Manajemen Konflik Untuk Orang tua

Parenting & Kids

Fannya Gita Alamanda・19 Jan 2022

detail-thumb

Manajemen konflik untuk orang tua ternyata juga dibutuhkan agar anak tidak menanggung akibat buruknya.

Mau secocok apa pun hubungan kita dengan pasangan, pasti akan ada situasi yang membuat kita harus berkonflik. Dan, mungkin banget konflik itu terjadi di depan anak.

Anak yang lebih kecil mungkin menanggapi pertengkaran orang tua dengan menangis histeris. Anak usia sekolah cenderung bermasalah di sekolah. Anak yang lebih besar mungkin jadi nggak betah di rumah, bolos sekolah, berkelahi, mencuri, mencoba alkohol atau obat-obatan terlarang.

Konflik dalam sebuah hubungan pasti terjadi. Yang penting adalah bagaimana Anda menanganinya. Agar anak tidak mengalami trauma dan memperoleh dampak buruknya, dibutuhkan manajemen konflik untuk orang tua.

Baca juga: Tips Manajemen Kemarahan Untuk Orang tua 

Alasan manajemen konflik untuk orang tua penting dilakukan

Photo by Kristina Litvjak on Unsplash

  • Baik untuk Anda dan hubungan Anda

Ketika Anda dan pasangan membicarakan perbedaan dan menemukan solusi yang dapat dijalani bersama, kalian berdua cenderung lebih positif, bahagia, dan didukung. Hubungan menjadi lebih kuat.

  • Baik untuk anak

Konflik adalah bagian dari kehidupan. Ketika anak melihat kalian bekerja sama dalam menyelesaikan konflik, itu membantu mereka mempelajari keterampilan hidup seperti bagaimana bernegosiasi dan memecahkan masalah. Anak uga akan merasa nyaman melihat kalian berdua positif dalam mengatasi perbedaan. Anak pun terlindungi dari efek negatif akibat konflik yang terus menerus terjadi.

Mengelola dan menyelesaikan konflik dengan pasangan

  • Coba ulangi apa yang dikatakan pasangan dengan kata-kata Anda sendiri untuk memastikan bahwa Anda mengerti. Misalnya, ‘Sepertinya kamu kesal karena aku terlambat pulang empat kali minggu ini dan kamu harus beres-beres rumah sendirian’.
  • Cobalah untuk memahami perasaan atau perspektif pasangan. Anda tidak harus setuju, tetapi coba pahami latar belakang, lingkungan, budaya, dan cara ia dibesarkan.
  • Gunakan ‘Saya’ untuk menjelaskan perasaan Anda, tanpa menyalahkan pasangan.
  • Hindari generalisasi dan kata-kata seperti ‘tidak pernah’ atau ‘selalu’. Misalnya, ‘Kamu tidak pernah membantu pekerjaan rumah tangga’ atau ‘Kamu selalu mengabaikan saya’.

Baca juga: 12 Kesalahan Orang tua Zaman Sekarang

Melindungi anak saat menyelesaikan konflik

Sebaiknya hindari:

  • bertengkar di depan anak
  • meminta anak untuk menyampaikan pesan permusuhan kepada pasangan
  • mengajukan pertanyan-pertanyaan tentang pasangan yang bikin jengkel anak
  • meminta anak menyembunyikan informasi
  • membuat anak merasa harus menyembunyikan perasaan positif tentang ayah mereka dari Anda atau sebaliknya
  • mengkritik pasangan di depan anak.

Penting juga untuk memberi tahu bahwa Si Kecil bukanlah sumber masalah dengan cara:

  • memastikan anak tahu bahwa pertengkaran itu bukan tentang dia – ini antara Anda dan pasangan
  • memberi tahu anak bahwa Anda sedang mencari solusi untuk menyelesaikan masalah
  • ingat, bahwa beberapa masalah harus diselesaikan oleh orang dewasa – anak-anak tidak selalu perlu tahu apa masalahnya. Jadi, tidak perlu memberi tahu mereka.

Tetap fokus pada hubungan positif dengan anak-anak melalui:

  • meluangkan waktu untuk kegiatan yang menyenangkan bersama
  • memberikan perhatian positif termasuk pujian dan dukungan ketika mereka berperilaku baik
  • memberi pelukan dan mengatakan betapa Anda menyayangi mereka
  • menghentikan apa pun yang sedang Anda lakukan untuk mendengarkan dan berbicara mengenai apa yang mereka lakukan dan rasakan
  • mendorong pasangan untuk menghabiskan waktu bersama anak.

Photo by Nathan Dumlao on Unsplash

Jika pertengkaran diketahui anak, coba ucapkan kalimat-kalimat berikut ini:

  1. “Mama dan papah sedang kesal sekarang, tetapi ingat nggak kamu juga pernah merasa kesal dan kemudian kesalnya hilang? Nah, kekesalan kami juga akan mereda nanti.”
  2. “Ayah dan Ibu sedang kesulitan memahami satu sama lain. Tapi Ibu tetap menghormati ayah dan berusaha untuk mengerti.”
  3. “Ayah dan bunda pernah berbeda pendapat sebelumnya dan kami berhasil mengatasinya, kan?”
  4. “Mama dan papah perlu waktu untuk bicara dan memastikan kami saling memahami perasaan masing-masing.”
  5. “Ibu marah karena Ayah mengatakan sesuatu yang menyakiti perasaan. Tapi Ayah sudah minta maaf dan Ibu sudah memaafkan.”
  6. “Ayah dan Ibu sedang sulit bekerja bersama, tapi kami sudah punya cara untuk mengatasinya. Kamu jangan khawatir ya.”

Sumber artikel

Feature Image: Photo by Afif Kusuma on Unsplash