Tidak ada pernikahan yang mudah, tetapi kalian bisa menjadi pasangan yang pantang menyerah. Kenali usia pernikahan rawan konflik dan tips melewatinya.
Meskipun setiap pernikahan berbeda, tetapi masing-masing pasti mengalami pasang surutnya. Bagi para pengantin baru, bahagia itu harus tapi jangan sampai terjebak dalam pemikiran bahwa segala sesuatunya akan tetap sama sepanjang usia.
Ketika masa ‘hip hip hura-hura’ usai, satu per satu kenyataan mulai terlihat, saat itulah tantangan mulai muncul. Biasanya ini terjadi setelah satu atau dua tahun usia pernikahan.
“Usia pernikahan berapapun sebetulnya ‘rawan bencana’, karena yang berpengaruh bukan usia pernikahannya, melainkan momen-momen kritis dalam kehidupan yang bisa mengguncang stabilitas pernikahan. Misalnya kelahiran anak, suami di-PHK, kematian keluarga dekat, perselingkuhan, sakit berat, dan lain lain. Dan semua hal itu, tidak memandang usia pernikahan,” jelas Febrizky Yahya S.Psi., M.Si., Konselor, Sex Educator, dan Parenting.
“Namun kalau dirata-rata, memang lama penyesuaian pernikahan bisa dibilang di 5 tahun pertama. Di usia ini kita akan menemukan banyak sekali ‘kejutan’ dari pasangan yang sebelumnya tidak kita ketahui sebelum menikah, walaupun sudah berpacaran atau mengenal cukup lama,” imbuh Febrizky.
Banyak konselor pernikahan menyarankan bahwa mengetahui tahun-tahun sulit dan tantangannya dapat membantu suami istri melewatinya dengan lebih baik. Jadi, tahun-tahun manakah yang paling sulit dalam pernikahan?
BACA JUGA: 16 Hal yang Dapat Menghancurkan Pernikahan, Hindari!
Pengacara perceraian, psikolog, dan peneliti telah membagi tahun-tahun pernikahan ke dalam beberapa periode dan menilainya berdasarkan risiko perceraian:
Foto: Freepik
Para peneliti telah menemukan bahwa risiko perceraian paling tinggi pada fase ini. Alasannya antara lain:
Di tahun 3–4, suami da istri kurang lebih sudah mampu menerima satu sama lain apa adanya. Namun seiring berjalannya waktu, ada masalah-masalah lain yang bisa mengganggu pernikahan mereka.
Itu semua tergantung pada seberapa besar cinta, kepercayaan, dan komitmen yang tersisa setelah fase pertama selesai.
Berikut adalah alasan mengapa fase ini merupakan tahun-tahun tersulit dalam pernikahan:
Fase ini sebagian besar dianggap aman, meskipun beberapa pasangan suami istri yang lain menghadapi masalah seperti berikut:
Mereka yang merasa mengorbankan kebahagiaannya demi menjaga keutuhan pernikahan, demi anak, atau apa pun, umumnya mengajukan gugatan cerai pada fase ini. Beberapa mungkin meninggalkan pernikahan mereka hanya karena bosan. Mereka mungkin merasa kesepian karena rumah terasa kosong setelah anak-anak hidup mandiri dan menikah, dan pasangannya sibuk dengan pekerjan dan hobi. Risiko terjadinya perselingkuhan sangat tinggi hingga dapat berujung pada perceraian.
Beberapa penyebab berikut dapat terjadi pada fase mana pun dalam pernikahan dan meningkatkan profil risikonya:
Foto: Freepik
Ada beberapa cara untuk menjaga pernikahan yang dapat Mommies terapkan. Simak saran dari Febrizky Yahya di bawah ini!
Apa yang diinginkan, apa yang tidak diinginkan, apa yg bisa dan tidak bisa ditoleransi. Apa pun jika didiskusikan dengan kepala dingin, dengan penyampaian dan bahasa yang tidak membuat pasangan merasa diserang akan menghasilkan berbagai kompromi dan resolusi konflik yang efektif dalam pernikahan.
Menurut John Gottman, profesor dan psikolog pernikahan, lebih dari 69% konflik dalam pernikahan sebenarnya tidak bisa terselesaikan. Misal istri tidak bisa menuntut suami yang tidak rapi menjadi serapi istri karena memang karakter bawaannya. Namun suami dan istri bisa menyepakati poin-poin mana yg masih bisa diubah.
Di sini, diperlukan kesabaran dan pengertian dari kedua belah pihak agar dapat menurunkan ekspektasi. Istri harus memahami suami tidak mungkin berubah dalam waktu singkat, suami juga harus memahami kenapa istri sangat terganggu dengan hal-hal kecil yang menurutnya tidak penting.
Diperlukan usaha ekstra untuk mempertahankan tiga komponen cinta: Lust atau passion (gairah dan ketertarikan pada pasangan), komitmen (menjaga komitmen untuk berperan sebagai suami istri, mencukup nafkah lahir batin pasangan, dan setia), intimacy atau kedekatan (berupaya untuk menjadi tempat yang nyaman untuk satu sama lain, membangun persahabatan dengan pasangan).
BACA JUGA: 10 Bahaya Teknologi Terhadap Pernikahan, Nomor 4 Paling Sering Terjadi!
Cover: Pexels