Berikut adalah 10 penyebab tertinggi perceraian yang bisa menjadi alarm untuk kita agar pernikahan kita bisa dijaga dengan baik. Apa saja 10 hal tersebut?
Hari ini dunia media sosial dibuat ramai dengan berita mengenai Ririn Dwi Ariyanti dan juga Kenang Mirdad yang digugat cerai oleh pasangan masing-masing. Mengenai alasan pastinya, tidak ada yang tahu kecuali masing-masing pasangan teresebut tentun saja.
Sudah pasti, saat memutuskan untuk menikah tidak ada satu pun yang berencana untuk bercerai, iya dong! Namun, perjalanan waktu ternyata bisa mengubah semuanya. Segala hal indah di awal berubah menjadi hal-hal yang bisa memicu perpisahan.
Dari hasil wawancara dengan mereka yang bercerai, juga dengan konsultan pernikahan, berikut adalah beberapa alasan atau penyebab tertinggi perceraian di masa sekarang. Apa saja?
Gambar dari sini
1.Kurangnya usaha untuk mempertahankan percikan-percikan asmara seperti waktu masa pacaran dulu. Sehingga hubungan pernikahan yang sudah berjalan sekian tahun terasa hambar. So, Mommies... luangkan waktu untuk pacaran berdua, ya, minimal 1 bulan sekali. Nggak hanya itu, harus loh, dandan cantik meski di rumah.
2. Adanya orang ketiga. Media sosial dan berbagai chatting application sering menyamarkan batasan-batasan dan tanpa kita sadari, apa yang kita lakukan sudah cukup menyakiti pasangan kita.
3. Faktor ekonomi. Women are awesome, buktinya banyak juga yang menjadi breadwinner di keluarga dan yang karirnya jauh lebih melesat daripada suaminya. Banyak memang yang tidak merasa bahwa itu masalah, yang menjadi masalah ketika para suami tidak terlihat bersemangat untuk mengejar ketertinggalan tersebut dan malah keenakan. Kalau di luar masalah penghasilan sang suami tetap menjadi suami dan bapak jempolan, sih, masih bisa dimaklumi. Tapi banyak juga yang suaminya menjadi tidak percaya diri dan berusaha untuk mendapatkan confidence booster dari perempuan-perempuan yang karirnya masih jauh di bawahnya. Atau bahkan berlabuh di pijat plus-plus. Ewwhh.
Baca juga: The Breadwinner Wives
4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), baik yang berupa fisik maupun psikis. Contoh kekerasan psikis di antaranya mengeluarkan kata-kata kasar di depan anak dan orang lain yang seharusnya tidak pantas mendengarnya.
5. Komunikasi tidak berjalan baik. Memang nggak bisa dipungkiri, sih, ketika sudah punya anak, momen untuk berdua dan diskusi panjang tentang sesuatu jadi lebih susah. Komunikasi lewat chatting pun sering diinterpretasikan berbeda. Terkadang, kita juga asik dengan kerjaan atau stalking akun tertentu dan menikmati kesendirian sampai lupa untuk bertukar kabar dengan suami sepanjang hari. Jadi, banyak masalah kecil yang tidak didiskusikan sampai akhirnya menumpuk. Kalau sudah begini, tinggal menunggu bom waktu saja, deh.
6. Intervensi pihak keluarga atau mertua. Nah, ini biasanya terjadi pada yang masih tinggal bersama keluarga.
7. Seperti nomor 3 di atas, banyak para istri yang mempunyai tekad kuat untuk selalu berkembang, baik dalam karir maupun pencapaian diri yang lainnya - misalnya dalam menjaga kesehatan, perbaikan kualitas hidup, menekuni hobi, mencari passion, sementara suami seperti diam di tempat. Efeknya ada semacam gap yang jauh antara value istri dan suami.
8. Losing identity, biasanya hal ini lebih banyak terjadi di pihak perempuan. Mereka yang sangat fokus memikirkan urusan rumah tangga, mengurus anak dan pasangan sehingga lupa untuk mengurus diri sendiri, bergaul serta bersosialiasi, menambah skill baru. Dan berakhir dengan suami yang merasa istrinya tidak lagi selevel sebagai partner hidup. Menyebalkan.
9. Tidak adanya kejujuran atau transparansi satu sama lain. Mulai dari urusan keuangan, kantor, dan sosial - dipendam sekian lama. Bahkan, mereka saling nggak tau siapa saja teman-teman kantor masing-masing. Coba, deh, dipikir lagi, apakah privacy dalam sebuah pernikahan itu masih diperlukan?
10. Usia pernikahan yang terlalu muda, akibatnya ego masing-masing masih terlalu tinggi dan satu sama lain tidak mau mengalah. Walaupun umur memang bukan jaminan kedewasaan seseorang, ya. Tapi tidak bisa dipungkiri, ketika muda dulu, kita lebih berani mengambil risiko, 'kan? Jadi memang lebih menyukai tantangan dan lebih emosional.
Sementara itu data lain yang tercatat di Badan Peradilan Agaman (Badilag) Mahkamah Agung (MA) menyatakan beberapa penyebab tertinggi perceraian adalah:
Mudah-mudahan pernikahan kita semua bisa langgeng sampai maut memisahkan. Atau bagi yang sudah berpisah, diberikan jalan kembali bertemu dengan belahan jiwa yang lebih baik. :)