Pusing dengan drama ART? Mungkin tips ini bisa jadi pereda masalah.
Asisten rumah tangga atau ART biasanya dianggap sebagai “pembantu”. Padahal ia adalah orang bekerja maka lebih tepat disebut sebagai karyawan kita. Seperti apa kita ingin memperlakukan karyawan kita?
Tentu dengan komunikasi yang lancar dan yang tak kalah penting adalah membuat kontrak kerja yang jelas. Iya dong yang namanya karyawan kan bekerja bersama kita dengan perjanjian waktu tertentu, sebulan atau setahun bergantung kontraknya.
Di dalam kontrak yang disepakati bersama, apa saja isinya yang bisa membuat ART bisa lebih betah?
Ini penting agar suatu hari tidak keluar omongan bahwa job descnya bertambah. Jembreng semua di awal sedetail mungkin, apa saja yang ia perlu atau tidak perlu kerjakan.
Mentang-mentang ia serumah lalu ia tidak diberi jam kerja. Jangan dong ya, semena-mena namanya. Beri jam kerja yang disepakati. Ketika kita memintanya bekerja di luar jam kerja maka beri uang lembur supaya adil.
Pun misal kita perlu ke luar kota untuk bekerja sehingga pekerjaan ART jadi bertambah, sepakati juga berapa uang lembur saat kita ke luar kota.
ART juga manusia, refreshing pasti perlu. Sepakati sejak awal ia akan me time dalam bentuk apa? Misal main dengan teman atau ke rumah saudara misalnya. Tentukan jam malam dan konsekuensi jika tidak berjalan mulus.
Juga jatah day off, libur setiap hari apa berapa minggu sekali? Ini disepakati bersama ya.
Apa saja fasilitas yang kita berikan di rumah? Toiletries (sebut apa saja), obat-obatan (sebut merek dan jenisnya), camilan mungkin?
Kalau ada yang di-convert dalam bentuk uang maka pastikan ia tahu misal 100ribu yang kita tambahkan setiap bulan itu untuk ia membeli kuota internet agar bisa video call anak di kampung. Sehingga ia tidak bisa lagi beralasan tidak punya pulsa/kuota.
Juga proteksi kesehatan. Apakah akan kita bayari BPJS? Atau ada kesepakatan berapa jumlah maksimal yang akan kita bayar kalau ia sampai perlu ke dokter/rumah sakit.
Apa saja peraturan di rumah kita? Pola parenting bisa dimasukkan ke sini lho. Seperti tidak bicara kasar pada anak, tidak selalu menggendong anak tantrum, selalu mau ikut aturan parenting kita sebagai pihak pertama, atau tidak boleh mengiyakan perintah orangtua/mertua kita sebelum berkonsultasi pada kita, dan banyak lagi.
Nah setelah ditulis dan dituangkan ke kontrak, baca bersama-sama sebelum tanda tangan di atas materai. Tanya juga apa ia sudah paham semua antara kewajiban dan konsekuensinya.
Dengan demikian, kerja pun bisa jadi lebih profesional. Semoga bisa membantu drama per-ART-an ini ya mom!
Baca juga:
Adeline Windy, Tentang Keberanian Pindah dari Jakarta dan Kekhawatiran Sebagai Single Parent