Sosial media diramaikan dengan pembicaraan tentang Pernikahan Lavender atau Lavender Marriage. Mari pahami istilah ini lebih detail.
Bayangkan rasanya jadi selebriti dengan popularitas mendunia, dipuja-puja jutaan manusia. Semua privilege bisa didapat. Tapi, ada tapinya, status ini akan menjadi kehidupan yang sulit dan penuh beban ketika kita punya rahasia yang harus disembunyikan.
Seperti manusia pada umumnya, selebriti pun nggak bebas dari tuntutan masyarakat seperti keinginan para penggemar melihat idola mereka menikah dan punya anak. Nah, buat selebriti yang punya ‘pilihan berbeda’ tuntutan yang satu ini jelas jadi beban berat.
Demi menjaga karier, menyesuaikan diri dengan norma-norma masyarakat, dan menyembunyikan orientasi seksual mereka yang sebenarnya, akhirnya para selebriti inimenikah bukan karena cinta, tetapi karena kebutuhan untuk survive di dunia hiburan. Inilah inti dari pernikahan lavender atau lavender marriage.
Pernikahan lavender diartikan sebagai convenience marriage (MoC) untuk menutupi orientasi seksual salah satu atau kedua pasangan. Meskipun saat ini sedang ramai di media sosial, sebenarnya ini bukan fenomena baru. Lavender marriage justru sudah dipraktikkan sejak awal abad ke-20.
Lavender marriage banyak dilakukan oleh selebriti Hollywood di awal tahun 1900-an yang dilakukan demi melindungi popularitas, reputasi, karier, dan menghindari penghakiman oleh publik.
Pernikahan lavender biasanya dilakukan oleh pasangan heteroseksual dengan homoseksual atau biseksual, atau lesbian dengan gay. Jenis pernikahan ini jelas tidak dilakukan atas dasar romantisme dan cinta, melainkan sekadar demi menjaga citra di mata publik.
Ada kalanya, pasangan yang heteroseksual tahu pasangannya penyuka sesama jenis dan bisa mengabaikan hal itu. Namun ada juga pasangan yang heteroseksual sama sekali nggak tahu bahwa istri atau suaminya memiliki orientasi seksual berbeda.
Apakah hanya selebriti yang melakukannya? Tidak juga. Orang-orang dari semua lapisan masyarakat telah menggunakan ‘jalur evakuasi’ ini.
Contoh pasangan ternama yang melakukan pernikahan lavender adalah aktor Rock Hudson dan Phyllis Gates, Katharine Hepburn dan Spencer Tracy, Raja Richard the Lionheart dan Berengaria, dan masih banyak lagi.
BACA JUGA: 14 Mitos Pernikahan yang Bikin Orang Terjebak, Calon Pengantin Wajib Tahu!
Berikut adalah alasan mengapa bagi sebagian individu, lavender marriage dianggap sebagai solusi:
Pernikahan lavender kerap kali diawali dengan komunikasi yang jelas antara pihak-pihak yang terlibat. Pasangan suami istri menyetujui pernikahan tersebut dengan memahami orientasi seksual masing-masing dan alasan pribadi di balik terjadinya pernikahan tersebut.
Saling memahami dan bersepakat adalah landasan bagi pernikahan mereka, memastikan bahwa kedua belah pihak memiliki harapan yang selaras dan dapat saling menghormati.
Zaman yang kian modern ini tidak selalu memuluskan harapan komunitas LGBTQ+ sehingga pernikahan lavender dianggap sebagai solusi untuk mendapatkan keamanan sosial. Ini memungkinkan bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan harapan dan keingintahuan masyarakat terhadap kehidupan pribadi mereka.
Perlindungan sosial ini bermanfaat khususnya di lingkungan masyarakat yang sangat konservatif, lingkungan profesional, atau industri yang punya stigma signifikan terhadap non-heteroseksual. Dengen melakukan pernikahan lavender, ini memungkinkan bagi mereka untuk menjaga citra publik, privasi pribadi, sekaligus menjaga kesejahteraan mental dan emosional mereka.
Menikah dan punya anak adalah impian banyak orang yang menjalani kehidupan normal. Tetapi bagi sebagian orang dengan orientasi seksual tertentu, menikah dengan lawan jenis dan memiliki keturunan menjadi tuntutan dan bahkan tekanan.
