banner-detik
PARENTING & KIDS

Hati-hati, Anak Bisa Menjadi Pelaku Kekerasan pada Pasangan Kelak Karena 5 Hal Ini

author

Fannya Gita Alamanda12 Oct 2023

Hati-hati, Anak Bisa Menjadi Pelaku Kekerasan pada Pasangan Kelak Karena 5 Hal Ini

Anak menjadi pelaku kekerasan pada pasangan bisa jadi karena lima hal ini, menurut pakar. Orang tua wajib mengetahui dan mencegahnya. 

Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald Tannur hingga menyebabkan seorang perempuan tewas menjadi sorotan masyarakat dan viral di media sosial. Banyak netizen yang kemudian mengaitkan dengan pola asuh orang tua tersangka di masa lalu. Pola asuh seperti apakah yang diterima oleh pelaku sehingga dia tumbuh menjadi sosok laki-laki yang tega menganiaya pasangan? Selalu ada sejarah panjang di balik setiap tindakan kekerasan yang dilakukan seseorang.

Mommies Daily bertanya kepada Vera Itabiliana S.Psi, M.Spi selaku Psikolog Anak & Remaja yang praktik di Klinik Tiga Generasi, Klinik Kancil, Terapi Tumbuh Kembang Anak Spesial Mandiri dan LPTUI Salemba, mengenai hal-hal apa saja yang bisa membuat anak menjadi pelaku kekerasan pada pasangan. 

Baca juga: Dari Kasus Penganiayaan Mario Dandy Saya Ingin Anak-anak Belajar Tentang Hal Ini

5 sebab anak menjadi pelaku kekerasan pada pasangan di masa depan

1. Anak melihat contoh hubungan yang tidak harmonis serta ada kekerasan di dalamnya

2. Anak tidak diajarkan conflict resolution

3. Anak terbiasa diperlakukan dengan kekerasan

4. Anak selalu mendapatkan apa yang dia inginkan dengan cara apa pun dan anak terbiasa berada di dalam lingkungan  yang selalu mengikuti kemauan anak.

5. Anak tidak memiliki banyak kesempatan untuk bersosialisasi

Tanda peringatan perilaku kekerasan pada anak

  • Kemarahan yang hebat
  • Sering marah dan meledak-ledak
  • Iritabilitas yang ekstrim
  • Sangat impulsif
  • Mudah frustrasi

Lakukan ini jika anak menunjukkan perilaku kekerasan

Orang tua atau orang dewasa lainnya harus segera menemui ahli kesehatan mental. Konsultasi pada pakar sesegera mungkin seringkali dapat membantu. Tujuannya biasanya berfokus pada membantu anak untuk: belajar mengendalikan amarahnya; mengungkapkan kemarahan dan frustrasi dengan cara yang tepat; bertanggung jawab atas tindakannya; dan menerima konsekuensinya. Selain itu, jika ada konflik keluarga, masalah sekolah, dan lingkungan harus diatasi.

Kaitan KDRT dengan perilaku kekerasan pada anak

Banyak anak yang mengalami kekerasan di rumah juga menjadi korban kekerasan fisik. Anak-anak yang terekspos KDRT dan menjadi korban pelecehan mempunyai risiko besar mengalami masalah kesehatan fisik dan mental jangka panjang. Dan ini dia, anak-anak yang menyaksikan kekerasan di antara orang tuanya juga memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi pelaku kekerasan, baik secara fisik dan atau verbal, saat mereka memiliki pasangan nanti.

Baca juga: 7 Bentuk Kekerasan pada Anak yan Sering Tidak disadari Oleh Orang tua

Dampak jangka pendek KDRT dan pelecehan terhadap anak-anak

Anak-anak yang bertumbuh dengan menyaksikan salah satu orang tuanya dianiaya akan sering merasa takut dan cemas. Mereka selalu waspada dan bertanya-tanya kapan peristiwa kekerasan berikutnya akan terjadi.

Dampak jangka panjang KDRT dan pelecehan terhadap anak-anak

  • Seorang anak yang tumbuh dalam rumah tangga yang penuh kekerasan belajar meniru orang tuanya untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekerasan juga, alih-alih dengan cara damai. Ketika dewasa kelak, ia juga akan berperilaku destruktif saat menjalin hubungan.
  • Anak-anak belajar bahwa berperilaku merendahkan orang lain adalah hal yang dapat diterima, karena mereka menyaksikan seperti itulah orang tua mereka memperlakukan satu sama lain.
  • Anak-anak ini mempunyai risiko lebih besar untuk mengulangi siklus tersebut saat dewasa, dengan memasuki hubungan yang penuh kekerasan baik sebagai korban atau pelaku kekerasan. Misalnya, seorang anak laki-laki yang melihat ibunya dianiaya memiliki kemungkinan 10 kali lebih besar untuk melakukan pelecehan dan kekerasan terhadap pasangan wanitanya saat dewasa.  Anak perempuan yang menyaksikan ayahnya menganiaya ibunya, 6 kali lebih mungkin mengalami pelecehan seksual dibandingkan anak perempuan yang tumbuh di rumah yang aman tanpa kekerasan.

Sumber atikel dari sini

Share Article

author

Fannya Gita Alamanda

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan