Pasangan suami istri pasti ada yang pernah mengalami perasaan berubah setelah menikah. Apa yang harus dilakukan? Menyerah atau berjuang? Ini saran pakar.
Dalam perjalanan pernikahan, perubahan perasaan adalah sesuatu yang wajar terjadi. Banyak pasangan yang mengalami fase di mana perasaan cinta yang awalnya begitu kuat perlahan-lahan terasa berkurang. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan dan bahkan kekhawatiran tentang masa depan hubungan mereka.
Namun, apakah perubahan perasaan ini berarti hubungan dan pernikahan harus berakhir? Atau justru ada cara untuk menghidupkan kembali api cinta dalam pernikahan?
“Kalau berdasarkan theory of love-nya Sternberg, cinta itu memang terdiri dari 3 hal; passion, commitment, and intimacy. Di awal-awal hubungan biasanya yang tinggi itu passion dan commitment makanya cinta terasa romantis dan menggebu-gebu. Seiring dengan berjalannya waktu, biasanya secara alami memang passion berkurang, dan yang dominan dirasakan adalah commitment dan intimacy. Itu yang membuat banyak pasangan secara natural mudah untuk hubungan menggebu-gebunya turun, dan jadi partner hidup saja. Ini makanya selalu diingatkan, bahwa menjaga cinta itu dibutuhkan,” jelas Nadya Pramesrani, M.Psi., Psikolog, CoFounder dari Rumah Dandelion, yang juga adalah seorang Psikolog Keluarga dan Pernikahan.
“Perasaan yang berubah dalam pernikahan memang jamak terjadi tapi tentu sebaiknya tidak diwajarkan,” saran Psikolog Nadya.
BACA JUGA: Diam-diam, Ini 7 Kekhawatiran yang Sering Dirasakan Suami, Istri Wajib Tahu
Setelah menikah, pasangan suami istri mulai menghadapi kenyataan hidup bersama yang berbeda dari masa pacaran atau awal pernikahan. Rutinitas, tanggung jawab, stres, dan berbagai dinamika lainnya bisa membuat hubungan terasa hambar. Beberapa tanda umum bahwa perasaan dalam pernikahan mulai berubah antara lain:
Hubungan jangka panjang, terutama pernikahan, mengalami banyak fase, termasuk masa-masa sulit. Yang perlu dipikirkan adalah apakah perubahan ini berarti cinta telah hilang sepenuhnya atau hanya mengalami stagnasi.
Psikolog Nadya mengingatkan pasangan suami istri jika hubungan memang tidak memuaskan agar jangan diwajarkan. Tapi diusahakan untuk bisa meningkatkan kualitas hubungan. Akui bila ada masalah. Pahami apa yang membuat masalah itu bisa muncul dan bertahan. Resources apa yang pasangan punya untuk bisa memperbaiki situasi, lalu do the work, terutama usaha dari kedua belah pihak. Bila hanya salah satu pihak yang berusaha, hal ini bisa menjadi pertimbangan lebih lanjut terkait apakah akan melanjutkan atau menyudahi hubungan.
Keputusan untuk bertahan atau mengakhiri hubungan harus dipertimbangkan dengan matang. Sebelum membuat keputusan besar, pertimbangkan pro dan kontra dari setiap pilihan. Terkadang, perasaan yang berubah hanya menunjukkan bahwa hubungan antara suami dan istri membutuhkan pembaruan dan usaha lebih dari kedua belah pihak. Sebenarnya, perubahan perasaan tidak selalu berarti pernikahan harus berakhir. Justru, ini bisa menjadi momen untuk introspeksi dan mencari cara untuk memperbaiki hubungan.
BACA JUGA: 8 Perbedaan Pasangan Suami Istri Baru dengan Pasangan Lama
Jika ingin mempertahankan pernikahan dan menghidupkan kembali cinta yang mulai redup, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh kedua belah pihak:
Langkah pertama adalah menyadari bahwa ada perubahan dalam hubungan. Jangan menganggap remeh perasaan yang berubah. Jika pernikahan lebih terasa seperti hubungan bisnis dibanding hubungan emosional, ini saatnya untuk bertindak.
Cobalah mengenang bagaimana hubungan dulu dimulai. Apa yang membuat Mommies jatuh cinta? Aktivitas apa yang sering dilakukan bersama? Mengulang kembali pengalaman-pengalaman menyenangkan dari masa lalu dapat membantu menumbuhkan kembali kedekatan.
Jangan sekadar mengatakan, “Aku tidak mencintaimu lagi,” dan menganggap ini adalah masalah pasangan. Sebaliknya, ajak pasangan berdiskusi dan cari solusi bersama.
Perhatikan kembali hal-hal kecil yang dilakukan pasangan dan hargai usahanya. Ucapan terima kasih, pujian, atau sekadar perhatian kecil dapat membuat perbedaan besar dalam hubungan.
Perubahan perasaan bukan hanya disebabkan oleh pasangan, tetapi juga oleh diri kita sendiri. Merenungkan apa yang telah berubah dalam diri sendiri dapat membantu memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Sering kali, setelah menikah pasangan lupa untuk tetap menjadi individu yang memiliki kehidupan sendiri. Mendukung hobi dan minat satu sama lain dapat membantu menciptakan keseimbangan dalam hubungan.
Alih-alih fokus pada kekurangan pasangan, cobalah untuk lebih menerima dan menghargai kelebihannya. Saling menghormati adalah kunci hubungan yang langgeng.
Hubungan yang sehat membutuhkan empati dan usaha dari kedua belah pihak. Belajar untuk memahami perasaan pasangan dan berkomunikasi dengan baik sangat penting untuk menjaga keharmonisan pernikahan.
Jangan biarkan pernikahan menghilangkan kebiasaan berkencan. Cobalah mengatur waktu khusus untuk pergi bersama, melakukan hal-hal menyenangkan, dan menghidupkan kembali romantisme dalam hubungan.
Selain faktor emosional, gaya hidup juga berperan dalam membangun hubungan yang sehat. Pasangan yang bersama-sama menjaga kesehatan, baik dari segi fisik maupun mental, cenderung memiliki hubungan yang lebih harmonis. Berolahraga bersama, menjaga pola makan yang baik, dan memiliki pola tidur yang cukup bisa membantu meningkatkan energi serta mempererat hubungan.
Hubungan yang sehat memungkinkan kedua belah pihak untuk tetap berkembang sebagai individu. Jika salah satu atau kedua-duanya merasa terjebak atau tidak bisa berkembang, hal ini bisa menyebabkan kebosanan dan kejenuhan. Oleh karena itu, penting untuk tetap memiliki tujuan dan ambisi pribadi yang didukung oleh pasangan.
Jika hubungan mulai terasa terlalu sulit untuk diperbaiki sendiri, mencari bantuan dari seorang terapis pernikahan bisa menjadi langkah yang bijaksana. Terapis dapat membantu menemukan akar permasalahan dan memberikan strategi untuk memperbaiki hubungan Mommies dan pasangan.
BACA JUGA: Nadya Pramesrani, Konflik dalam Pernikahan Pasti Ada, Pastikan Dilakukan secara Sehat
Cover: Freepik