Menurut psikolog, beberapa ciri dari pasangan yang berpotensi melakukan KDRT nggak selalu kentara. Please beware sebelum menjadi korban kekerasan fisik.
Ada Pepatah mengatakan, “Lain pacaran, lain menikah”, mungkin ada benarnya bagi sebagian pasangan. Ketika pacaran, semua tampak manis. Setelah menikah, mulai terkuak tabir perilaku asli pasangan, alias kasar. KDRT mulai jadi bagian dalam rumah tangga.
Menurut data dari KemenPPPA seperti dilansir dari MetroTVNews.com, hingga Oktober 2022 terdapat 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia. Sebanyak 79,5% atau 16.745 korban adalah perempuan, dan 2.948 korban adalah laki-laki. Tak berbeda jauh, data statistik di Amerika juga menunjukkan bahwa 1 dari 4 wanita dan 1 dari 9 pria mengalami kekerasan fisik dari pasangannya.
Dan mengutip kekerasan.kemenpppa.go.id, data per 1 Januari 2024 hingga saat ini (real time), jumlah kasus mencapai 16.083 dengan 3.425 korban laki-laki dan 13.988 korban perempuan.
KDRT nggak selalu langsung terjadi di awal pernikahan. Bahkan, KDRT umumnya tak langsung berwujud kekerasan fisik. Melansir Goodhousekeeping.com, menurut Judy Ho, Ph.D., seorang pakar neuropsikologi klinis, ada tanda-tanda awal berupa kekerasan non fisik sebelum terjadi kekerasan fisik. Tanda-tanda ini nggak selalu kentara, bahkan sekilas nggak tampak berbahaya pada awalnya.
Namun, justru di situlah perangkapnya. Sebab, itu adalah cara cara pelaku untuk mengisolasi dan menanamkan rasa takut kepada pasangan, sehingga pasangan merasa tak punya tempat untuk meminta bantuan. Ketika sudah semakin terisolasi, maka pelaku KDRT akan mulai melancarkan aksi kekerasan fisik.
Para pakar menyarankan, jika pasangan menunjukkan ciri-ciri berikut, fix, korban harus segera cari bantuan sebelum mengalami kekerasan fisik.
Siapa sangka rajin menghujani pasangan dengan pujian dan kasih sayang secara berlebihan justru bisa menjadi salah satu ciri pasangan yang bisa melakukan KDRT? Menurut para ahli, seringkali para pelaku memulai KDRT dengan love bombing.
Mereka menciptakan siklus perilaku dari yang sangat manis, kemudian dibumbui dengan sikap kasar, kemudian berubah kembali menjadi manis, begitu seterusnya. Sikap manis pelaku dibuat untuk menanamkan memori di benak pasangan bahwa pelaku memang baik, sehingga mempermudah korban untuk memaafkan pelaku, dan korban tak menyadari bahwa kekerasan sudah berlangsung.
Di depan umum, pelaku bisa menampilkan kepribadian yang sangat manis. Namun ketika hanya berdua dengan pasangannya, berubah 180 derajat. Ini ditujukan agar tak ada yang percaya pada korban ketika korban mengatakan hal buruk tentangnya. Menurut psikolog klinis di Pennsylvania, Jaime Zuckerman, hal ini bahkan bisa membuat korban meragukan instingnya sendiri.
Pelaku yang berpotensi melakukan KDRT biasanya juga sering memanipulasi pasangannya. Tujuannya, supaya Anda merasa Andalah masalahnya, bukan mereka. Ketika mereka berlaku kasar, menyalahkan Anda atau menjadikan Anda sebuah alasan. Contohnya: “Saya melakukan ini karena saya ingin melindungi kamu, karena saya mencintaimu dan nggak ingin kamu kenapa-kenapa.”
