Sorry, we couldn't find any article matching ''
Mengenal Grey Divorce, Penyebab, dan Tips Menghadapinya
Pernah dengar istilah perceraian ‘grey divorce’? Sama atau berbedakah dengan perceraian umum yang terjadi? Ini penjelasan dan penyebabnya.
Oke, apa itu grey divorce? Grey divorce adalah istilah yang mengacu pada tren demografis dari meningkatnya angka perceraian pasangan usia sangat matang setelah puluhan tahun bersama. Contoh orang-orang terkenal yang mengalaminya adalah orang terkaya ke-4 di dunia, Bill Gates dan istrinya Melinda French Gates setelah menjalani perkawinan selama 27 tahun, juga pasangan Arnold Schwarzenegger dan Maria Shriver.
Istilah grey divorce mulai digunakan di Amerika Serikat pada tahun 2004, namun praktiknya sudah terjadi sekitar 20 tahun sebelumnya. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat perceraian secara keseluruhan di Amerika Serikat telah menurun selama 20 tahun terakhir, tetapi tingkat perceraian orang yang berusia di atas 50 tahun justru terus meningkat.
BACA JUGA: Tanda Hubungan yang Tidak Sehat, Ini yang Perlu Dilakukan Perempuan
Alasan Umum Pernyebab Terjadinya Grey Divorce
Selama beberapa dekade, tingkat grey divorce meningkat tidak hanya di AS, melainkan terjadi juga di Jepang, Kanada, Inggris, Australia, dan India. Ini membuktikan bahwa grey divorce meningkat secara global. Para peneliti memperkirakan bahwa pada tahun 2030, tingkat grey divorce akan meningkat tiga kali lipat. Jadi, apa saja alasan pasangan suami istri berusia 50 tahun ke atas memilih bercerai?
1. Pelecehan
Jika salah satu pihak menderita kekerasan fisik, mental, atau emosional, atau memiliki pasangan yang mengontrol dan merendahkan, pasangan yang menderita mungkin memutuskan untuk bercerai.
2. Kecanduan
Jika salah satu pasangan bergumul dengan masalah pornografi, alkohol, perjudian, atau penyalahgunaan narkoba, kecanduan mereka dapat menyebabkan prahara dalam pernikahan. Kecanduannya mungkin membuat mereka menghabiskan uang gaji dan tabungan, berbohong, atau mengasingkan pasangannya, yang seringkali dapat menyebabkan frustrasi dan berujung pada perceraian.
3. Dorongan yang besar untuk bahagia
Di masa lalu, pasangan suami istri mungkin merasakan tekanan untuk tetap bersama terlepas dari betapa tidak bahagianya mereka dalam pernikahan mereka. Karena orang-orang, terutama wanita, ternyata juga dapat menemukan kepuasan di luar keluarga dan pernikahan mereka. Maka ketika hati mulai mendingin dan cinta menipis, mereka tidak lagi merasa perlu bertahan. Pura-pura bahagia memang melelahkan.
4. Sindrom ‘sarang’ kosong
Saat anak-anak tumbuh dewasa dan punya kehidupan mereka masing-masing, pasangan berusia 50-an ke atas berjuang untuk kembali terhubung atau beradaptasi dengan kehidupan tanpa anak mereka di rumah. Mereka menjadi lebih sering bertengkar, menyadari bahwa mereka tidak lagi memiliki banyak kesamaan, atau kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya mereka sukai. Kondisi ini dapat menyebabkan ketegangan dan perceraian.
5. Pandangan yang berbeda soal finansial
Di antara penyebab utama grey divorce, seringkali adalah masalah finansial. Persoalannya bisa karena ketidaksepakatan tentang cara membelanjakan uang, berdebat tentang dana investasi yang hilang, atau tidak setuju dengan anggaran liburan. Perdebatan yang rutin terjadi dapat membuat salah satu atau kedua belah pihak merasa tidak didengarkan dan tidak dipahami.