Nah, pernikahan lavender dinilai mampu memenuhi ekspektasi keluarga karena mengurangi konflik. Cara ini memungkinkan mereka untuk memenuhi harapan keluarga dan menjaga keharmonisan tanpa harus mengungkapkan orientasi seksual mereka yang sebenarnya.
Pernikahan memberikan banyak keuntungan hukum dan finansial, termasuk keringanan pajak, hak waris, dan tunjangan perawatan kesehatan.
Bagi Sebagian individu, pernilahan lavender adalah cara untuk mendapatkan manfaat-manfaat tadi. Hal ini khususnya dianggap penting di negara-negara di mana tidak adanya pengakuan secara hukum terhadap perkawinan sesama jenis.
Uniknya, meskipun tidak didasari atas perasaan cinta romantis, pasangan dalam pernikahan lavender yang sama-sama saling terbuka sering kali memiliki ikatan persahabatan, rasa hormat, dan saling mendukung.
Kondisi ini menjadi sumber kenyamanan, dukungan emosional, dukungan intelektual, dan stabilitas yangmembuat pasangan suami istri merasa lebih mampu menghadapi dan mengatasi beragam tantangan hidup.
Mereka yang menjalani pernikahan lavender ada yang memiliki keinginan untuk punya dan membesarkan anak mereka sendiri. Dan perkawinan ini dinilai dapat menyediakan lingkungan yang stabil dan terstruktur untuk melakukannya. Mereka ingin menjadi orang tua pada umumnya yang berbagi tanggung jawab dan kasih sayang dalam membesarkan anak bersama-sama.
Pernikahan ini dianggap dapat memberikan pengakuan hukum dan sosial yang sangat penting bagi kedua orang tua dalam membesarkan anak.
Dalam profesi atau industri tertentu, pernikahan sering kali dianggap sebagai penanda stabilitas dan kedewasaan seseorang. Bagi individu-individu dengan orientasi seksual penyuka sesama jenis, pernikahan lavender dianggap sebagai solusi untuk memperoleh kemajuan karier.
Hal ini khususnya relevan di sektor-sektor bisnis yang konservatif dan jenis-jenis karier di mana reputasi baik berperan penting.
Tapi, sama seperti pernikahan pada umumnya, pernikahan lavender juga nggak lepas dari masalah. Beberapa ahli bahkan mengatakan bahwa orang-orang yang menjalani pernikahan lavender malah mengalami lebih banyak konflik internal, tekanan identitas, dan hubungan interpersonal yang kurang ideal.
Melakukan pernikahan lavender untuk menyamarkan hubungan sesama jenis dari suami/ istri, keluarga, dan masyarakat, mungkin tampak seperti ide yang brilian, namun pada kenyataannya, tidak sesederhana itu.
Ketegangan emosional merupakan konsekuensi yang signifikan karena individu dalam pernikahan lavender berjuang menghadapi dikotomi antara kepribadian di depan publik dan fakta yang sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan tekanan emosional yang menghasilkan kecemasan, depresi, dan krisis identitas.
Tidak adanya perasaan romantis yang nyata menciptakan ketidakpuasan. Individu yang heteroseksual dan tidak tahu orientasi seksual yang sesungguhnya dari pasangannya akan menghadapi konflik perasaan, Kurangnya kemesraan, dukungan, pemenuhan kebutuhan batin dan emosional membuatnya merasa kesepian dan sendirian.
Masalah ini bisa timbul ketika keluarga kedua belah pihak ingin agar pasangan suami istri dalam pernikahan lavender untuk segera punya anak padahal mereka merasa itu hal yang nggak mungkin dilakukan.
Belum lagi munculnya dorongan yang amat besar untuk sesering dan selama mungkin bisa berada bersama pasangan mereka yang ‘sebenarnya’. Hal ini dapat menjadi kian rumit ketika pasangan suami istri ini tinggal bersama keluarga istri atau suami.
Anak-anak yang dibesarkan dalam pernikahan lavender dapat menghadapi tantangan mulai dari harus memahami dinamika keluarga yang tidak konvensional, menghadapi persepsi dan stigma negatif dari masyarakat, tekanan emosional, dan kebingungan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang identitas seksual dan hubungan mereka kelak dengan orang lain.
BACA JUGA: 10 Masalah yang Sering Terjadi dalam Pernikahan, Bisa Picu Perceraian
Cover: Luis Quintero on Pexels