Daftar Alasan Keributan Rumah Tangga Selama Pandemi

Sex & Relationship

RachelKaloh・19 Aug 2020

detail-thumb

Wajar, kok, kalau lebih sering berantem selama pandemi, mungkin ini alasannya.

Pak Suami, Hati-hati Kalau Istri Sudah Bilang “Enough is Enough” - Mommies Daily

Ya, jelas, wajar, keadaan ini kan tidak normal, jauh berbeda dengan keadaan di awal tahun 2020, di mana mungkin sebagian besar dari kita masih punya pekerjaan, suami dan istri masih sama-sama dapat penghasilan, bisnisnya masih berjalan lancar, belum banyak pengeluaran darurat, cashflow bulanan masih rapi, sesuai dengan yang selama ini ditetapkan, ideal, nggak bocor sana sini. Sekarang?

Mikirin bisa hidup sebulan aja rasanya seringkali bikin kepala pening. Itu baru alasan dari sisi finansial, ya, belum sisi-sisi lain dari kehidupan yang sampai saat ini masih terasa berat. Nggak heran, kamar pun jadi lebih berisik, tensi sering naik, semua karena keadaan yang bikin kita lebih mudah sensi dan gampang terusik.

Menurut ahli pernikahan dan keluarga di Los Angeles, Abigail Makepeace, hal kecil di rumah saja bisa, lho, bikin kita meledak. Padahal, mungkin bukan kebiasaan baru kalau suami suka belaga lupa, ninggalin piring kotor, biasanya, sih, kita nggak marah, ya, tinggal dicuci aja. Namun, tekanan yang kita rasakan selama pandemi ini sangat mungkin membuat kita mempermasalahkan hal tersebut, akibatnya, ya, ribut!

Dulu, meski sama-sama sibuk, kita masih bisa punya waktu buat bersenang-senang bareng, dinner cantik, staycation, nonton bioskop, liburan dll, yang membuat mood kita dan pasangan sama-sama happy. Sekarang, boro-boro, ibaratnya, nih, kita seperti terjebak di rumah dengan keadaan yang memprihatinkan, pikiran dipenuhi tekanan sana sini. Rasanya terbatas bahkan tidak mungkin untuk have fun.

Dari artikel ini, ada, kok, cara untuk menyiasati perasaan tertekan kita, supaya nggak melulu jadi bahan keributan rumah tangga.

Masalah keuangan

Tidak ada yang bisa dilakukan selain membicarakan hal ini bersama pasangan dan menentukan mana kebutuhan bulanan yang sifatnya darurat maupun pengeluaran yang bisa ditunda. Ya, memang, tidak semudah itu, kebutuhan keluarga, kan, nggak sedikit. Tapi, teman saya berhasil, lho, mengajukan keringanan untuk tagihan-tagihan bulanan, bahkan memulangkan ART-nya, demi bertahan dengan pendapatan yang tersisa.

Beda paham soal karantina

Saat salah satu tidak setuju anak beraktivitas di luar ruangan, sementara buat yang lain, hal ini penting, anak tetap butuh udara dan sinar matahari. Masa karantina memang kerap membuat kita diselimuti dengan pertanyaan dan keraguan. Butuh yang namanya usaha, negosiasi buat ketemu jalan tengahnya. Utarakan pendapat masing-masing dan cari solusinya. Misalnya, anak boleh, deh, bermain di tempat umum yang terbuka, selama face shield dan maskernya nggak dilepas. Saat diskusi, utamakan untuk mencari kesepakatan, ya, bukan keributan.

Kehilangan privasi

Buat beberapa pasangan, bertatap muka 24/7 mungkin menyenangkan, namun buat yang lain, bikin frustrasi dan malah jadi lebih sering berantem. Tidak dapat dipungkiri, meski sudah menjadi pasangan suami istri, punya alone time di mana kita bisa menjalani kesibukan masing-masing juga penting!

Karantina, selain membuat kita stres, percayalah, otak kita diputar terus buat jadi makin kreatif, kreatif memikirkan cara untuk bertahan. Kehilangan pekerjaan itu berat, tapi bukan artinya kita nggak bisa bangkit, memulai usaha rumahan, mungkin? Ketika kita dan pasangan sama-sama disibukkan dengan hal baru, maka akan kecil kemungkinan untuk meributkan hal lain.

Sudah 5 bulan #dirumahaja, harusnya kita sudah terbiasa dengan situasi ini, bukan? Awalnya, ya, wajar, kalang kabut, tapi sekarang, semuanya pasti sudah nggak serumit ketika memulai. Saat kita WFH, misalnya, bisa, kan, jadi “alone time” masing-masing.

Timbulnya penyesalan dan keinginan nyalahin pasangan

Kalau baca sekilas, memang rasanya alasan yang satu nggak masuk akal, tapi bukan artinya nggak ada yang begini, ya. Saking stresnya dengan keadaan, kita lalu bertanya-tanya, bahkan mungkin menyesali keadaan, “Kenapa harus nikah sama dia yang bisnisnya belom lancar? Pandemi gini, kan, malah nyusahin keluarga, jadinya.” Saat di awal pasangan merencanakan hal ini, kita bilang apa? Kalau kita setuju dan bilang mau dukung, ya, buktikan.

Sebetulnya, simpel saja, kita bukan baru kemarin menikah. Hanya, keadaan yang tidak menyenangkan ini yang baru terjadi di tahun ini. Pertanyaan buat kita dan pasangan, mau menyerah dengan cara ngeladenin emosi masing-masing dan saling menyalahkan, atau, terima saja keadaan ini, lewati sama-sama. There’s a rainbow after the storm. Meski banyak berdebat, kalau dijalani dengan akal sehat, begitu badai hebat ini lewat, pernikahan kita akan semakin kuat.

Baca:

6 Karakter di Drakor Ini Pantas Jadi Suami Idaman

18 Pertanyaan Untuk Membantu Memiliki Hubungan Suami Istri yang Sehat

Suami Mengaku Gay di Tengah Pernikahan, Ini Saran Psikolog