Ingin Memasang KB Tapi Pasangan Tidak Mau? Ini Tips Membicarakannya

Sex & Relationship

Sisca Christina・27 Jun 2022

detail-thumb

Anak sudah dua, saatnya memasang KB. Tapi kalau pasangan belum setuju, gimana cara membicarakannya tanpa perlu jadi konflik?

Pada umumnya, ketika jumlah anak dirasa sudah cukup, para ibu menimbang-nimbang untuk “tutup pabrik”, alias berhenti produksi, discontinue. Tugas hamil dan melahirkan selesai sudah, tak ada lagi dalam daftar rencana ke depan.

Oleh karena itu, ketika dirasa-rasa anggota keluarga sudah cukup rame, umumnya para ibu berpikir buat memasang KB. Apalagi, salah satu tujuan memasang KB juga untuk menuju keluarga yang lebih sejahtera. Sayangnya, nggak semua suami langsung sepaham dengan rencana istri yang satu ini. Ini yang kemudian bikin sebagian ibu bingung, bagaimana harus membicarakannya dengan suami?

Menurut psikolog Ibu Sukmadiarti, M.Psi, Psikolog, sangat penting untuk membicarakan tentang rencana memasang KB dengan suami. Sebab, “suami adalah mitra kita dalam berumah tangga, tentunya keputusan-keputusan penting seperti memasang KB, perlu melibatkan dan meminta pertimbangan dan persetujuannya.”

Ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mengajak suami berbicara perihal memasang KB ini. Simak, yuk!

Berikan pengertian kepada pasangan tentang manfaat memasang KB

Bisa jadi pasangan belum setuju karena ia belum paham akan manfaat KB bagi istri dan keluarga. Itu sebabnya mommies perlu memberi gambarannya pada suami. Misalnya, KB bisa bermanfaat untuk mengatur jarak antar anak, sehingga anak bisa full ASI dua tahun.

Jelaskan dampak fisik dan psikologis yang akan dihadapi jika mengalami kehamilan di luar rencana

Selain itu, mommies bisa menjelaskan kepada suami, kalau tiba-tiba terjadi kehamilan yang tak direncanakan, apa saja dampaknya bagi keluarga, terutama dampak fisik dan psikologis terkait pengasuhan anak. Misalnya, mommies dan daddies harus menyesuaikan kembali dengan jam tidur yang tak menentu, sementara pekerjaan semakin sibuk, membagi waktu semakin sulit. Belum lagi, fisik dan mental akibat kelelahan bisa berdampak pada emosi yang tak stabil. Apakah siap dengan konsekuensi yang bakal terjadi?

Risiko hamil di usia yang tak muda lagi

Semakin bertambah usia, semakin banyak pula risiko kehamilan yang mungkin terjadi, mulai dari hipertensi hingga keguguran. Kualitas sel telur pada wanita berusia 30-40 tahun pun biasanya menurun. Jadi cobalah memberi pengertian kepada pasangan: bukankah lebih baik memasang KB ketimbang menghadapi kehamilan disertai kekhawatiran?

Baca juga: 9 Risiko Hamil di atas 35 Tahun

Hitung kemampuan finansial dengan pasangan

Bertambah anak, berarti bertambah biaya keluarga dalam segala aspek. Cobalah menghitung seluruh aset milik berdua, kemudian lakukan perencanaan keuangan untuk beberapa tahun ke depan. Kalau belum bisa menghitung secara detail, minimal secara kasar saja dulu.

Misalnya dengan aset yang dimiliki saat ini, ditambah gaji bulanan dari pekerjaan mommies dan daddies masing-masing, jika keadaan stabil, akankah aman untuk biaya hidup beberapa tahun ke depan? Cukupkah untuk membiayai satu lagi anggota keluarga? Nggak hanya biaya hidup, lho, tapi juga biaya pendidikan anak, internet bulanan, transportasi, asuransi kesehatan, jaminan hari tua, biaya pendukung lainnya, sampai biaya healing pribadi dan keluarga.

Betul, sih, rejeki itu Tuhan yang atur. Tapi kitapun harus bijaksana dan untuk mengelola rejeki yang Tuhan beri. Jangan sampai, perhitungannya meleset terlalu jauh hingga nanti yang dikorbankan pendidikan anak juga, misalnya. Pengalaman pandemi juga mengajarkan kita bahwa situasi di depan bisa saja jauh di luar rencana dan dugaan kita. Hantaman finansial bisa datang sewaktu-waktu. Yakinkah jika bertambah anak, masih bisa mengupayakan kesejahteraan keluarga?

Ajak suami untuk berkonsultasi ke dokter kandungan atau dokter anak tentang memasang KB

Mendengar tentang seluk beluk pemasangan KB dari profesional langsung biasanya akan lebih bisa meyakinkan suami. Beri ruang juga kepadanya untuk menanyakan berbagai opsi alat kontrasepsi yang ada, berikut konsekuensinya. Penjelasan dari dokter diharapkan mampu membuka pikiran suami.

Dengan memasang KB, frekuensi berhubungan seksual lebih bisa diatur

Tahu sendiri, kan, jika punya bayi lagi, boro-boro terpikir untuk bermesraan dengan suami? Sudah jadi rahasia umum bahwa frekuensi bercinta kadang jadi terlalu random (kalau nggak mau dibilang berantakan) di tahun-tahun pertama memiliki bayi. Setelah anak besar, berhubungan seksual juga harus jadi lebih hati-hati. Mencari waktu “aman” saat tidak subur. Otomatis, frekuensi pun berkurang karena menghindari tanggal-tanggal tertentu di setiap bulannya.

Coba beri penjelasan kepada suami, bahwa jika mommies memasang KB, frekuensi berhubungan seksual pun bisa lebih diatur. Inipun akan menambah keharmonisan hubungan suami istri.

Bagaimana jika sudah diajak berkomunikasi, suami masih belum setuju juga?

Ibu Sukma mengingatkan bahwa prinsip musyawarah dan diskusi dengan pasangan bukanlah untuk memaksa agar pendapat mommies langsung diterima pasangan. Melainkan, untuk bisa saling mendengar dan memahami pandangan maaing-masing. Tidak ada salahnya kita sebagai istri juga mendengar dan memahami pendapat suami.

Saat kita bisa bersikap menerima pendapat suami, ia merasa dihargai. Justru saat suami merasa diterima dan dihargai, pelan-pelan ia pun akan mencerna harapan-harapan istrinya untuk pasang KB dan mengijinkannya di kemudian hari.

Namun, bila pasangan belum sepakat juga, tetap bersabar dan lakukan KB alami atau KB kalender yang bisa disiasati. Selebihnya pasrahkan pada Tuhan. “Kalau menurut Tuhan memang rezekinya dikaruniai anak lagi, ya disyukuri saja,” tutup Ibu Sukma.

Baca juga: Gaji Istri Lebih Besar dari Suami? Terapkan Ini Agar Minim Konflik