Hubungan pernikahan itu nggak selamanya mulus. Pun tidak ada suatu peristiwa penyebab konflik besar, setiap pasangan pasti pernah adu argumen. Bukan hanya soal perselingkuhan, harta, pekerjaan, atau anak saja yang bisa bikin pasangan itu bertengkar. Mereka yang sudah belasan sampai puluhan tahun berumah tangga, nggak berarti hubungan pernikahannya lebih sehat.
Penyebabnya bisa saja sesimpel bahwa dua insan manusia dengan dua karakter, dua latar belakang berbeda, dua isi hati dan pikiran ini gagal mampu mencari sudut-sudut cara berkomunikasi yang tepat. Jika selama ini pakai cara sendiri tak cukup berhasil untuk mengatasi persoalan yang berulang dalam rumah tangga, ternyata menjalani terapi bersama pasangan ke seorang psikoterapis/psikolog pernikahan bisa sangat membantu, lho, mommies.
Jujur, dari beberapa orang yang saya kenal dan mengalami persoalan dari ringan hingga berat dengan pasangannya lalu memilih menjalani terapi bersama pasangan, mengalami pemulihan hubungan yang lebih positif, dibandingkan mereka yang tidak. Setidaknya, ini 5 manfaat yang mereka rasakan setelah menjalani terapi pasangan.
Bukan berarti sudah menjalani terapi, lalu nggak pernah berantem sama sekali, ya! Dengan mengikuti terapi, setiap pasangan dilatih untuk mampu menjembatani gaya komunikasi yang berbeda dengan pasangan yang lain. Misalnya saat pasangan marah, kita bisa lebih mengerti kapan dan bagaimana harus merespon. Sesimpel membiarkan pasangan reda amarahnya, atau dalam kasus saya, nggak boleh dicuekin. Hahaha...
Tips: Saat menyelesaikan konflik, coba set timer diri selama 5 menit untuk bicara bergantian. Saat pasangan bicara mengeluarkan isi hati, kita diam, tenang dan nggak “nge-gas”. Begitupun sebaliknya. Jadi sama-sama belajar adil dengan kesadaran penuh.
Buat sebagian orang, memendam persoalan sepele mungkin dianggap bisa menghindari konflik. Tapi bayangkan jika seumur hidup memendamnya lalu tiba-tiba terusik dan meledak? Inilah pentingnya terapi. Setiap pasangan bisa membahas segala unek-unek mulai dari yang kecil, dan belajar mengatasinya, sebelum menjadi besar.
Tips: Lakukan kegiatan bersama yang menyenangkan untuk memperkuat bonding dengan pasangan, misalnya masak, olahraga, atau kemping berdua, supaya makin “klik”.
Kadang kita nggak kepikiran untuk membahas sesuatu sebelum sesuatu itu menjadi konflik. Dengan terapi, pasangan belajar untuk mengkomunikasikan suatu topik dari akar permasalahannya dan dampak-dampaknya dalam jangka panjang.
Misalnya, nih, dalam urusan mau punya anak. Dari mulai jumlahnya, jarak lahir, gaya pengasuhan, sampai ke pendidikannya nanti, pasti ada perbedaan pandangan di setiap pasangan. Dengan membahasnya satu per satu, kita dan pasangan jadi mampu memahami prioritas dan sudut pandang satu sama lain. Cara ini efektif untuk membangun hubungan jangka panjang, terutama bagi pasangan yang mau menikah.
Tips: Buat daftar pertanyaan (atau, bisa juga minta terapis mommies untuk menyediakannya), lalu luangkan waktu bersama 1 atau 2 minggu sekali untuk mendiskusikan 3 pertanyaan paling penting bagi masing-masing, supaya Anda dan pasangan tahu apa yang paling mengganjal di benak masing-masing.
Bagaimana, sudah kebayang mau ikut terapi bersama pasangan? Kalau iya, pastikan ikuti setiap sesi dengan disiplin dan komitmen penuh, supaya membuahkan hasil yang bermanfaat.
Baca:
Karantina Berbulan-bulan dengan Pasangan Mengajarkan Saya Bahwa Pernikahan Itu …
Harapan vs. Realita Pernikahan
Mindset Wajib dalam Pernikahan: Sebagai Suami Istri, Kita Adalah Satu Tim!