BACA JUGA: MD Ask the Expert: Kisah para Korban KDRT Berjuang, Melawan, Mencari Keadilan
Kalau korban menyadari bahwa diri sendiri semakin terisolir dari keluarga, teman-teman dan komunitas lainnya, sadarilah, itu artinya pasangan sedang menaruh korban di bawah kendalinya. Mereka ingin korban jauh dari orang lain agar tak bisa meminta bantuan saat KDRT terjadi. Pelaku KDRT ingin meyakinkan korbannya bahwa merekalah satu-satunya yang bisa korban andalkan.
Ini termasuk berbagi sandi akun media sosial, rekening bank, sandi ponsel, dan setiap halnya. Pasangan akan memberi korban akses untuk hal-hal pribadinya guna membuat korban percaya kepadanya untuk melakukan hal yang sama. Padahal, itu adalah perangkap agar pelaku kekerasan bisa memantau setiap aktivitas korban, baik itu pesan teks, lokasi, hingga pengeluaran pribadi. Lagi-lagi, ini adalah tanda bahwa pasangan pelaku KDRT berupaya memegang kendali atas diri korban.
Perhatikanlah ketika pasangan mulai melontarkan kecemburuan yang kurang logis. Misalnya, korban rajin berolahraga karena dituduh ingin dilihat seksi oleh rekan di kantor. Contoh lain, cemburu terhadap sepupu berlawanan jenis yang menelepon korban, terhadap komentar-komentar di postingan media sosial yang datang dari lawan jenis, hingga melemparkan tuduhan selingkuh. Itu bisa jadi salah satu ciri pasangan yang berpotensi melakukan KDRT.
BACA JUGA: Selain KDRT dan Selingkuh, Ini 12 Sikap Suami yang Bisa Hancurkan Hati Istri
Kekerasan fisik seringkali diawali atau disertai dengan kekerasan emosi. Salah satunya dengan melontarkan kata-kata yang menghina pasangannya. Ini bisa diawali dengan ejekan ringan. Ketika korban nggak keberatan atau tampak nggak menyadarinya, maka ejekan meningkat menjadi hinaan. Baik itu menghina penampilan, selera atau inteligensi (pendapat atau ide) korban. Misalnya melontarkan: “Kamu kayak badut kalau pakai baju itu,” atau “Hah, serius kamu suka furniture yang itu? Itu tuh jelek banget, nggak modern, tahu nggak sih?”
Apa yang korban pakai, makan, beli, semua harus persetujuan pasangan. Pelaku KDRT biasnya memutuskan segala hal untuk korban. Awalnya mungkin korban tersanjung ketika bertanya: “Baju ini bagus nggak di aku?”, lalu pasangan menjawab kurang bagus, dan dia memilihkannya untuk korban.
Tapi hari-hari selanjutnya, pasangan yang melakukan KDRT akan terlalu dikontrol untuk menentukan hal yang paling sederhana sekalipun dalam hidup korban. Korban juga bakal diwajibkan untuk segera merespon ketika dia hubungi.
Pasangan yang kasar dapat bertindak lekas marah atau memiliki temperamen yang tidak terduga. Parahnya lagi, mereka mungkin menyalahkan korban atas ledakan kekerasan mereka, kemudian diikuti dengan mengancam untuk membahayakan korban atau diri pelaku sendiri.
Walau ciri yang satu ini nggak selalu ada pada setiap pasangan yang berpotensi melakukan KDRT, namun jika pasangan suka menyakiti hewan, maka sebaiknya berjaga-jaga. Misalnya, pasangan menendang anjing yang menggonggong pada tetangga, memukul kucing yang menggaruk sofa, dan seterusnya. Menurut Zuckerman, ini bisa jadi tanda mereka mampu berbuat kekerasan serupa terhadap anda.
BACA JUGA: Terungkap! Ini 9 Fakta Kasus KDRT yang Dialmi Cut Intan Nabila
Semoga kasus-kasus KDRT di Indonesia dan seluruh dunia, benar-benar bisa tertangani dengan baik dan berangsung-angsur berkurang hingga tak ada lagi.
Cover: wayhomestudio on Freepik