Sorry, we couldn't find any article matching ''
Cara Menghindari Konflik Pasca Bercerai
Kalau pernikahan memang harus berujung dengan perceraian, bukan berarti harus diakhiri dengan konflik bukan? Bagaimana cara menghindari konflik pasca bercerai?
Pasangan suami istri mana, sih, yang rela pernikahannya kandas dan berakhir di meja persidangan? Saya jamin, rasanya nggak ada, ya. Nggak mungkin dong ada rencana menikah untuk bercerai. Menikah ya niat mulianya untuk selamanya.
“Dari dulu nggak pernah ngebayangin kalau pernikahan gue kayak begini. Tapi, apa iya mau dipaksain terus dengan kondisi suami KDRT? Belum lagi kalau melihat kondisi keluarga mantan suami yang selalu menyalahkan gue… katanya, sikap suami kaya begitu pasti dipicu dari kesalahan atau kekurangan gue,” ujar Mira, salah satu teman yang tidak mampu memertahankan rumah tangganya.
Kalau ngomongin masalah alasan di balik perceraian sendiri tentu sangat beragam, karena tidak melulu dipicu oleh KDRT ataupun perselingkuhan. Teman baik saya, malah sampai sekarang ada yang mampu memertahankan rumah tangganya padahal sang suami sudah melakukan tindak KDRT, dan ada juga yang melakukan perselingkuhan berulang-ulang.
Baca juga : Memertahankan Pernikahan Setelah Suami Berselingkuh
Yang jelas, menurut Anna Surti Ariani, S. Psi.,M.Si, selaku psikolog keluarga, jangan berharap setelah melakukan perceraian, lantas akan menyudahi kekhawatiran dalam hidup. Pasalnya, perceraian memang tidak menjamin seseorang untuk bisa hidup lebih bahagia dan mendapatkan perceraian yang sempurnya. Toh, tidak ada yang tahu konflik yang terjadi kedepannya bukan?
Saya ingat sekali beberapa waktu lalu ketika ngobrol dengan Mbak Nina, ia mengatakan bahwa tidak sedikit dari kasus yang ia tangani justru menangani masalah karena adanya konflik setelah bercerai.
“Perlu dipahami kalau sebenarnya perceraian itu seringkali bukan akhir ketidakbahagiaan. Tapi justru awal dari ketidakbahagiaan baru karena memang banyak konflik yang bisa dihadapi. Kadang bahkan memunculkan masalah baru, apalagi kalau terkait dengan urusan anak-anak. Biar bagaimanapun, sebenarnya proses untuk bercerai itu perlu dipikirkan dengan matang, tidak selalu menjadi solusi," ungkapnya.
Melihat beberapa kasus perceraian yang dialami beberapa teman, termasuk hasil ngobrol dengan Mbak Nina, saya pun belajar banyak hal. Termasuk bagaimana cara agar konflik pasca perceraian bisa diatasi dengan baik.
Tidak ada pernikahan yang sempurna
Maunya, sih, punya suami yang bisa perhatian banget, yang romantis, dan mampu memenuhi apa yang kita inginkan dan tentu saja setia! Tapi siapa yang bisa menjamin hal ini semua kita dapatkan? Buktinya, nih, banyak banget kok yang akhirnya shock karena baru sadar bahwa pasangan hidupnya tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Nah, kalau begini mau apa? Yang bisa dilakukan tentu saja perlu sadar bahwa pernikahan itu memang nggak ada yang sempurna. Hal ini pun berlaku ketika mejalankan pernikahan ke-2. Ketika memang sedang ada konflik, harus diselesaikan dengan baik. Tidak perlu menghindar apalagi kabur.
Baca juga : Pernikahan Kedua, Lebih Rentan Apa Lebih Kuat?
Tidak perlu mengumbar masalah, khususnya hal yang detail
Ini poin yang saya pelajari dari salah satu teman. Meskipun hubungan pertemanan kami cukup dekat, tapi dia sangat paham dan tahu apa yang perlu diceritakan ke saya dan mana yang tidak. Iya, setelah bercerai rasanya nggak perlu, ya, berkoar-koar mengenai masalah perceraian. Curhat dengan teman saja baiknya dibatasi, apalagi curhat di media social. Saya paling ‘gerah’ kalau melihat kicauan teman yang mengumbar ranah pribadinya di social media. Bukan tidak mungkin, dong, hal ini malah akan membuat konflik dengan mantan suami dan keluarganya malah jadi berkepanjangan? Buat saya sih, relationship issue nggak semuanya harus tahu.
Baca juga : 4 Hal yang Sebaiknya Tidak Dibagikan di Social Media
Mengalah bukan berarti kalah
Sepertinya ini prinsip yang dipegang salah satu teman saya semasa kuliah dulu. Untuk meminimalisir konflik dengan mantan suami, ia mengaku banyak mengalah. “Kalau gue, sih, lebih memilih untuk banyak ngalah. Gue dan suami sebenarnya sama-sama keras, tapi kalau batu ketemu batu kan nggak akan ketemu, ya? Karena gue juga sudah terlalu lelah dengan proses menjelang perceraian. Setelah bercerai gue memutuskan untuk berdamai, dan salah satu caranya dengan mengalah. Suami kalau sudah emosi juga ‘menyeramkan’, malah anak gue sendiri yang sering mengingatkan dan bilang, ‘Sudah, bunda… lebih baik ngalah saja dari pada ayah marah sama bunda lagi,” gitu katanya.”
Membuat kesepakatan soal anak
Mbak Nina sempat bilang, dalam sebuah pernikahan yang sudah dianugrahi anak, apapun yang terjadi pada pernikahan tentu saja akan berpengaruh pada anak sepanjang hidupnya. Oleh karena itulah, agar anak tidak menjadi ‘korban’ akibat perceraian, idealnya sejak awal sudah membuat kesepakatan mengenai anak. Untuk itu orangtua perlu perlu lebih sensitif dan objektif terhadap kebutuhan anaknya.Oh, ya, apa pun kondisinya jangan sampai menjelek-jelekkan matan pasangan, yang sebenarnya ayah si anak. Anak perlu tahu kalau meskipun orantuanya sudah berpisah tapi tetap mencintainya. Intinya, sih, meskipun pernikahan harus berakhir tapi tanggung jawab terhadap anak nggak boleh dikesampingkan.
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS