang Perlu, Ya?

Self-branding is not a competition

Kenyataannya, self-branding itu erat kaitannya dengan humble bragging. Siapa, sih, yang nggak bangga bisa beli rumah yang katanya hasil jerih payah bekerja selama ini? Sadar, nggak sadar, postingan tentang keberhasilan seseorang, bisa mengundang orang lain untuk berkompetisi (padahal nggak pernah ada yang nantangin juga). Namun hal ini tidak dapat dihindari. Bahkan studi pada para pengguna Facebook pun membuktikan, bahwa kesuksesan orang lain di media sosial dapat berpengaruh terhadap emosi seseorang, bahkan bisa sebabkan depresi. Kalau sudah begini, coba tanya lagi sama diri sendiri: Apakah punya rumah itu benar-benar bisa kita kategorikan sebagai ukuran sukses buat diri sendiri?

Give more, less take

Kembali ke tujuan awal, saat kita ingin orang lain melihat image yang kita bentuk melalui sosial media, tentu kita nggak hanya mau “diperhatikan” namun, ada “sesuatu” yang bisa orang lain dapatkan dengan mem-follow kita. Maka, fokuslah terhadap apa yang ingin kita berikan, tidak perlu mengukur apa yang akan kita dapatkan saat kita share sebuah content. CEO Instagram dan Twitter mengakui bahwa metric-free platform akan membuat keadaan jauh lebih “sehat”. Dapat DM dari teman yang nggak gitu dekat, yang berujung obrolan panjang dari sebuah content yang saya share di Instagram, rasanya jauh lebih menyenangkan daripada saat menerima notifikasi “Someone liked your post.”

Jadi, gimana, sudah siap branding diri sendiri?

Share Article

author

RachelKaloh

Ibu 2 anak yang hari-harinya disibukkan dengan menulis artikel dan content di media digital dan selalu rindu menjalani hobinya, menjahit.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan