"Ibuuuuu... kalau lagi aku ajak ngobrol jangan sambil lihat handphone, dong!"
Suatu kali, Bumi, anak saya pernah melontarkan kalimat ini ke saya. Begitu mendengarnya, saya seperti ketampar. Lebih menyedihkan lagi, anak saya ini nggak cuma sekali saja protes mengenai hal ini. Saya masih ingat betul, suatu malam Bumi pernah curhat ke bapaknya. Kira-kira begini percakapannya:
"Bapak, aku kalau lagi main sama ibu suka kesel, deh."
"Kesel kenapa?
"Iya, Ibu kalau lagi main sama aku suka nggak konsen."
"Nggak, konsen gimana maksudnya?
"Iya, Ibu kalau lagi main sama aku masih aja sering pegang handphone."
"Ya, mungkin ibu lagi ada yang perlu dilihat makanya jadi pegang handphone dulu..."
*foto dari sini
Aaaah.... meskipun suami saya bisa menimpali dengan kalimat yang seakan menutupi dosa saya, tapi kalau ingat hal ini rasanya bikin saya mau mewek. Hiks... sedih rasanya kalau ingat sebenarnya apa yang dikatakan Bumi ini memang benar. Sering kali kalau sudah di rumah, mata saya nggak bisa lepas dari handphone.
Meskipun hanya beberapa saat, sekedar untuk membalas email, membalas whatsapp, atau sekedar memantau time line sosial media. Sementara saya juga paham sekali kalau saat berbicara dengan anak, mata kita pun harus ikut berbicara. Saat ngobrol dengan anak, kita perlu melihat matanya bukannya malah terpaku pada handphone.
Sempat mendapat protes dari anak lanang seperti ini, akhirnya membuat saya kembali membulatkan tekad untuk melakukan digital detox. Sebenarnya, digital detox selalu masuk dalam resolusi parenting saya di akhir tahun. Maunya ketika sudah pulang kerja, saya nggak perlu membuka laptop dan handphone. Setidaknya ini berlaku sampai Bumi tidur pulas.
Tapi kalau dipikir-pikir digital detox perlu dilakukan bukan saja saat bersama anak, ketika ngobrol sama suami pun sebaiknya nggak perlu ada gadget. Pun ketika kalau kita sedang kumpul dengan beberapa sahabat. Intinya, sih, digital detox ini memang perlu dilakukan dalam keseharian.
Ngomongin soal digital detox saya jadi ingat dengan salah satu sikap yang selalu dijalankan teman baik saya. Menurut saya, sih, apa yang dilakukannya ini cukup ekstrim, ketika ia sudah masuk ke dalam rumah, handphone-nya pasti sudah dalam keadaan mati. "Jadi, sorry aja kalau gue nggak bisa ngerespon email atau chatting dengan cepat, karena handphone baru akan nyala saat mau berangkat ke kantor," begitu katanya. Untuk menghindari godaan sosial media, teman saya ini pun sampai menghapus semua sosial media dari handphone-nya.
Setiap orang pasti punya cara ataupun keputusan yang berbeda-beda dalam hal digital detox ini. Saya pun demikian. Sebelum jadi 'budak' gadget, ada beberapa cara yang sudah dan akan saya lakukan dalm rangka digital detox.
Akui kalau memang kecanduan gadgetSetelah mendapatkan protes dari Bumi, saya pun akhirnya me-rewind kembali, sejauh mana, sih, saya adiksi dengan gadget? Paling nggak ada beberapa pertanyaan yang saya ajukan untuk diri sendiri. Misalnya, nih, seberapa sering saya memegang handphone ketika bersama anak? Berapa sering saya harus menjawab email atau chatting? Kalau memang ternyata waktu bermain dengan anak lebih banyak terganggu karena gadget, ya, memang harus diakui kalau kita butuh digital detox.
Kapan digital detox ini dimulai?Langkah selanjutnya adalah memutuskan kapan detox ini akan dimulai? Untuk memulainya nggak ada salahnya dilakukan secara bertahap. Misalnya, saat akhir pekan coba deh jauhnya smartphone, terutama kalau kita sedang menghabiskan waktu bersama keluarga.
Jam bebas gadgetSudah bisa dipastikan, ya, kalau kita nini nggak mungkin bercerai dari gadget. Meskipun begitu, tetap saja gangguan dan distraksinya yang terus menerus itu yang perlu dihindari. Nah, salah satu cara terbaik adalah dengan memiliki jam bebas gadget sehingga kita bisa bebas dari distraksi dan gangguan yang ditimbulkan gadget. Di saat jam bebas gadget, kita bisa melakukan suatu aktivitas dengan lebih fokus.
Umumkan rencana detoxKalau memang punya rencana melakukan digital detox, nggak ada salahnya, lho, untuk melakukan pemberitahuan orang lain. Rekan kerja, misalnya. Paling tidak pengumuman ini bisa membuat mereka menjadi paham apabila pada saat tertentu tiba-tiba saja kita jadi sulit terjangkau. Beri tahu juga, apabila memang sifatnya sangat penting bisa langsung telepon sebagai alternatif jalur komunikasi lainnya.
Matikan push notificationsSuka penasaran nggak, sih, kalau melihat ada notifikasi di handphon, baik notifikasimedia sosial ataupun email? Sadar kalau notifikasi ini sering memancing untuk memegang handphone, nggak ada salahnya untuk mematikan push notifikasi ini. Tapi, tetap tentukan waktu khusus untuk memeriksanya.
Biarkan handphone dalam keadaan matiSalah satu cara yang bisa kita tempuh adalah, ketika pulang kerja dan melihat baterai handphone sudah mau habis, biarkan saja. Kita nggak perlu langsung charge handphone. Kondisi gadget yang habis daya tersebut dapat kita manfaatkan sebagai masa detoksifikasi. Kalau memang sudah malam dan anak sudah tidur, charge lagi baterai gadget.
Reset jam biologis kita.Supaya sukses melakukan Detox Digital, kita ternyata memang harus memutuskan hubungan dengan teknologi internet untuk beberapa waktu. Dengan begitu, kita pun punya waktu untuk menata ulang ritme baru yang akan kita terapkan saat kembali menggunakan dan terhubung dengan dunia digital. Tentunya harus disesuaikan dengan jam biologis kita.
Ubah kebiasaan.Siapa yang sering menggunakan alarm handphone untuk membangunkan tidur di pagi hari? Atau, siapa yang terbiasa meletakan handphone di sudut tempat tidur? *ngacung* . Nah, digital detox bisa dimulai dari mengubah kebiasaan tersebut. Kalau takut bangun kesiangan, gunakan saja jam weker, termasuk cari lokasi lain untuk menyimpan handphone. Meletakkan handphone di sisi tempat tidur, pasti bikin kita tergoda untuk sering memeriksa pesan online atau pun melihat notifikasi yang masuk. Satu hal yang paling penting, ketika membuka mata, untuk memulai hari coba deh jauhkan dari handphone. Lebih baik melakukan ritual morning hug buat anak dan suami. Setelah itu, bergegas menyiapkan sarapan.
Mana yang jadi prioritasDalam hidup kita memang selalu harus bisa menentukan mana yang prioritas dan mana yang nggak. Hal ini pun berlaku dalam menjalankan digital detox. Nggak jarang, waktu kita itu habis untuk menbaca dan membalas email yang masuk. Kondisi seperti ini sering kali membuat kita melupakan prioritas kita sendiri. Jadi, akan lebih baik kalau kita punya waktu khusus untuk memeriksa email dan meresponnya. Selain itu, akan lebih baik lagi kalau kita buat catatan kecil mengenai prioritas tugas yang harus dikerjakan. Kalau memanng sekiranya ada tugas yang bisa dilakukan bersama rekan kerja yang lain, nggak ada salanya juga meminta bantuan.
KomitmenOrang yang ingin menjalani digital detox harus mempunyai komitmen kuat. Namun, butuh proses untuk merealisasikannya. Jika merasa gadget sudah mendatangkan masalah, cobalah memodifikasi gaya hidup. Ketergantungan terhadap dunia digital memang harus diatasi.
Jadi, siapa yang berani letakkan gadget saat kita sudah sampai di rumah?