Man Child dalam Pernikahan, Ketika secara Emosional Suami Belum Dewasa

Marriage

Mommies Daily・an hour ago

detail-thumb

Kenali fenomena man child dalam pernikahan, sifat laki-laki dewasa yang belum matang secara emosional dan masih bersikap seperti anak kecil.

Mommies, pernahkah merasa lelahnya dobel dalam pernikahan dan rumah tangga? Di satu sisi, Mommies adalah ibu luar biasa yang mengurus segala kebutuhan si Kecil. Namun di sisi lain, rasanya seperti punya satu ‘anak’ lagi yang sudah dewasa: suami sendiri. Jika Mommies sering menghela napas karena harus mengingatkan suami tentang hal-hal dasar atau membereskan kekacauannya, Mommies tidak sendirian. Ini adalah fenomena global yang dikenal sebagai “man child” atau “pria kanak-kanak”.

Ini bukan sekadar tentang suami yang hobi main game, ya, Mom. Ini adalah pola perilaku kronis dari pria dewasa yang menolak untuk tumbuh secara emosional. Ia seolah terjebak dalam kapsul waktu, membiarkan Mommies memikul beban ganda sebagai istri sekaligus ‘ibu’ pengasuh baginya.

Yuk, kita kenali lebih dalam fenomena Man Child dalam pernikahan ini, agar Mommies bisa memahami apa yang terjadi dan menemukan jalan keluarnya.

Apa Sebenarnya ‘Man Child’ Itu?

man child dalam pernikahan
Foto: Freepik

Secara sederhana, man child adalah suami yang secara emosional belum matang. Ia mungkin terlihat menawan dan lucu di awal, tapi di balik itu, ia tidak mampu berfungsi sebagai mitra yang setara dalam pernikahan. Ia bergantung pada Mommies untuk mengambil keputusan, mengelola emosi, dan membereskan masalah.

Dr. Berit Brogaard dalam tulisannya di Psychology Today menyoroti bahwa pria seperti ini sering kesulitan membangun hubungan jangka panjang yang stabil karena mereka menolak berkomitmen pada tanggung jawab kehidupan nyata. Pesonanya akan cepat luntur begitu Mommies sadar bahwa Andalah yang harus mengurus segalanya, mulai dari tagihan listrik hingga jadwal imunisasi si Kecil.

BACA JUGA: Bertengkar Sehat: 15 Aturan Fair Fight agar Rumah Tangga Langgeng

Tanda-Tanda Peringatan: Apakah Suami Mommies Seorang ‘Man Child’?

Coba cek, Mommies. Apakah tanda-tanda ini terasa sangat familier dalam kehidupan sehari-hari?

1. Ahli Menghindar dari Tanggung Jawab

Ini adalah ciri utamanya. Saat cucian piring menumpuk atau sampah harus dibuang, ia seolah ‘tidak melihat’. Saat ada masalah keuangan, ia menyerahkannya pada Mommies. Intinya, semua hal yang berbau “tanggung jawab orang dewasa” dianggap sebagai tugas Mommies.

2. Manajemen Keuangan yang Berantakan

Gaji mungkin ada, tapi selalu habis untuk hobi atau keinginan impulsifnya. Sementara Mommies pusing mengatur dana darurat dan biaya sekolah anak, ia bisa dengan santai membeli gadget terbaru tanpa diskusi. Tak jarang, ia masih bergantung pada bantuan orang tuanya.

3. Emosinya Naik-Turun seperti Anak Kecil

Saat keinginannya tidak dituruti atau saat Mommies memberinya kritik, reaksinya bisa seperti anak-anak. Mungkin ia akan marah besar, membanting pintu, atau melakukan silent treatment (mendiamkan Mommies berhari-hari). Percakapan sulit sering kali berakhir buntu.

4. Semuanya Harus tentang Dia

Dunianya berpusat pada dirinya sendiri. Waktu luangnya adalah untuk hobinya, bukan untuk membantu Mommies atau bermain bersama anak-anak. Saat Mommies sedang kewalahan mengurus si Kecil yang sedang sakit, ia mungkin lebih memilih pergi bersama teman-temannya.

5. Pura-Pura Tidak Bisa (Weaponized Incompetence)

Ini adalah taktik andalannya. “Aku nggak ngerti cara ganti popok,” atau “Aku nggak tahu cara bayar tagihan online.” Ia sengaja menunjukkan ketidakmampuannya agar Mommies menyerah dan akhirnya mengerjakan semuanya. Ini bukan karena ia tidak bisa, Momies, tapi karena ia tidak mau.

