Hubungan yang tidak sehat itu ada tanda-tandanya, lho. Kenali dan setelah itu ketahui langkah apa saja yang harus diambil.
Nggak tau kenapa, belakangan ini isu perselingkuhan banyak banget, ya. Nggak cuma pasangan pesohor aja, kok, perselingkuhan juga bisa dialami siapa pun. Bahkan bisa terjadi pada saya, atau kamu. Iya, kamu yang sedang membaca tulisan saya ini.
Faktanya, kalau membahas perselingkuhan memang biasa terjadi pada pasangan manapun. Ketika menikah memang tidak pernah ada jaminan kalau salah satu pihak akan setia seumur hidup.
Faktanya, seiring waktu rasa cinta yang menggebu-gebu itu bisa hilang. Belum lagi kalau ingat sebenarnya masalah pernikahan bukan sekadar perselingkuhan saja. Masih banyak deretan masalah atau situasi yang sebenarnya sudah menandakan kalau hubungan pernikahan sudah tidak sehat lagi.
Kalau membahas soal hubungan atau relasi yang tidak sehat, mungkin bisa lebih merujuk pada hubungan antara dua individu yang tidak memenuhi kebutuhan dasar emosional, fisik, atau psikologis salah satu atau kedua belah pihak. Sayangnya, nih, nggak semua orang ngeh atau bisa menyadari kalau hubungan atau relasi yang sedang dijalani itu sudah nggak sehat.
BACA JUGA: Marriage with Benefits, Pernikahan Demi Mendapatkan Keuntungan
Kalau ngobrol dengan beberapa teman, termasuk psikolog pernikahan sebenarnya ada beberapa tanda-tanda yang bisa mengindikasikan bahwa sebuah hubungan tersebut tidak sehat.
Idealnya, dalam sebuah relasi, khususnya pasangan suami istri tentu saja diperlukan keseimbangan. Jadi, nggak ada tuh, ceritanya suami sebagai kepala keluarga yang punya kekuasaan penuh. Ibaratnya, suami jadi Tuhan, kita istri dianggap sebagai hambanya.
Ketika salah satu pihak dalam hubungan memegang kendali yang berlebihan dan menggunakan kekuasaan tersebut untuk memanipulasi atau mengontrol pasangan mereka, ini, sih, sudah dipastikan kalau sebenarnya hubungan yang terjadi memang sudah tidak sehat.
Ketika ada salah satu pihak merasa tidak adil dalam hubungan tersebut karena tidak mendapatkan penghargaan, mendapatkan dukungan, atau tidak ada kepedulian yang setara, apa hubungan ini masih bisa dikatakan hubungan yang sehat? Tentu saja tidak.
Hubungan yang tidak sehat sering kali ditandai dengan perubahan suasana hati yang drastis, konflik yang sering terjadi, atau tindakan agresif secara verbal maupun fisik.
Kurangnya komunikasi yang efektif atau komunikasi yang seringkali berupa penghinaan, kritik yang merendahkan, atau kekerasan verbal. Ini sudah jadi tanda jelas.
Maksud penyalahgunaan ini sebenarnya mengarah pada kekerasan di dalam relasi. Baik kekerasan fisik, emosional, seksual, termasuk keuangan. Ini tentu saja sudah jadi tanda hubungan yang tidak sehat.
Kebayang nggak kalau hubungan sosial kita sangat dibatasi oleh pasangan? Ini sebenarnya rumah tangga yang sehat atau tinggal di penjara? Faktanya, tidak sedikit dalam suatu hubungan ada salah satu pihak secara sengaja mengisolasi pasangan mereka dari keluarga, teman, atau dukungan sosial lainnya sebagai bentuk kontrol.
Nah, ini tentu saja berkaitan dengan perselingkuhan. Jadi, ketika sudah tidak ada kesetiaan dan kepercayaan dalam hubungan lagi, ya, artinya komitmen pernikahan sudah dilanggar.
Semua orang tentu berhak untuk terus bertumbuh. Pada saat pasangan sudah nggak mendukung atau malah menghambat perkembangan pribadi, hubungan tersebut patut dipertahankan, sih. Jika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin kita akan merasa terjebak dalam pola yang merugikan.
Saya masih ingat dengan salah pesan psikolog dewasa dan pernikahan yang mengatakan kalau hal yang paling berbahaya dari kekerasan rumah tangga sebenarnya adalah timbulnya perasaan buruk terhadap diri sendiri.
Pada saat kita merasa kalau diri ini sudah tidak berharga, tidak diinginkan, tidak dihargai dan tidak ada yang mencintai, tentu saja kita sudah berada di titik terendah. Untuk bisa bangkit lagi, tentu perlu kekuatan yang luar biasa.
