Tujuh kesalahan saat bertengkar dengan pasangan yang umum dilakukan ini bukannya menyelesaikan keributan, tapi malah bisa menjadi bahan bakar tambahan.
Tidak soal berapa lama usia sebuah perkawinan, bertengkar dengan pasangan pasti akan terjadi. Dan itu bukan hal yang perlu Anda khawatirkan. Yang menjadi masalah adalah jika ada emosi dan rasa frustasi yang terpendam. Nah, yang Mommies perlu tahu adalah cara beradu argumen yang sehat itu seperti apa. Jadi, mari kita belajar untuk tidak melakukan tujuh kesalahan saat bertengkar ini dan saat amarah mulai naik ke ubun-ubun.
JANGAN #1: Fokus pada problem, bukan solusi
Judy Ho, Ph.D, seorang neuropsychologist , dosen ilmu Psikologi di Pepperdine University, dan salah satu pemandu acara televisi “The Doctors” mengatakan, “Pertengkaran tidak akan muncul kecuali Anda punya ketidakpuasan yang dipendam. Jadi, agar pertengkaran bisa menjadi hal yang produktif dan membangun, ekspresikan keluhan Anda , jelaskan kepada pasangan bagaimana perasaan Anda, lalu segera cari solusinya.” Begitu Anda berdua sudah ada di fase ingin menyelesaikan masalah, bicarakan jalan keluarnya dan ingat ya, jangan saling menghakimi.
JANGAN #2: Pakai istilah hiperbola seperti “SELALU” dan “TIDAK PERNAH”
Pernyataan seperti “Kamu selalu begitu” atau “Kamu nggak pernah begini” bukan cuma sooo dramatic, tapi juga seringnya nggak benar. Mengatakan itu kepada pasangan, hanya akan membuat dia jadi lebih defensif. Alih-alih mendengarkan keluhan Anda, dia malah sibuk mencari celah untuk meng-counter serangan Anda sebelumnya. Sebaiknya, pilih kata ‘pernah’, ‘kadang-kadang’ atau ‘sesekali’.
JANGAN #3: Pakai “kamu” bukannya “saya”
Memilih “kamu” dalam kalimat-kalimat saat bertengkar dengan pasangan juga akan bikin pasangan bertindak defensif. Misal, Anda bilang, “Kamu yang bikin semua berantakan…” atau “Kamu yang selalu bikin saya sedih”. “Pernyataan yang tujuannya untuk menyalahkan ini seringkali malah memicu kemarahan pasangan dan Anda sendiri jadi makin frustrasi,” jelas Mark Mayfield, Ph.D., konselor profesional berlisensi. Jadi sebaiknya bilang begini, “Saya merasa sedih karena….” Atau “Saya butuh kamu untuk…” Dengan begitu, Mommies bisa menyampaikan keluh kesah di hati tanpa pasangan merasa jadi sumber masalah.
Baca juga: Sumber Pertengkaran Orang tua yang Baru Punya Bayi
JANGAN #4: Nggak sabar ingin bicara, abai mendengarkan
Wajar jika kita ingin segera merespon dan membela diri. Dan keinginan ini semakin besar ketika kita terlibat pertengkaran. “Masalahnya adalah ketika kita sedang adu argumen kita nggak sudi jadi pihak yang mau mendengarkan. Hasilnya? Amarah membuat kita sulit menangkap rangkaian kalimat dan hanya fokus merancang pembelaan tanpa mau mendengarkan pasangan,” terang Mayfield lagi. “Rahasianya? Dengarkan. Perhatikan nada suara, bahasa tubuh, perasaan, dan ungkapan hati pasangan. Setelah itu ulangi kembali perkataan pasangan Anda poin per poin sehingga ia merasa diperhatikan. Lalu, cari jalan keluarnya,” papar Dr. Sudhir Gadh,psikiater yang berpraktik di New York.
JANGAN #5: Lari dari masalah yang belum selesai
Entah meninggalkan dia dengan masuk ke dalam kamar, pura-pura mengerjakan hal lain di dapur, atau pulang ke rumah orangtua, itu semua bukan cara orang dewasa. Merasa perlu mendinginkan hati dan kepala itu sah-sah saja, tapi jangan pergi sebelum masalah selesai. Duduk bersama, ungkapkan perasaan dengan suara yang lembut, jika masalah belum bisa diselesaikan dengan tuntas saat itu juga, jangan meninggalkan pasangan dalam keadaan murka membabi buta.
JANGAN #6: Saling memaki di depan anak-anak
Orang tua perlu memikirkan caranya mereka bertengkar dan efeknya terhadap tumbuh kembang anak. Orang tua yang sering saling memaki atau saling mendiamkan sebagai tanda protes akan menciptakan masalah. Balita, anak-anak, dan remaja dapat memperlihatkan tanda-tanda perkembangan otak yang terganggu, kesulitan tidur, kecemasan, depresi,dan problem kesehatan serius lainnya akibat tumbuh di keluarga yang orang tuanya sering berkonflik, ini juga termasuk silent treatment.
JANGAN #7: Curhat di media sosial atau orang lain yang nggak berkepentingan
Paham kok, ketika perasaan kesal mulai menumpuk di dada, hal pertama yang umumnya ingin dilakukan adalah curhat. Mencari teman untuk ada di pihak kita. Entah di media sosial, kepada sahabat, orang tua, kakak, adik, atau yang lebih gawat lagi, tergoda untuk curhat kepada pria yang kita tahu menyimpan rasa. Tapi, Marni Feuerman, psikoterapis berlisensi yang berpraktik di Boca Raton, Florida mengatakan, “Tindakan itu akan mencederai kepercayaan pasangan kepada Anda.” Dan ingat ini, begitu Anda mem-posting curhatan di media sosial, you can’t undo that. Kalau memang butuh curhat, pastikan Anda memilih seseorang yang bisa dipercaya dan bisa memberi saran dengan jujur dan netral.
Baca juga: 12 Tanda Perselingkuhan Emosional yang Mungkin Sedang Anda Lakukan
Sumber artikel: nbcnews.com; rd.com
Image: Photo by Timothy Eberly on Unsplash