Sebenarnya seperti apa hukum suami yang tidak menafkahi anak pasca bercerai? Simak selengkapnya informasi dari pakar di sini!
Setiap pasangan yang sedang menjalin hubungan pasti ingin mencapai tujuan akhirnya, yaitu menikah. Memiliki kehidupan rumah tangga yang bahagia tentunya juga menjadi impian mereka yang ingin melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Sayangnya, tidak semua pernikahan berjalan dengan lancar dan lepas dari masalah yang muncul perlahan-lahan di dalam kehidupan pernikahan.
Beberapa permasalahan yang sering muncul dalam pernikahan antara lain adalah kurangnya komunikasi, perselingkuhan, gagal menghargai pasangan, perbedaan pendapat, tidak menafkahi anak dan istri, dan masih banyak lagi. Jika tidak diselesaikan dengan baik, masalah-masalah itu nantinya akan menumpuk, tidak diselesaikan, sampai akhirnya perceraian menjadi jalan keluarnya.
Namun, terkadang perceraian tidak selalu menjadi jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan masalah pernikahan. Sebab, setelah bercerai biasanya akan muncul masalah baru, seperti soal pengasuhan anak, pembagian harta bersama, hingga suami yang tidak mau menafkahi anaknya.
Hal ini juga dirasakan oleh seorang content creator bernama Eka Putri atau yang dikenal dengan nama @bibunyakala, melalui akun Instagramnya Eka mengunggah videonya yang menerima ”bingkisan” dari mantan suaminya. Dalam video tersebut, Eka menjelaskan bahwa suaminya memberikan semua bill dan price tag keperluan anaknya selama ikut menginap ke Bandung bersama suaminya. Video tersebut diunggah pada Kamis (27/6/24) dan mendapatkan respons positif dari netizen.
Nah, untuk mengatasi hal tersebut Mommies Daily pun berkesempatan untuk bertanya langsung pada Rudhi Mukhtar, S.H., M.Kn., Senior Partners Advokat pada HWMA Law Firm yang menangani litigasi komersial dan penyelesaian sengketa, hukum pertanahan, hukum perusahaan dan komersial, investasi dan penanaman modal dalam negeri dan asing, perbankan dan keuangan, serta juga hukum keluarga; mengenai hukum mantan suami tidak menafkahi anaknya setelah bercerai. Yuk, simak selengkapnya di bawah ini.
BACA JUGA: Cara Mengurus Perceraian di Indonesia beserta Proses Lengkapnya Menurut Pakar
Pada dasarnya penanggung jawab untuk menafkahi anak setelah bercerai adalah ayahnya. Hal ini juga telah diatur di dalam Pasal 41 Huruf b UU Perkawinan, yaitu bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu. Bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
Selain itu, permasalahan ini juga diatur dalam Pasal 14 Ayat (2) huruf c UU Perlindungan Anak, yaitu dalam hal terjadi pemisahan, anak tetap memiliki hak salah satunya memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya.
Kemudian, mantan suami yang tidak bertanggung jawab untuk menafkahi anaknya padahal dia mampu, juga bisa dilaporkan Pidana sesuai pasal 304 KUHP ke Kepolisian setempat.
Untuk ketentuan besaran nafkah yang diberikan ayah kepada anaknya setelah bercerai, aturannya serta biasanya disesuaikan dengan kemampuan ayahnya dan kebutuhan anak. Jika sang ayah tidak memberikan nafkah anaknya setelah bercerai, Mommies diperbolehkan untuk mengajukan gugatan nafkah anak.
Jika beragama Islam, nafkah mantan istri menurut Islam setelah perceraian adalah sebagai berikut.
Nafkah Iddah adalah nafkah yang wajib diberikan oleh mantan suami kepada mantan istri yang dijatuhi talak selama mantan istri menjalani masa iddah (masa tunggu), kecuali jika mantan istrinya melakukan Nusyuz.
Nafkah Madhiyah adalah nafkah terdahulu yang dilalaikan atau tidak dilaksanakan oleh mantan suami kepada mantan istri sewaktu keduanya masih terikat perkawinan yang sah.
Nafkah Mut’ah adalah pemberian dari mantan suami kepada mantan istrinya yang dijatuhi talak baik berupa uang atau benda lainnya. Nafkah mut’ah ini sebagai penghilang pilu.
Nafkah-nafkah tersebut di atas dalam hal cerai talak (yang diajukan mantan suami). Kalau istri yang menggugat, hanya dapat diberikan dalam hal istri Nusyuz (istri yang taat).
Kemudian, jika mantan istri beragama non-muslim, berikut nafkah yang diberikan kepada mantan istri.
Sebelum mengajukan gugatan nafkah anak, Mommies sebaiknya menyiapkan alat bukti yang diakui dalam perkara perdata, seperti bukti tulisan atau surat, bukti minimal 2 (dua) orang saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Untuk bukti surat dan saksi diajukan oleh Penggugat atau Tergugat dan sudah disiapkan Penggugat sebelum mengajukan Gugatan.
Kemudian untuk bukti persangkaan, pengakuan, dan sumpah akan berkembang atau ditemukan Hakim dalam persidangan. Semua bukti diajukan saat persidangan berlangsung.
Menurut advokat Rudhi Mukhtar, S.H., M.Kn., gugatan nafkah anak bisa diajukan bersamaan dengan gugatan cerai dalam suatu Gugatan Cerai, Hak Asuh & Nafkah atau setelah putusan cerai memiliki kekuatan hukum tetap.
Gugatan diajukan ke wilayah hukum Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam) atau Pengadilan Negeri (bagi yang Non Muslim) tempat tinggal terakhir istri dalam hal diajukan bersamaan Gugatan Cerai dan diajukan ke Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam) atau Pengadilan Negeri (bagi yang Non Muslim) tempat tinggal terakhir mantan suami dalam hal diajukan setelah Putusan Cerai.
Gugatan dapat diajukan melalui bantuan Kuasa Hukum atau tanpa bantuan Kuasa Hukum. Dalam hal Mommies mengajukan Gugatan sendiri tanpa bantuan kuasa hukum, sebaiknya dikonsultasikan dulu ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pengadilan terkait setempat, mengenai teknis detail pengajuan gugatan, syarat, dan prosesnya.
BACA JUGA: 10 Penyebab Hubungan dengan Mantan Pasangan Memburuk Setelah Bercerai
Ditulis oleh: Shandya Pricilla
Cover: Pexels