6. Anti Percakapan Serius

Ajak bicara soal masa depan, rencana tabungan pendidikan anak, atau penyelesaian konflik? Ia akan langsung mengalihkan pembicaraan, membuat lelucon, atau menatap ponselnya, berharap Mommies berhenti bertanya.

Mengapa Suami Bisa Jadi ‘Man Child’? Ketahui Akarnya

Perilaku ini tidak muncul begitu saja. Para psikolog setuju akarnya sering kali berasal dari masa kecil.

  • Pola Asuh yang Terlalu Memanjakan: Ini penyebab paling umum. Anak laki-laki yang sejak kecil selalu dilayani, tidak pernah diajari tanggung jawab, dan selalu diselamatkan dari konsekuensi perbuatannya, berisiko besar tumbuh menjadi man child. Dulu ada ibunya, sekarang ada Mommies yang menggantikan peran itu.
  • Takut Gagal dan Dihakimi: Dunia orang dewasa itu berat. Bagi sebagian pria, tetap bersikap kekanakan adalah cara untuk lari dari tekanan. Jika tidak pernah serius mencoba, maka tidak akan pernah merasakan sakitnya kegagalan.

BACA JUGA: Istri Lagi Marah? Ini 20 Hal yang Sebenarnya Ia Ingin Suami Lakukan

Efek Beban Mental untuk Mommies

Foto: jcomp on Freepik

Menjalani pernikahan dengan man child sangat menguras energi. Mommies pasti merasakan:

  • Mental Load yang Berlebihan: Otak Mommies bekerja 24/7, tidak hanya memikirkan jadwal anak, menu makanan, dan pekerjaan, tapi juga memikirkan kebutuhan dan “mengasuh” suami.
  • Kelelahan Fisik dan Emosional: Rasanya seperti menjadi single mom dengan suami yang tinggal serumah. Muncul perasaan kesepian, kecewa, dan marah karena merasa berjuang sendirian.
  • Kehilangan Diri Sendiri: Saking sibuknya mengurus semua orang, Mommies mungkin lupa kapan terakhir kali punya waktu untuk diri sendiri, untuk melakukan hal yang Mommies sukai. Identitas Mommies perlahan terkikis.

Cara Menyikapi Laki-Laki yang Sangat Man Child

Mengubah dinamika ini memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Kesejahteraan Mommies adalah prioritas.

1. Stop Menjadi “Ibu” untuknya

Ini langkah pertama yang paling berat. Berhenti membereskan kekacauannya. Biarkan ia merasakan konsekuensi dari tindakannya. Jika ia lupa membayar tagihan, biarkan ia yang berurusan dengan petugasnya.

2. Buat Batasan yang Jelas dan Tegas

Komunikasikan kebutuhan Mommies. Gunakan kalimat “Aku merasa…” agar tidak terdengar menyerang. Contoh: “Aku merasa sangat lelah dan butuh bantuanmu untuk memandikan anak-anak sore ini.”

3. Berikan Tanggung Jawab dengan Konsekuensi

Jangan lagi bertanya, tapi berikan tugas. “Tugasmu minggu ini adalah membuang sampah setiap pagi.” Jika tidak dilakukan, biarkan sampah menumpuk sebagai konsekuensi yang terlihat.

4. Pertimbangkan Bantuan Profesional

Terkadang, masalah ini sudah terlalu dalam. Jangan ragu mengajak suami untuk konseling pernikahan. Jika ia menolak, Mommies bisa mencari bantuan terapis untuk diri sendiri terlebih dahulu. Ini penting untuk menguatkan mental Mommies dan belajar cara terbaik untuk menghadapi situasi ini.

BACA JUGA: Para Istri Catat! Ini 15 Hal yang Suami Ingin Istri Lakukan Kalau Suami Lagi Marah

Mommies, ingatlah bahwa pernikahan adalah kemitraan yang setara. Mommies berhak memiliki pasangan yang dewasa, yang bisa diandalkan, dan yang berjalan beriringan bersama, bukan seseorang yang harus terus-menerus dituntun. Kesehatan mental dan kebahagiaan Mommies sangatlah berharga.

Penulis: Kalamula Sachi

Cover: Freepik