banner-detik
SEX & RELATIONSHIP

Istri adalah Anak Pertama? Kenali Sifat-sifatnya dan Cara Menghadapinya

Istri adalah Anak Pertama? Kenali Sifat-sifatnya dan Cara Menghadapinya

Mengenal karakter istri, terutama yang anak pertama, bisa bantu Daddies paham cara menghadapi mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Dalam dunia psikologi, urutan kelahiran kerap dianggap sebagai faktor yang membentuk kepribadian seseorang. Anak pertama, khususnya perempuan, sering kali dibebani dengan tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan saudara-saudaranya. Ketika peran ini terbawa ke dalam kehidupan dewasa dan pernikahan, karakter dan pola komunikasi mereka bisa sangat memengaruhi dinamika hubungan dengan pasangan.

Fenomena ini sering disebut sebagai Eldest Daughter Syndrome (EDS), yakni kondisi di mana anak perempuan sulung secara tidak sadar membawa peran pengasuh dan penanggung jawab ke dalam hubungan romantisnya. Menurut Dr. Lisa Paz, seorang Marriage, Sex, and Family Therapist, “Jika anak perempuan sulung dibebani peran emosional, fisik, intelektual, dan finansial sejak dini, tekanan tersebut bisa terbawa ke dalam hubungan romantisnya di masa dewasa.”

Jika Mommies dan Daddies belum menyadari hal ini, dalam sebuah hubungan pernikahan, latar belakang keluarga dan urutan kelahiran ternyata bisa memainkan peran penting dalam membentuk karakter seseorang, termasuk istri yang terlahir sebagai anak pertama. Banyak dari mereka tumbuh dengan tanggung jawab besar, menjadi panutan bagi adik-adiknya, dan sejak usia dini terbiasa “mengurus” orang lain. Tidak heran, ketika mereka dewasa, menjalin hubungan romantis, menikah, lalu menjadi istri dan ibu, karakter ini tetap melekat erat dan memengaruhi dinamika pernikahannya.

BACA JUGA: Orang tua, Jangan Berikan 6 Beban Ini Kepada Anak Pertama

Sifat Umum Anak Pertama Sebagai Istri

Foto: Freepik

Menjadi anak pertama bukan sekadar urutan kelahiran, tetapi sering kali membawa beban tanggung jawab tambahan dalam keluarga. Ketika peran itu terbawa ke dalam kehidupan pernikahan, pasangannya mungkin akan menghadapi istri yang sangat mandiri, perfeksionis, dan sulit berbagi peran. Berikut adalah beberapa sifat khas yang sering ditemukan pada istri yang merupakan anak pertama.

1. Takut terlihat lemah

Sebagai sosok yang sejak kecil diposisikan sebagai “yang kuat”, istri anak pertama sering kali melihat kerentanan sebagai kelemahan. Mereka enggan mengungkapkan emosi terdalam karena takut dianggap lemah atau menyusahkan.

Dr. Kate Balestrieri, seorang psikolog klinis dan terapis seks bersertifikat, menjelaskan bahwa, “Anak pertama perempuan mungkin kesulitan memprioritaskan kebutuhannya sendiri, menjaga batasan, atau takut ditolak jika mengekspresikan kebutuhan autentiknya.” Akibatnya, mereka cenderung memendam perasaan dan merasa sendirian dalam beban emosional.

2. Sulit berbagi tanggung Jawab

Kebiasaan “mengurus semuanya” membuat istri anak pertama merasa lebih nyaman mengambil alih seluruh tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka memiliki standar tinggi dan sulit mempercayakan tugas pada orang lain, termasuk pasangannya. Ini bisa menimbulkan ketimpangan peran dalam pernikahan dan membuat pasangan merasa tidak cukup berkontribusi atau bahkan tidak dipercaya.

3. Butuh sering-sering diyakinkan

Sejak kecil, anak pertama sering mendapat validasi dari orang tua atas pencapaiannya. Pola ini sering terbawa ke dalam hubungan romantis. Mereka membutuhkan kepastian dan pengakuan dari pasangan untuk merasa aman. Namun, jika kebutuhan ini berlebihan, pasangan bisa merasa kewalahan karena harus terus meyakinkan dan menenangkan pasangannya. Dr. Balestrieri menambahkan bahwa ini dapat menyebabkan distribusi beban emosional yang tidak seimbang dalam hubungan.

