Apakah toxic relationship masih mungkin untuk diperbaiki? Atau harus selalu berujung pada perpisahan? Simak pandangan psikolog berikut.
Memiliki hubungan pernikahan yang sehat tentu impian semua pasangan. Sayangnya, tak semua bisa mewujudkannya. Ada saja pasangan yang terjebak dalam toxic relationship. Menurut Psikolog Klinis Dewasa, Fadhilah Amalia, M.Psi., Psikolog, yang akrab disapa Dhila, secara umum, toxic relationship dipahami sebagai hubungan yang tak sehat, atau hubungan yang banyak red flag-nya.
Sementara hubungan sehat itu setidaknya memiliki tiga unsur yaitu kesalingan (mutuality), ada proses saling menghargai (respect) dan ada rasa aman (secure), di dalam hubungan yang toksik, ketiga unsur ini tidak terpenuhi. “Tidak selalu ada abuse atau kekerasan di dalam toxic relationship. Namun sebaliknya, jika ada kekerasan di dalam relasi Anda, sudah pasti itu toxic relationship,” jelas Dhila.
Lebih lanjut, Dhila memaparkan, apabila seseorang kerap merasa insecure, jadi mempertanyakan keberhargaan dirinya, negative thinking atau overthinking, sulit percaya terhadap pasangan, mudah curiga, jadi terlalu demanding, egois, dan tidak tercapai rasa saling dan respek di dalam hubungannya, yang ada malah disrespect, ini bisa jadi tanda-tanda seseorang terjebak dalam hubungan yang toksik.
“Dari situ, pada akhirnya akan tercipta perilaku seperti playing victim, guilt-tripping, gaslighting atau memanipulasi pasangan, berbohong, komunikasi jadi agresif atau pasif-agresif, dan seterusnya,” papar Dila yang sehari-hari berpraktik di Brawijaya Hosptal Duren Tiga dan Sahabat Satu Hati (Sauh) Psychological Services.
Nyatanya, melepaskan diri dari hubungan toksik itu tak mudah. Pihak yang dirugikan juga tak selalu hanya satu pasangan saja. Walau, seringkali yang terlihat dari luar korbannya yaitu si pihak submisif, dan pihak yang menyakiti adalah si pihak dominan. Namun, dampak negatif dari hubungan toksik sangat mungkin dirasakan kedua belah pihak.
Penyebab orang sulit keluar dari hubungan yang tak sehat ini sangat multidimensi. Bisa dari faktor kepribadian diri sendiri. Misalnya, walau tahu berada di dalam relasi yang tak sehat, namun merasa insecure atau tidak aman dengan dirinya sendiri, sehingga memilih bertahan. Faktor lainnya yaitu ketergantungan dengan pasangan, atau merasa dengan memiliki hubungan dan keluarga, dirinya lebih bermakna. Penyebab lainnya, bisa juga ada rasa bersalah jika meninggalkan pasangan. Sementara penyebab eksternalnya, adanya anggapan sosial bahwa perceraian itu buruk, dan takut anak menjadi korban perceraian bisa membuat orang bertahan dalam toxic relationship. Ini yang kemudian membuat seseorang memilih bertahan dalam hubungan tak sehat.
Baca juga: Jangan Biarkan, Kenali 7 Tahapan Gaslighting dalam Hubungan!
Menjalani hubungan tak sehat tentu tak baik bagi diri sendiri. Ujungnya, akan memengaruhi kesejahteraan mental Anda, mental pasangan, bahkan bisa berimbas pada mental anak. Apabila Anda merasakan tanda-tanda hubungan tak sehat, segeralah mengambil tindakan.
Apabila Anda dan pasangan saling menyadari atau ada awareness bahwa relasi yang dijalani sedang tidak sehat, ini adalah awal yang baik untuk memperbaiki hubungan. Pada tahap ini, hubungan toksik masih bisa diselamatkan.
Apabila kedua belah pihak bisa berkomunikasi dengan baik, semestinya bisa mencari akar permasalahan utamanya, kemudian mencari jalan keluar yang ingin ditempuh.
Apabila komunikasi bersama pasangan belum membuahkan hasil, ada baiknya Anda dan pasangan meminta bantuan pihak ketiga untuk menjadi mediator. Seorang mediator seperti psikolog bisa membantu memfasilitasi Anda dan pasangan untuk membuat pilihan-pilihan keputusan yang bisa diambil untuk memperbaiki toxic relationship.
Jika belum tercapai juga, masing-masing pasangan bisa mengambil waktu sejenank untuk menenangkan diri dari rasa frustrasi sehingga bisa berpikir lebih jernih tanpa diselimuti oleh pikiran-pikiran negatif.
Apabila sudah mengupayakan segala hal namun tak juga membuahkan hasil, tak ada salahnya untuk mempertimbangkan apakah hubungan layak dilanjutkan atau tidak. Cek kembali apakah hubungan masih sesuai dengan visi, misi dan value seperti di awal hubungan? Sebab, hubungan yang sehat hanya akan tercapai apabila setiap pasangan yang menjalani hubungan juga memiliki jiwa yang sehat. Mungkin saja dengan meninggalkan hubungan yang toksik, perlahan-lahan Anda bisa terlepas dari pikiran dan perasaan negatif dan mengembalikan perasaan aman dan nyaman atas diri Anda sendiri.
Baca juga: 13 Ciri Hubungan Bakal Langgeng Bersama Pasangan
Cover: Freepik