Selama 5 tips pernikahan harmonis ini bisa dilakukan, rumah tangga dengan istri pencari nafkah utama bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan.
Bukan hal yang aneh lagi kalau saat ini dalam satu rumah tangga terdapat penghasilan ganda. Istri pencari nafkah utama, berpenghasilan lebih besar, juga mulai marak belakangan. Sayangnya, kondisi seperti ini seringkali jadi pemicu perpecahan rumah tangga. Padahal, bahkan di dalam agama Islam sendiri, perempuan bekerja bukanlah hal yang dilarang. Jika disiasati dengan baik, pernikahan harmonis bisa saja dicapai, lho.
Di dunia patriarki, istri pencari nafkah utama memang tantangannya lebih besar. Sudahlah di tempat bekerja berhadapan dengan hiruk pikuk dunia pekerjaan, sampai rumah berhadapan lagi dengan urusan anak, rumah, ditambah pasangan (yang mungkin cemburu dengan kesuksesan istri).
Meskiiii, bisa jadi pendapatan yang lebih besar itu dihasilkan karena ‘tidak sengaja’. Entah itu karena keluarga butuh uang lebih, pasangan sakit, atau, ya, memang lebih punya kesempatan berkarir lebih bagus saja.
Kalau mommies adalah seorang istri pencari nafkah utama, berikut beberapa tips agar pernikahan harmonis terjaga.
Buat laki-laki yang dibesarkan di lingkungan patriarki, mungkin kondisi ini bisa jadi merupakan tekanan besar. Untuk itu, mommies dan pasangan harus duduk bersama dan fokus membicarakan masalah ini.
Duduklah bersama untuk saling mengkomunikasikan yang Anda dan pasangan rasakan saat ini. Kemudian nyatakan juga bahwa yang Anda berdua lakukan, termasuk bekerja dan berpenghasilan, tujuan akhirnya adalah kebahagiaan keluarga.
Tumpahkan semua unek-unek. Setelah itu periksa situasi finansial keluarga, bisa jadi ada beberapa penyesuaian yang harus dilakukan. Misalnya, jika karier istri bisa lebih menguntungkan secara finansial namun menyita lebih banyak waktu, maka suami perlu menentukan berapa banyak dan pekerjaan rumah tangga apa yang bisa ia lakukan untuk membantu. Bersiaplah untuk mempertimbangkan solusi lain.
Penting diingat, Anda berdua mendayung perahu yang sama, menuju tujuan yang sama. Tetaplah selaras dengan sering berkomunikasi. Kalau misalnya pada komunikasi berdua terjadi deadlock nggak ada salahnya meminta bantuan netral dari pihak ke-3, konsultan pernikahan misalnya.
Di kehidupan sosial, kita seringkali menormalkan bahwa yang punya uang lebih besar, dialah yang berkuasa. Nggak usah saya sebutlah, ya, kasus-kasusnya.
Sayangnya jika prinsip tersebut dipegang di rumah tangga, akan menjadi sesuatu yang pelan-pelan menghancurkan rumah tangga dari dalam.
Siapa yang berpenghasilan lebih rendah, dialah yang harus melakukan lebih banyak pekerjaan rumah tangga. Itu adalah anggapan yang salah sebenarnya. Mau berapapun penghasilannya, pekerjaan rumah tangga, pengasuhan anak, itu adalah kewajiban berdua. Suami dan istri.
Jika salah satu pasangan punya penghasilan lebih besar, bukan berarti dialah pengambil keputusan mutlak. Dalam rumah tangga semua harus dikomunikasikan, didiskusikan, sehingga sampai pada keputusan bersama.
Percayalah, nggak ada gunanya merebutkan kekuasaan hanya karena penghasilan lebih tinggi, terutama di dalam pernikahan.
Amat sangat wajar ketika suami merasa rendah diri dengan kondisi pendapatan yang lebih rendah. Apalagi ketika ia dibesarkan di lingkungan yang patriarki.
Mereka akan sangat sulit menerima bahwa istri lebih sukses daripada dirinya sendiri. Yang bisa mommies lakukan adalah tidak menambahkan perasaan tersebut. Hindari bersikap jumawa dan menjadikan penghasilan sebagai senjata saat sedang berbeda pendapat.
Mommies bisa memberikan support jika suami punya pekerjaan sampingan. Bukan nggak mungkin, lho, side hustle tersebut nantinya jadi pekerjaan utama yang lebih menjanjikan.
Yakinkan bahwa kalian berdua melakukan hal yang membanggakan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga seutuhnya.
Baca juga: Menjadi Istri yang Lebih Bahagia dengan Berhenti Melakukan 11 Hal Ini
Iya, menghormati perasaan suami itu penting, tapi bukan berarti mommies harus mengorbankan karir sendiri. Apalagi kalau memang mommies enjoy dalam dunia kerja.
Bersikaplah transparan mengenai ekspektasi satu sama lain. Memiliki pemahaman yang baik tentang apa yang dituntut dari suami bisa mengurangi kemungkinan frustrasi di kemudian hari.
Mommies perlu jujur pada pasangan, tapi tetap menghargainya sebagai suami, partner berumah tangga, dan ayah dari anak-anak.
Tekanan sebagai istri pencari nafkah utama mungkin menuntut mommies ‘bekerja’ lebih lama. Kadan-kadang insting sebagai ibu membuat kita tetap merasa bertenaga mengurusi rumah dan anak-anak sepulang dari kantor.
Dalam hal ini, mommies perlu memberi batasan. Jika memang sudah di-handle suami dengan baik, kurang-kurang sedikit, ya, tutup mata sajalah. Nggak semuanya harus berjalan sesempurna yang mommies bayangkan.
Jaga asupan gizi, rutin berolahraga, dan juga perhatikan kesehatan mental. Terkadang menghadapi tantangan di tempat kerja dan di rumah membuat Mommies lebih rentan mengalami depresi.
Jangan lupa untuk mewaspadai sinyal yang menunjukkan kemungkinan kondisi medis. Kelelahan ekstrim, serangan panik, ledakan rasa frustrasi, komentar-komentar menjengkelkan, ketakutan, dan depresi adalah tanda-tandanya. Ingat, lho, stres dapat memengaruhi berbagai masalah kesehatan yang serius.
Secara teratur luangkan waktu untuk ‘me time’. Rayakan kesuksesan pribadi. Cara sederhana juga boleh banget, kok. Sesederhana nonton drakor kesayangan.