Salah satu hobi para orangtua baru adalah: posting SEMUA aktivitas si kecil di social media, entah itu penting atau nggak. Sebelum kebablasan dan malah membahayakan nyawa anak, coba pahami dulu panduan menggunakan sosial media untuk orangtua baru.
Sebelum jadi orangtua saya memandang sosial media sebagai sarana digital yang (masih) menyenangkan. Karena bunyi status atau postingan foto saya dan juga teman-teman saya sifatnya fun dan belum ada beban hidup *EH, ahahaha. Ya iyalah, gimana nggak fun. Wong isi time line FB saya, seputaran kegiatan perkuliahan, jalan-jalan, dan wisata kuliner.
Image: www.mobilemarketingwatch.com
Perspektif saya sekitar tiga tahun lalu mulai bergeser. Mungkin karena setelah menjadi orangtua, lini masa saya juga mau nggak mau seputaran parenting dan sesama ibu-ibu. Kemudian saya merasa kalau social media ini lebih seperti ajang pamer dari para ibu tentang kehebatan anaknya atau kehebatan dirinya sendiri sebagai ibu (ini menurut saya dan beberapa teman dekat saya sih..). Bahkan saya pernah merasa terintimidasi dengan postingan ibu lain (well, ini mungkin salah saya juga, kenapa harus merasa terintimidasi :D).
Misalnya ketika saya melihat postingan ibu-ibu yang memamerkan hasil ASIP mereka. Notabene, saya yang saat itu baru tiga bulan menyusui, masih dalam kategori pejuang ASI bau kencur, nyali saya sempat ciut. Melihat stok ASIP ibu-ibu lainnya sekulkas penuh? Lalu memandang nanar, stok ASIP milik Jordy, satu freezer aja belum penuh *__*.
Atau ketika para orangtua baru sibuk menampilkan foto anaknya dengan menambahkan caption yang super detail sehingga yang membaca merasa seperti membaca buku silsilah keluarga :D. Nama lengkap anak, berat badan, usia, lagi spa di mana, MPASI favoritnya, si anak alergi apa endebra endebra (btw, saya juga pernah menuliskan hal yang sama seperti nama lengkap, berat badan dan tinggi bada Jordy).
Pertanyaan saya..... apa manfaatnya untuk follower saya atau Anda segala macam detail tentang anak? Mungkin kalau sekadar produk favorit untuk bayi okelah, bisa sharing pengalaman, atau gimana mengatasi alergi si kecil. Tapi kalau semuaaaaa informasi kita tampilkan, ingat nggak kita kalau yang membuka akun social media kita bisa aja orang jahat!
Baca juga: Ajukan 6 Pertanyaan Ini Sebelum Posting Foto Anak di Social Media
Dari sinilah, saya mendapat pelajaran, orangtua baru juga mesti tau, gimana mereka menggunakan sosial media tanpa membahayakan anak, diri sendiri dan bukan jadi ajang orangtua yang narsis!
Sekecil apapun informasi yang kita berikan pada caption foto si kecil, bisa jadi sesuatu yang berharga buat mereka yang punya niat jahat. Misalnya, jangan tag location sekolah anak, foto anak yang masih terlihat identitas sekolah di seragamnya, apalagi pose di depan papan nama sekolah yang tercantum alamat lengkap sekolah si kecil.
Kalau mau lebih aman lagi, kita bisa setting di masing-masing platform sosial media, siapa saja yang bisa melihat foto si kecil. Oh iya, penting juga menghindari posting si kecil dalam keadaan telanjang *__*, soalnya ada nih, kejadian nyata. Anaknya Mbak Fia, rekan kerja di MD, protes tentang foto kecil mereka yang sempat terekam dalam keadaan telanjang, dan dipajang di rumah, yang memungkinkan dilihat oleh orang lain yang datang bertamu. Sebatas disimpan di dalam album saja, masih okelah.
Baca juga: Cari Tahu Postingan Foto yang Disukai Pedofilia
Baru-baru ini saya sempat baca status seorang teman, yang intinya mempertanyakan kebiasaan sebagian orang yang makin mudah menyebarkan berita bohong, padahal mereka cukup berpendidikan. Ini nggak hanya menyoal berita politik, hukum dan semacamnya. Hal yang sama juga berlaku pada dunia parenting. Saya masih menemukan, informasi yang misleading, misalnya tentang vaksin. Hari gini, masih ada yang anti vaksin? Come on, silakan perbanyak ngobrol dengan para dokter dan penjuang vaksin, betapa vaksin nggak hanya menyelamatkan anak kita sendiri, tapi juga anak-anak di sekitar kita. Soal kesehatan anak pastikan kita cek apakah sumber website yang di-share terpercaya dan adakah artikel tersebut menggunakan narsum yang punya kredibilitas?
Baca juga: Yuk!, Berhenti Memamerkan Kebodohan di Social Media
Nggak setiap jam juga kali, posting foto anak. Dikit-dikit cerita tentang tingkah polahnya. Jumawa sama pencapaian kita sebagai orangtua. Begitu juga soal memberikan komentar ke sesama ibu. Janganlah komentar yang menyudutkan seseorang, jika memang dirasa perlu meluruskan informasi yang dia share, personal message aja, akan lebih manusiawi :)
Baca juga:Jangan Jadi Orangtua Narsis
Mommies ngeh nggak, dari sekian banyak teman kita di Facebook, kita bisa mengategorikan pertemanan kita sesuai karakter masing-masing. Misalnya pas lagi merasa terlalu lelah dengan pekerjaan kantor atau usaha yang lagi dijalankan. Bisa tuh, lihat group yang diberi nama “Mommies with anti-perfection movement.” Atau lagi ngerasa overload dengan berita-berita hoax, tinggal main ke group yang punya nama “Good people, good attitude.” Dan seterusnya.
Mungkin ini bisa dilakukan sebelum si kecil lahir. Buat daftar, website dengan content 101 parenting, dalam dan luar negeri (jangan lupa masukkan Mommies Daily, ya, mommies :D). jadi begitu menemukan informasi yang diragukan kebenarannya, bisa kroscek dari beberapa alamat website yang mommies punya. Sertakan pasangan dalam proses ini. Masing-masing dari kita pegang datanya juga. Misalnya kita nggak sempat cek, pak suami bisa bantu. Dan sebaliknya.
Pernah nggak menghitung berapa kali, kita motret si kecil dalam sehari? Misalnya 10 kali, kalikan 30 hari dan setahun! Ada 3.600 foto, dan nggak semuanya masuk kategori foto yang bagus, kan? Belum lagi video, hadeeuh, pantesan memori HP saya cepet banget penuh pas punya anak, ahahaha. Nah, mulai deh biasakan back up foto-foto si kecil, ke dalam hard disk external atau media online lainnya yang menyediakan fitur menyimpan foto (tapi bukan taruh semuanya di album foto FB, ya!)
Last buat not least, sebaiknya berpikir sekian kali kalau mau posting status yang bernada negatif. Kalau setiap hari kerjaannya hanya ngeluh karena capek kerja, tapi masih harus pumping, bolak balik RS vaksin anak, dan lain-lain. Yaaa, itu namanya konsekuensi, kan? Hati-hati, lho, mommies rekam jejak kita di sosial media akan terekam selamanya.