4. Cenderung ingin selalu menyenangkan orang lain

Sifat people-pleaser juga kerap muncul pada anak pertama. Mereka terbiasa memenuhi harapan orang lain, bahkan jika itu berarti mengorbankan diri sendiri. Dalam pernikahan, mereka mungkin sering mengiyakan permintaan pasangan meskipun hati kecilnya menolak. Ketidakmampuan untuk mengatakan “tidak” ini dapat menyebabkan perasaan frustrasi, tidak berdaya, ketidakseimbangan, dan hilangnya identitas pribadi.

Dampak Karakter Anak Pertama Sebagai Istri pada Pernikahan

Menurut Dr. Kate Balestrieri, seorang psikolog dan terapis seks, istri yang terlahir sebagai anak pertama sering kali masuk ke dalam mode pengasuh (caretaker mode) dalam hubungan mereka. Para anak pertama yang kemudian menjadi istri ini merasa bertanggung jawab untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik, bahkan jika itu berarti mengabaikan kebutuhan pribadi mereka sendiri.

Ketika istri terbiasa menomorsatukan kebutuhan orang lain dan menekan kebutuhan sendiri, hubungan bisa menjadi tidak sehat. Pasangannya mungkin merasa kurang dihargai karena tidak diberi ruang untuk berkontribusi atau mendukung. Sementara itu, sang istri bisa merasa lelah, tidak diperhatikan, dan tidak dimengerti. Dalam jangka panjang, dinamika ini bisa menimbulkan konflik atau bahkan menciptakan jurang emosional.

Cara Menghadapi Istri yang adalah Anak Pertama

Foto: Freepik

Kabar baiknya, dinamika ini bisa dikelola, bahkan diubah menjadi kekuatan jika Mommies dan Daddies bersedia saling memahami dan bekerja sama. Berikut beberapa tips yang bisa membantu.

1. Pahami urutan kelahiran

Dr. Kevin Leman, seorang psikolog terkenal dengan pendekatan berdasarkan urutan kelahiran, menyarankan pasangan suami istri untuk memahami karakter pasangan berdasarkan urutan kelahiran mereka. Menyadari urutan kelahiran diri sendiri dan pasangan bisa membantu kita memahami karakter, pola komunikasi, dan mampu menghindari konflik yang nggak perlu.

2. Validasi dan dukung perasaannya

Terkadang yang paling dibutuhkan oleh seorang istri yang juga adalah anak pertama dalam keluarganya adalah pengakuan bahwa ia tidak harus selalu kuat. Tanyakan dengan tulus, “Bagaimana aku bisa mendukungmu?” Validasi beban yang ia rasakan tanpa menghakimi. Perasaan bahwa pasangannya memahami dan menghargai perjuangannya bisa menjadi healing moment yang sangat berarti.

3. Dorong istri untuk memprioritaskan kebutuhannya sendiri

Daddies bisa membantu istri untuk menerima bahwa merawat diri sendiri bukanlah tindakan yang egois. Dukung istri untuk punya dan menikmati “Me time”. Terkadang, menawarkan bantuan secara sukarela—tanpa diminta—juga bisa menunjukkan bahwa beban rumah tangga tidak harus ia tanggung sendiri.

4. Hargai dan jaga batasan

Jika istri mulai belajar menetapkan batasan, dukunglah proses tersebut. Terkadang keluarga atau lingkungan bisa memberikan tekanan kepada istri untuk tetap “menyenangkan semua orang”. Nah, di sinilah suami harus menjadi support system utama. Tunjukkan bahwa Daddies menghargai keputusan istri dan siap berdiri di belakangnya.

5. Ciptakan komunikasi yang sehat dan berkolaborasi

Bangun komunikasi yang terbuka dan jujur. Ajarkan bahwa segala sesuatu dalam pernikahan adalah kerja sama dua orang, bukan tanggung jawab satu pihak saja. Rayakan keberhasilan bersama, dan selesaikan masalah juga bersama-sama. Ini akan menciptakan suasana yang lebih setara dan penuh pengertian.

6. Hargai Perbedaan

Justru dari perbedaan karakter, sebuah hubungan bisa tumbuh dan berkembang secara sehat. Selama perbedaan karakter disikapi dengan cara yag positif dan suami istri bisa saling menghargai, perbedaan akan membuat pernikahan jadi lebih dinamis.

7. Fokus pada Kelebihan

Alih-alih terjebak pada kelemahan pasangan, lebih baik kita mencari tahu apa kelebihan istri tercinta. Dengan fokus pada kelebihan dan karakter yang positif dari istri yang adalah anak pertama, baik Mommies dan Daddies akan sama-sama merasa beruntung karena memiliki satu sama lain.

BACA JUGA: 10 Sifat Anak Sulung dan Parenting yang Tepat, Bentuk Karakter Positif

Cover: Freepik

Share Article

author

Fannya Gita Alamanda

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan