Banyak yang bertanya-tanya ketika ada sosok suami yang baik dan family man yang terlihat sempurna ketahuan selingkuh. Kok bisa, ya? Apa alasan mereka? Ternyata ini jawaban dari psikolog!
Sepekan belakangan warganet kembali dibombardir dengan kabar selingkuh dua selebriti pria yang terkenal sebagai sosok suami yang baik dan family man yang terlihat sempurna. Rumah tangga mereka dengan sang istri serta anak-anaknya terbilang adem ayem serta jauh dari gosip.
Bahkan hubungan selebriti tersebut dan istrinya dijadikan panutan karena terjalin begitu lama. Sikapnya juga sangat manis kepada sang istri, begitu juga sebaliknya. Tentu saja ketika ada warganet yang membagikan kisah perselingkuhan selebriti pria tersebut, banyak warganet yang tidak percaya dan menyangsikannya.
Kasus yang berbeda terjadi pada selebriti pria berikutnya. Kabar perselingkuhan sang suami diungkap sendiri oleh sang istri di media sosial, salah satunya isi pesan mesra sang suami ke selingkuhannya.
Kabar perselingkuhan para selebiriti pria itu kemudian menimbulkan pertanyaan di benak masyarakat. Kok bisa, ya, sosok yang terlihat sebagai suami yang baik dan family man yang sempurna nyatanya malah selingkuh.
Mommies Daily pun bertanya kepada Nadya Pramesrani, Co Founder sekaligus Psikolog Klinis Dewasa yang berspesialisasi dalam hubungan, pernikahan, dan keluarga dari Rumah Dandelion, tentang fenomena yang satu ini. Dia menjelaskan bahwa perselingkuhan itu mungkin saja terjadi, bahkan pada sosok yang terlihat sempurna.
BACA JUGA: 5 Tanda Pasangan Melakukan Selingkuh Kecil atau Micro Cheating, Perlu Diwaspadai!
Nadya menjelaskan bahwa antara menjadi ayah dan pasangan adalah dua hal yang berbeda. Ayah yang baik belum tentu pasangan yang baik, dan begitu pula sebaliknya. Perselingkuhan bisa saja terjadi dalam semua rumah tangga, dan tentu ada pemicunya.
“Memang ada faktor risiko tertentu yang bisa membuat perselingkuhan atau berselingkuh itu bisa dilakukan oleh satu orang tertentu. Ketika aku bilang faktor risiko artinya, ‘Kemungkinan untuk terjadi lebih ada tapi bukan berarti pasti kejadian’,” jelasnya saat dihubungi Mommies Daily.
“Ada penelitian dari Shiran dkk tahun 2018 yang menemukan bahwa adanya ketidakpuasan terhadap pasangan dan/atau terhadap kualitas hubungan yang seringkali jadi pemicu infidelity (ketidaksetiaan) baik di perempuan maupun di laki-laki,” tambah Nadya.
Perselingkuhan diketahui bisa dipicu oleh berbagai faktor, baik dari dalam atau pun dari luar diri orang tersebut.
Nadya menjelaskan bahwa contoh internal atau dari dalam diri sendiri bisa dikarenakan penggunaan obat-obatan terlarang, alkoholisme, dan gangguan tertentu, dengan kecenderungan impulsif.
Sedangkan contoh eksternalnya bisa berasal dari pengalaman keluarga asal dan/atau lingkungan yang banyak mengalami atau melakukan perselingkuhan dan pekerjaan yang beresiko selingkuh, misalnya yang membuat intensitas pekerjaan selalu dilakukan berdua sehingga akhirnya memicu perselingkuhan di antara dua orang tersebut.
Kerja intens berdua bisa membuat dua individu ini mengalami masalah masalah pekerjaan atau stres yang sama sehingga mereka akhirnya saling berbagi keresahan tersebut bersama-sama secara tidak sadar. Dari situ timbul rasa nyaman karena merasa senasib seperjuangan. Rasa nyaman itu kemudian bisa berkembang ke aspek non pekerjaan.
Kalau berbicara tanda-tanda perselingkuha, Nadya menjelaskan bahwa pasangan justru tidak perlu dicurigai ketika dia bersikap terlalu manis atau terlalu baik, melainkan lebih ketika terjadi perubahan perilaku.
“Ada orang yang karena berselingkuh malah berusaha memberikan kompensasi yang berlebihan untuk mengatasi rasa bersalahnya, misalnya dengan menjadi manis banget sama pasangan. Ada juga yang karena berselingkuh lalu melihat value atau kenyamanan yang didapat bersama selingkuhannya lebih tinggi dibanding pasangan akhirnya menjadi menjauh dari pasangan.”
Namun diakui Nadya yang sering terjadi adalah ketika ketambahan seorang individu mendapatkan sebuah peran baru, misalnya menjadi orang tua, dia hanya akan fokus menjadi orang tua. Perannya sebagai suami atau istru dijadikan nomor sekian.
Hal itu terjadi karena:
1. Merasa kelelahan dan kewalahan dengan tanggung jawab lain
2. Karena sama-sama orang dewasa (suami dan istri) ada kecenderungan untuk meremehkan. Merasa sudah sama-sama dewasa maka seharusnya sudah sama-sama saling tahu saja harus gimana dan melakukan apa
Sebenarnya paham inilah yang menyesatkan dan salah. Ibarat tanaman, udah tumbuh lebat pun kalau tidak diberi air dan pupuk maka tanaman tersebut bisa mati. Atau tanaman tersebut akan mencari air atau sumber makanannya dengan merambat kemana-mana.
Menjaga keutuhan pernikahan bukan hanya tugas satu orang. Pasangan yang baik adalah yang keduanya bisa sama-sama berkomitmen menjaga pilar-pilar pernikahan. Nadya pun mengungkapkan empat pilar pernikahan yang harus dijaga.
Ada kesediaan untuk saling mendengar secara aktif pada apa yang disampaikan oleh pasangan, menghargai pendapat pasangan, serta terjadinya diskusi untuk mencapai solusi masalah yang sedang dialami.
Keterbukaan berdasarkan kesepakatan yang dibicarakan pada awal pernikahan, misalnya dalam pengelolaan penghasilan dan keuangan keluarga.
Untuk mencapai kondisi sejahtera antara pasangan, perlu sekali didukung oleh respek dan komunikasi yang nyaman, serta ketertarikan seksual yang terjaga.
Dalam praktiknya, Nadya lebih sering menemukan bahwa yang menjadi ketidakpuasan pihak istri itu disebabkan oleh kurangnya pilar pertama. Sementara ketidakpuasan dari pihak suami seringnya karena kurang di pilar ketiga.
“Bukan karena otaknya laki2-laki isinya seks terus, ya, tetapi riset menunjukkan bahwa pria cenderung mengembangkan keterhubungan emosional melalui fisik,” tutup Nadya.
BACA JUGA: Berselingkuh Bisa Kena Ancaman Pidana? Cek Aturannya di Dalam Pasal Perselingkuhan
Cover: Freepik