BACA JUGA: Marriage with Benefits, Pernikahan Demi Mendapatkan Keuntungan
6. Berjarak dan cinta yang memudar
Seiring bertambahnya usia, orang berubah, yang terkadang berarti mereka menginginkan hal yang berbeda dalam hidup. Saat pasangan bertumbuh dan berubah, mereka mungkin mulai kehilangan minat terhadap satu sama lain.
7. Perselingkuhan
Setelah salah satu pihak secara emosional atau fisik mencurangi pasangannya, pernikahan mereka mungkin menderita karena hilangnya kepercayaan.
8. Kurangnya keintiman
Jika salah satu pihak tidak puas dengan keintiman fisik atau emosional dan pasangannya menolak untuk mencoba atau berkompromi, pernikahan bakal sulit dipertahankan.
9. Tidak lagi mengkhawatirkan stigma
Saat ini, stigma seputar perceraian telah berkurang jauh dan ini membuat banyak pasangan berusia di atas 50-an (terutama wanita) tidak ragu-ragu lagi mengajukan gugatan cerai.
10. Prediktabilitas
Terkadang, sangat lama bersama bisa membuat semua hal bisa diprediksi. Tidak ada lagi kejutan-kejutan dan tindakan spontan. Kondisi ini dapat membuat perkawinan terasa membosankan dan stagnan hingga mendorong keinginan untuk berpisah.
4 Saran Saat Menghadapi Perceraian
Perceraian bisa jadi sulit dan menguras emosi, terutama setelah usia pernikahan yang panjang. Bergabung dengan kelompok pendukung atau mencari pengacara keluarga yang tepercaya akan membantu Mommies melalui liku-liku dan beratnya proses menuju perpisahan. Menurut penelitian, sebagian besar grey divorce diprakarsai oleh pihak perempuan (66% kasus yang dilaporkan, sementara hanya 39% laki-laki dan 15% pasangan yang bersama-sama memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka). Namun terlepas dari siapa yang memprakarsai perceraian dan mengapa, hidup harus terus berlanjut, bukan?
- Mencari pengacara perceraian yang andal. Didampingi pengacara yang andal dapat membantu melindungi masa depan keuangan Mommies. Sebab, selama proses perceraian Mommies harus membuat banyak keputusan yang berdampak pada masa depan keuangan. Sehingga, dengan menggunakan pengacara Mommies dapat diberi tahu mengenai implikasi hukum dan risiko dari setiap keputusan yang Mommies buat
- Jangan menyendiri. Mommies bisa coba menghabiskan waktu bersama teman atau keluarga dan harus menghindari mengisolasi diri setelah bercerai.
- Mencoba hal-hal baru. Bagian dari belajar menjadi bahagia lagi setelah perceraian adalah jatuh cinta pada diri sendiri dan mencari tahu lagi apa yang kita sukai. mungkin saja kan ada yang sudah lupa apa yang sebenarnya menjadi sumber kebahagiaan Mommies selain anak-anak. Coba lakukan aktivitas berbeda atau menekuni hobi baru.
- Utamakan kesehatan fisik dan mental. Perceraian memengaruhi diri secara emosional, dan bahkan setelah perceraian, Mommies mungkin bergumul dengan perasaan kesepian, pengabaian, nostalgia, atau kemarahan. Bahkan jika menjalani proses perceraian yang damai, Mommies tetap dapat menghadapi gejolak emosi yang sulit, yang dapat memengaruhi kesehatan mental dan kesehatan secara keseluruhan. Luangkan waktu untuk memproses emosi secara sehat dan rawat diri seperti pergi ke spa dan salon. Sering-sering bertemu dengan teman-teman yang dapat memberi dukungan positif dan jangan lupa, aktif berolahraga.
BACA JUGA: Ciri-ciri Pasangan yang Gemar Playing Victim dan Cara Terbaik Menghadapi Mereka!
Cover: Image by Freepik
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS