Fenomena perselingkuhan bisa terjadi di manapun dan pada siapapun. Namun, benarkah korban perselingkuhan bisa menjadi pelaku selingkuh? Apa alasannya?
Isu perselingkuhan kerap terjadi, baik dari media sosial maupun lingkungan sekitar kita. Tak jarang, kasus ini muncul dari dunia hiburan. Salah satunya melibatkan seorang artis yang belakangan ramai dibicarakan netizen.
Beberapa bulan lalu, ia mengungkap perselingkuhan suaminya dengan rekan kerja. Ternyata, hubungan suaminya itu telah jalan bertahun-tahun tanpa diketahuinya. Kisahnya pun sontak jadi sorotan publik. Ironisnya, kini sang aktris justru diisukan menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain.
Dalam unggahan Instagram Story, seorang istri sah membongkar perselingkuhan suaminya dengan sang artis, menyebut bahwa ia dan suaminya memang berniat untuk bercerai. Di sisi lain, artis tersebut juga belum resmi bercerai dari suaminya.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa artis itu sudah mengajukan proses perceraian, tetapi belum ada informasi pasti apakah putusannya telah final. Menariknya, baik rumah tangga sang istri maupun sang aktris sama-sama telah dikaruniai anak.
BACA JUGA: Bertengkar Sehat: 15 Aturan Fair Fight agar Rumah Tangga Langgeng
Kasus ini hanyalah salah satu contoh dari banyaknya peristiwa perselingkuhan yang terjadi di Indonesia. Tak jarang hal ini menyebabkan perceraian di antara pasangan yang sudah menikah. Lantas, seberapa sering perselingkuhan menjadi penyebab perceraian menurut data?
Melansir laman Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2024, terdapat 1.005 kasus perceraian karena perselingkuhan dan zina dari total 408.347 kasus—atau sekitar 0,26% dari seluruh perceraian. Tidak hanya itu, dikutip dari laman Pengadilan Agama Bojonegoro Jawa Timur, ditemukan sebanyak 48% kasus perceraian selama bulan Januari–Februari 2024 yang disebabkan oleh perselingkuhan di media sosial.
Tak ada yang lebih menyakitkan dalam hubungan daripada dikhianati oleh orang yang kita cintai dan anggap paling mencintai kita. Perselingkuhan bisa saja meninggalkan luka emosional mendalam dan sulit pulih. Menurut berbagai sumber, berikut dampak selingkuh bagi korban, pelaku, hingga anak:
Bukan tidak mungkin korban selingkuh menjadi pelaku. Hal ini bisa terjadi karena beberapa alasan yang banyak bersumber dari sisi psikologi. Diambil dari beberapa sumber, berikut alasan seorang korban bisa menjadi pelaku perselingkuhan:
Pengulangan kompulsif (compulsive repetition) terjadi ketika seseorang tidak sadar menciptakan situasi yang sama dengan trauma masa lalunya. Individu yang dulu menjadi korban perselingkuhan kemungkinan besar tumbuh dengan pola perilaku hubungan yang tak sehat. Secara tidak sadar mereka akan mengulangi perilaku itu dalam hubungan yang baru.
Ketika seseorang pernah dikecewakan, mereka bisa mencari pemenuhan kembali melalui perilaku selingkuh—terutama jika hubungan mereka tidak memberikan perhatian atau validasi emosional.
Konflik batin yang belum selesai kemungkinan bisa merasionalisasi tindakan mereka. Misalnya, ego yang lemah juga bisa membuat mereka membenarkan perselingkuhan sebagai upaya memenuhi kebutuhan atau memperbaiki citra diri.
Dalam beberapa kasus, korban yang belum memproses luka emosional dengan tepat bisa melakukan balas dendam dengan berselingkuh juga—sebagai cara menyalurkan amarah atau rasa sakit yang belum pulih.
Beberapa kecenderungan psikologis juga bisa berisiko mengulangi perselingkuhan, seperti seseorang dengan kepribadian impulsif, rendah kontrol diri, atau kecenderungan narsistik.
BACA JUGA: Cara Mengurus Perceraian di Indonesia beserta Proses Lengkapnya Menurut Pakar
Menyadari pola, memproses luka, dan membangun komunikasi sehat adalah langkah penting agar siklus perselingkuhan tidak terulang. Karena dalam hubungan, kejujuran tetap fondasi utama.
Penulis: Retno Raminne Nurhaliza Pitoyo
Cover: tirachardz/Freepik