Jangan takut menghadapi konflik dalam pernikahan. Itu justru dapat meningkatkan kualitas hubungan Mommies dan suami. Hanya saja, harus ada argumen sehat dengan pasangan setiap bertengkar.
Semua pasangan pernah bertengkar. Itu sangat natural dalam hubungan. Joseph Cilona, psikolog klinis di New York, mengungkapkan bahwa normal bagi pasangan untuk saling berargumen dan memiliki perbedaan pendapat.
“Tidak ada formula khusus dalam hubungan hingga bisa menghindari semua konflik. Yang harus dilakukan adalan menemukan cara yang tepat untuk mengatasi konflik tersebut,” kata Cilona.
Sementara itu, Ramani Durvasula, pengarang buku dan psikolog klinis, menyatakan bahwa argumen dengan pasangan justru merupakan hal bagus. “Ketika pasangan bertengkar, itu artinya mereka peduli dengan hubungannya. Jika salah satu justru selalu menghindar, perlu dipertanyakan,” ungkapnya.
BACA JUGA: Mengelola Konflik Keluarga dengan Cara Menyenangkan
Jadi, daripada fokus ke alasan mengapa kalian sering bertengkar, lebih baik memikirkan bagaimana cara memiliki argumen yang sehat dengan pasangan. Berikut yang bisa dilakukan.
Ketika sedang dalam keadaan panas dan emosi, sulit untuk berpikir sebelum membuka mulut. Namun, mengambil jeda sebelum komplain dapat membantu Mommies mengelola kalimat yang ingin disampaikan dengan lebih efektif. Beberapa detik sudah memberikan waktu cukup untuk berpikir tentang: “Bagaimana perasaan pasangan jika saya mengatakan hal ini?”.
Mengatakan “aku sedih” atau “aku marah” akan jauh lebih baik dibanding “ini semua salah kamu” saat berargumen dengan pasangan. Jika berfokus kepada “kamu” maka itu akan membuat konflik memburuk karena pasangan defensif.
“Jika langsung menuduh pasangan, mereka jadi tidak mau mendengarkan Anda. Pasangan akan merasa marah dan mungkin bersalah sehingga menjauh,” kata Meg Batterson, psikolog dan terapis pernikahan.
Berbicara tentang perasaan sendiri dan menawarkan solusi untuk dicoba, mengingatkan bahwa Mommies dan Daddies perlu bekerjasama untuk memiliki hubungan yang lebih kuat.
Saat berargumen, sebaiknya fokus pada masalah yang terjadi saat itu. Jangan menyerang pribadi atau bahkan fisik pasangan karena itu sangat tidak sehat. Diketahui bahwa salah satu penyebab perceraian adalah ketika bertemu dengan konflik, salah satu pasangan kerap mengomentari karakter dibanding membahas isu yang mengecewakan mereka.
Di tengah argumen, ada kecenderungan untuk berbicara lebih banyak dibanding mendengarkan. Kita begitu ingin mengeluarkan semua unek-unek sampai lupa untuk mendengar apa yang coba disampaikan pasangan. Batterson mengungkapkan, dibanding membela diri sendiri, sebaiknya tunjukkan kepada suami bahwa Mommies ‘mendengar’-nya. Mommies dan Daddies juga akan memiliki dialog yang lebih produktif ketika salah satunya ada yang bersedia diam terlebih dulu dan mendengarkan.
Beberapa pasangan mungkin memendam amarahnya ketika mereka kesal satu sama lain karena takut bertengkar. Namun, sebuah studi menemukan fakta bahwa menghindari konflik justru lebih membahayakan hubungan. Penelitian yang dilakukan pada 935 orang tersebut, menunjukkan bahwa mereka yang berani konfrontasi ketika ada ketidaksepakatan, cenderung lebih bahagia dengan hubungannya. Sebaliknya, pasangan yang saling diam, kerap menyalahkan pasangannya dan akhirnya tidak bahagia.
Pesan yang ingin disampaikan mungkin akan lebih jelas jika Mommies memilih membuat “permintaan” dibanding komplain. Daripada mengatakan: “Kenapa sih kamu nggak bersihin kamar?”, lebih baik katakan “Kamar berantankan banget nih, kamu mau nggak bantuin beresin?”.
Tips lain untuk berargumen secara efektif adalah tempatkan diri di posisi pasangan. Diskusikan mengapa orang baik yang kita cintai ini bisa melakukan kesalahan atau hal tidak Mommies sukai. Cara tersebut membantu Mommies lebih memahami tindakan pasangan sehingga tidak gegabah menyalahkannya.
Sangat mudah membiarkan emosi menguasai diri. Namun, cobalah semampunya agar tidak mengancam bercerai atau meninggalkan pasangan ketika sedang menghadapi konflik. Terlepas dari apakah bersungguh-sungguh atau hanya terbawa emosi, kata-kata itu dapat meninggalkan luka yang bertahan lama pada pasangan. Ia bisa merasa tidak aman dalam hubungannya dan menjadi selalu cemas ketika menghadapi konflik.
BACA JUGA: Silent Treatment, Cara Hindari Konflik yang Berujung Merusak Hubungan
Jika pertengkaran dengan pasangan membuat Mommies selalu merasa tidak aman secara fisik, emosional, atau psikologis, itu adalah tanda bahaya besar, menurut para ahli. Pertengkaran pasangan bisa dikatakan sehat jika itu terasa setara dan aman.
Jika Mommies merasa perdebatan dengan suami sangat mengganggua dan kalian berdua tampaknya tidak bisa melakukannya dengan benar, mungkin sudah saatnya menemui seorang profesional untuk meminta bantuan.
Sumber: Glamour, Verywell Mind