Istilah yang sering dibahas dalam relationship, gaslighting bukan cuma terjadi dalam hubungan, tapi juga tempat kerja, atau di masyarakat.
Dalam hubungan, gaslighting merupakan sebuah bentuk manipulasi psikologis di mana seseorang secara sengaja memanipulasi informasi atau kenyataan untuk membuat pasangan atau orang yang mereka targetkan meragukan kewarasan mereka sendiri, meragukan ingatan, persepsi, hingga realitas mereka.
Gaslighting juga merupakan bentuk manipulasi terus menerus dan mengarah ke brainwashing yang menyebabkan korban meragukan dirinya sendiri dan akhirnya kehilangan rasa persepsi, identitas, dan harga diri mereka sendiri.
Uniknya, ternyata istilah ini berasal dari film tahun 1944 berjudul Gaslight, yang menceritakan kisah seorang suami yang mencoba meyakinkan istrinya bahwa dia gila dengan menyebabkan meragukan pada dirinya sendiri dan realitasnya.
BACA JUGA: 7 Cara Jitu Menghadapi Pasangan yang Sering Berpikir Negatif
Gaslighting seringkali terjadi secara bertahap, dengan pelaku menggunakan teknik-teknik subversif untuk merangsang keraguan dan ketidakpercayaan pada korban.
Berikut adalah tujuh tahap melalui mana gaslighter patologis mendominasi korban, yang diekstrak dari buku How to Successfully Handle Gaslighters & Stop Psychological Bullying.
Pelaku gaslighting secara aktif memanipulasi fakta dan kenyataan untuk membuat korban meragukan ingatan atau persepsi mereka. Mereka mungkin menyangkal peristiwa yang terjadi, mengubah cerita, atau membuat korban merasa tidak yakin tentang apa yang benar-benar terjadi.
Sebagaimana dikutip dari laman Psychology Today, gaslighter (pelaku gaslighting) menciptakan narasi negatif tentang gaslightee (“Ada sesuatu yang salah dan kurang tentangmu”), berdasarkan asumsi dan tuduhan palsu yang umum, bukan fakta yang objektif, yang kemudian membuat korban merasa terdesak.
Tahapan selanjutnya adalah pengulangan. Kebohongan dan fakta yang dimanipulasi tersebut akan diulang terus-menerus oleh pelaku untuk tetap berada dalam posisi menyerang, mengendalikan percakapan, dan mendominasi hubungan.
Selanjutnya, ketika ditanyakan tentang kebohongan mereka, pelaku gaslighting ini akan meningkatkan perselisihan dengan menggandakan dan melipatgandakan serangan mereka, menyangkal bukti substansial, menolak, menyalahkan balik, dan justru menanam klaim palsu lebih besar. Sehingga, korban akan semakin meningkat tingkat keraguan dan kebingungan.
Pada tahap ini, ketika korban menyatakan perasaan mereka atau mencoba mengungkapkan ketidakpuasan terhadap perilaku pelaku, pelaku seringkali membantah atau menolak perasaan tersebut. Mereka mungkin mengatakan bahwa korban terlalu sensitif atau berlebihan.
Misalnya, ketika korban menangkap pacarnya sexting dengan seseorang, dia dengan tegas mengatakan itu tidak terjadi, dan menganggap korban cuma berimajinasi dan justru menuduh korban gila.
Dengan tetap menyerang, gaslighter akhirnya menghabiskan tenaga korban mereka yang menjadi putus asa, pasrah, pesimis, takut, lemah, dan meragukan diri. Korban mulai mempertanyakan persepsi, identitas, dan realitasnya sendiri.
Pelaku gaslighting seringkali menempatkan tanggung jawab atas perilaku mereka pada korban. Mereka mungkin mengatakan bahwa korban “membuat mereka marah” atau “menyebabkan masalah” dalam hubungan.
Kamus Oxford mendefinisikan kodependensi sebagai “ketergantungan emosional atau psikologis yang berlebihan pada pasangan.”
Masih mengacu dari Psychology Today, dalam hubungan gaslighting, pelaku akan menimbulkan ketidakamanan dan kecemasan konstan pada korban. Gaslighter juga memiliki kekuatan (dan sering mengancam untuk) merampasnya. Hubungan kodependen terbentuk berdasarkan rasa takut, kerentanan, dan marginalisasi.
Sebagai taktik manipulatif, gaslighter kadang-kadang memperlakukan korban dengan lemah lembut, moderasi, dan bahkan kebaikan atau penyesalan yang dangkal, untuk memberikan harapan palsu pada korban.
Dalam keadaan ini, korban mungkin berpikir: “Mungkin dia tidak SEBURUK itu,” “Mungkin hal-hal akan menjadi lebih baik,” atau “Mari kita memberinya kesempatan.”
Namun hati-hati ya, Mommies! Sikap manipulatif seperti itu merupakan manuver untuk menanamkan rasa puas dan membuat korban lengah sebelum tindakan gaslighting berikutnya dimulai. Dengan taktik ini, gaslighter juga lebih memperkuat hubungan kodependen.
Pada tingkat ekstremnya, tujuan utama gaslighter patologis adalah untuk mengendalikan, mendominasi, dan memanfaatkan individu lain, atau sebuah kelompok, atau bahkan seluruh masyarakat.
Dengan mempertahankan dan meningkatkan kebohongan, gaslighter membuat korban tetap dalam keadaan ketidakamanan, keraguan, dan ketakutan. Gaslighter kemudian dapat mengeksploitasi korban mereka sesuai keinginan, untuk peningkatan kekuatan dan keuntungan pribadi.
BACA JUGA: Suami Tolong Peka, Ini Arti Jawaban Terserah dan Gapapa dari Istri
Dampak gaslighting dalam hubungan bisa sangat merusak dan traumatik bagi korban. Beberapa dampak yang mungkin terjadi termasuk:
Gaslighting dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi pada korban karena mereka terus-menerus merasa tidak aman dan tidak bisa mempercayai diri mereka sendiri.
Korban gaslighting mungkin mengalami kerusakan pada kesehatan mental mereka, seperti gangguan kecemasan, gangguan mood, atau PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).
Pelaku gaslighting seringkali berusaha untuk mengisolasi korban dari keluarga, teman, dan dukungan sosial lainnya. Hal ini membuat korban semakin terjebak dalam hubungan yang merugikan.
Korban gaslighting mungkin kehilangan keyakinan pada diri mereka sendiri dan mulai meragukan kemampuan mereka untuk membuat keputusan atau menilai situasi dengan benar.
Korban gaslighting seringkali merasa bergantung pada pelaku untuk validasi dan pemahaman, yang memperkuat kontrol dan kekuasaan pelaku atas korban.
Gaslighting dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada hubungan antara korban dan pelaku, serta hubungan korban dengan orang-orang terdekat mereka yang mungkin terpengaruh oleh manipulasi tersebut.
BACA JUGA: Modus Love Scamming: Ciri-ciri dan Cara Menghindarinya
Penting untuk diingat bahwa gaslighting adalah perilaku yang tidak sehat dan tidak dapat diterima dalam hubungan apapun. Korban gaslighting harus menyadari tanda-tanda peringatan dan mencari bantuan dari profesional kesehatan mental atau sumber dukungan lainnya untuk keluar dari situasi tersebut dan memulai proses pemulihan.
Ditulis oleh: Kalamula Sachi
Cover: Freepik