Sorry, we couldn't find any article matching ''
Saya Menjadi Isteri yang Lebih Bahagia Ketika Berhenti Melakukan 11 Hal Ini
Menjadi isteri yang bahagia tak harus bergantung sama suami, kita bisa menciptakan bahagia itu sendiri. Setuju, nggak?
Beberapa waktu lalu ramai posting-an di media sosial yang mengutip quote, “Pasangan bahagia tidak posting kemesraan di media sosial.” Dalam hati nggak percaya, “Ah, masa?” Pasangan-pasangan yang sering saya lihat kemesraannya di media sosial tampak sempurna dan #relationshipgoals banget. Dari seleb sampai tetangga dan teman SMA, semua bikin iri romansanya. Kadang jadi bahan obrolan plus ghibahan saya dengan suami.
Bahagia atau nestapa dalam perkawinan memang bukan soal apakah pasangan tipe orang yang romantis atau tidak, sempurna atau tidak. Pilihan ada di tangan individu, kita seorang. Kita bisa tetap jadi pribadi yang bahagia, apa pun mood pasangan kita. Jika ingin bahagia dalam pernikahan, maka kita harus bertanggung jawab atas bagaimana kita memilih untuk bersikap dan bereaksi dalam menangani setiap episode drama rumah tangga. Beberapa cara ini bisa dicoba. Kalau dalam kasus saya…
Saya menjadi isteri yang lebih bahagia ketika mencoba berhenti melakukan 11 hal ini
1. Berkata-kata dengan tone yang merendahkan pasangan
Bersikap rendah hati, alih-alih merendahkan, menganggap diri kita lebih baik atau merasa lebih benar dari suami.
2. Mengasumsikan suami bisa membaca pikiran kita
Berhenti menganggap bahwa suami tahu apa yang Anda pikirkan atau rasakan tanpa mengatakannya. Capek-capek berharap, ternyata suami nggak mudeng juga. Lebih baik ngomong langsung. “Bantu bersih-bersih, dong, Sayang!”, “Mau, ya, dinner di resto A pas anniversary kita nanti.” How about that?
3. Menghitung poin
Hindari mengalkulasi siapa yang melakukan apa dan kapan. Pernikahan yang sehat dibangun atas kolaborasi dan dukungan saling mendukung, bukan bersaing, berkompetisi, atau bahkan itung–itungan, kebaikan yang sudah-sudah diungkit juga.
4. Memiliki ekspektasi
Suami akan berubah, suami bakal begini, bakal lebih sayang sama kita, dan seterusnya, itu namanya ekspektasi. Kalau itu tidak terpenuhi, kita jadi kecewa, lalu berujung menderita.
5. Hentikan kebiasaan menganggap suami taken for granted atau hal yang biasa saja
Luangkan waktu untuk menyatakan rasa terima kasih dan penghargaan atas usaha dan kontribusinya dalam hubungan. Percayalah, effort mereka untuk membuat pernikahan bertahan itu luar biasa. Banyak yang telah mereka korbankan demi kita.
Baca juga: Jangan Melakukan 10 Hal Ini Setelah Bertengkar dengan Pasangan
6. Menyimpan dendam
Selama pernikahan, pasti tidak sedikit kesalahan yang pernah dilakukan suami, yang membuat kita tersakiti. Segera bereskan satu per satu, dan kalau sudah berlalu, lepaskan dendam dan rasa kebencian. Menyimpan luka hati atau menyembunyikannya ‘di bawah karpet’ dan merasa seolah semua baik-baik saja, dapat meracuni pernikahan dan siap jadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
7. Membandingkan dengan suami lain
Gara-gara media sosial, gambaran yang kita lihat adalah ‘rumput tetangga’ yang lebih ideal dan harmonis. Sikap membandingkan hanya membuat kita iri, stres, dan ketidakpuasan yang tidak perlu.
8. Mengabaikan pentingnya intimasi
Jangan mengabaikan kedekatan, baik secara emosional maupun fisik. Berupaya untuk terhubung dan menjaga bonding yang kuat dengan suami. Misalnya, dengan memprioritaskan waktu berkualitas bersama.
9. Menghindari topik sulit
Takut suami bakal marah, lantas menunda diskusinya. Jika ada hal atau masalah penting untuk didiskusikan dengan suami, jangan dihindari. Menunda bukan solusi.
Baca juga: Penyebab Pernikahan Terasa Membosankan
10. Bersikap defensif
Ada kalanya, suami bersikap menyalahkan, saat situasi berjalan di luar rencana dan membuat suami ke-trigger untuk marah. Walaupun mungkin bukan sepenuhnya kesalahan saya, tapi saya mencoba menahan diri untuk membela diri. Beri waktu untuk mendengar ‘omelannya’. Bisa jadi, pada saat itu, dia marah bukan karena saya, tapi karena dia yang sedang stres. Bersikap defensif hanya akan jadi bahan bakar konflik menjadi semakin besar.
11. Menghindari perubahan
Hindari sikap yang menolak perubahan, berhenti bertumbuh, dan bertahan di zona nyaman. Ketika individu dan situasi berkembang, kitanya juga harus terus bertumbuh, menjadi pribadi yang lebih dewasa dan bahagia.
Pernikahan adalah tempat kita mengasah diri. Banyak pembelajaran dari pasangan, karena dia partner terdekat kita. Setiap tantangan dan masalah adalah sarana kita untuk bertumbuh. Jangan sampai kita mengulang drama-drama yang sama dan receh terus-menerus dengan pasangan, yang ujung-ujungnya bikin kita susah sendiri.
Image dari sini
Share Article
COMMENTS