Hubungan yang sehat tentu saja perlu setara. Namun, tentu saja perlu ada tanggung jawab. Nah, kalau salah satu pihak mungkin tidak mau lagi bertanggung jawab atas tindakan atau perilaku mereka, dan cenderung menyalahkan pasangan, ini sudah jadi alarm yang perlu diwaspadai, ya.
Setuju nggak, sih, kalau ini juga menjadi salah satu poin yang menandakan sebuah relasi yang tidak sehat? Pada saat terjadi diskriminasi atau perlakuan tidak adil berdasarkan jenis kelamin dalam hubungan, seperti ketidaksetaraan dalam keputusan, peran dan tanggung jawab, atau pemaksaan norma gender yang merugikan.
Pertanyaan selanjutnya, nih, kalau kita sudah menyadari adanya tanda hubungan yang tidak sehat, apa yang bisa kita lakukan? Apa iya harus bertahan? Atau kita bisa meninggalkan pasangan?
Menjawab pertanyaan seperti ini tentu saja nggak mudah. Sebenarnya ini semua akan kembali pada diri masing-masing. Biar bagaimana pun yang berhak memutuskan tentu saja diri sendiri. Kendali ada di tangan kita sendiri. Bukan orang lain, termasuk suami.
Namun, sebagai perempuan atau istri jika memang sudah merasa hubungan sudah tidak sehat, ada beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan:
Pertama-tama, penting bagi kita sebagai perempuan atau istri untuk mengakui dan mengevaluasi keadaan hubungannya dengan objektivitas. Mengenali tanda-tanda hubungan yang tidak sehat dan memahami bahwa perubahan diperlukan adalah langkah pertama yang penting untuk dilakukan.
Jika di dalam hubungan sudah melibatkan kekerasan fisik atau ancaman yang mengancam keselamatan fisik, tentu saja perlu mencari perlindungan. Dalam situasi-situasi darurat, segera hubungi pihak berwenang atau lembaga yang menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Sebagai makhluk sosial tentu kita tidak bisa hidup sendirian. Sering kali ada momen di mana kita perlu mencari dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, sahabat, atau tenaga ahli seperti psikolog dan psikiater yang bisa memberikan pemahaman, dukungan emosional, dan nasihat yang berguna. Setidaknya, jika kita bisa mendiskusikan masalah dengan orang-orang yang dapat dipercaya tentu saja bisa memberikan perspektif baru dan membantu dalam pengambilan keputusan.
Menghadiri sesi konseling atau terapi pasangan dengan suami dapat membantu untuk menjelaskan masalah, berkomunikasi secara lebih efektif, dan mencari solusi yang sehat. Kalau suami enggan mengikuti terapi, ya, kita bisa tetap melakukan konseling individu untuk mendapatkan dukungan dan bimbingan.
Sepertinya ini salah poin yang sering dilupakan, ya? Sering kali sebagai istri kita tidak menetapkan batasan yang jelas dalam hubungan. Padahal ini penting, loh. Termasuk memperkuat diri sendiri. Ini dapat melibatkan bagaimana kita bisa mengomunikasikan kebutuhan dan bisa memiliki kemandirian finansial
Jika diperlukan kita sebagai istri juga perlu mencari nasihat hukum untuk memahami hak-hak dalam situasi tersebut. Hal ini termasuk hak terkait perceraian, perwalian anak, dukungan finansial, dan perlindungan hukum lainnya yang mungkin diperlukan.
Nah, ini juga sangat penting, sih. Apalagi kalau mengingat kita tetap perlu melindungi dan menjaga anak. Kalau emosi kita nggak sehat, kebayang tidak bagaimana situasinya? Umh, risikonya akibat hubungan yang tidak sehat justru akan akan menimbullan luka di dalam diri anak.
Dalam situasi yang menegangkan, penting bagi kita untuk bisa menjaga kesehatan mental dan emosionalnya sendiri. Ini melibatkan menjaga pola tidur yang sehat, menjaga pola makan yang baik, melakukan kegiatan yang memberikan kegembiraan dan relaksasi, dan mencari dukungan dari profesional kesehatan mental jika diperlukan.
Biar bagaimanapun setiap hubungan yang dijalani pasangan istri akan unik. Punya cerita, baik kesedihan dan kesenangan yang berbeda-beda. Untuk itu, untuk memutuskan langkah apa yang diambil tentu akan bervariasi tergantung pada keadaan masing-masing. Penting bagi kita, sebagai istri untuk mencari bantuan dari sumber yang bisa dipercaya dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk kesejahteraan diri sendiri. Setuju nggak?
BACA JUGA:
Cover: Freepik