Sorry, we couldn't find any article matching ''
Annisa Steviani: Kamu Bukan Wonder Woman, Kamu Boleh Minta Bantuan!
Kita itu bukan wonder woman, jika memang butuh bantuan ya silakan minta dan diskusikan dengan suami.
Annisa Steviani merupakan seorang mom fluencer dan juga content creator yang tidak pernah absen membagikan cerita dan pengalaman mengenai parenting, keuangan, hingga empowering women di laman Instagramnya @annisast. Ia juga aktif berinteraksi dengan para pengikutnya di media sosial yang merasa relate dengan konten-kontennya.
Kali ini, Annisa Steviani yang biasa dipanggil Teh Icha oleh followers-nya turut membagikan cerita dan pengalamannya kepada Mommies Daily.
Dikenal sebagai seorang Certified Financial Planner, bagaimana cerita awalnya? Apakah ini adalah hobi dan cita-cita yang menjadi kenyataan?
Sebenarnya nggak pernah bercita-cita jadi financial planner, sih. Dari SMP sudah mau jurnalis, ikut ekskul selalu majalah dinding, sering ikut lomba dan menang juga. SMA sudah semakin fokus masuk IPS dan pada akhirnya diterima SPMB di jurusan Jurnalistik.
Jadi 10 tahun selalu bekerja di media, aku selalu mikir kalau aku memang suka menulis, makanya punya blog pribadi yang bercerita dari awal persiapan nikah. Lanjut punya anak, blognya jadi banyak ngomongin tentang parenting. Dan ternyata kalau sudah nikah, punya anak, uang itu jadi hal yang krusial sekali. Makanya di 2013 aku datang ke financial planner, berusaha belajar kelola uang, dan aku share perjalanannya di blog.
Di 2019, financial planning mulai ramai di social media, tapi yang dibahas selalu dari orang yang asetnya sudah miliaran, utangnya banyak. Jarang ada yang bicara financial planning untuk kelas menengah yang beli rumah KPR, memulai kerja dengan gaji UMR misalnya. Maka aku ambil sertifikasi untuk bisa sharing pada kelas menengah, rakyat Indonesia pada umumnya seperti aku sendiri.
BACA JUGA: Kisah Para Perempuan Breadwinner, Bekerja Tanggung Biaya Hidup Keluarga
Selain menjadi Certified Financial Planner, Annisa Steviani juga dikenal sebagai seorang mom fluencer dan content creator. Apa yang membuat kamu mengambil langkah ini?
Dari dulu selalu mikir kalau passion-ku menulis, karena memang seumur hidup aku suka menulis. Ternyata bukan, passion-ku itu sharing. Aku suka banget cerita sama orang lain, berbagi pemikiran, diskusi bareng orang. Bahkan dengan strangers sekalipun, seperti misal dulu supir taksi (karena belum ada ojol), aku senang proses berbagi pemikiran, cerita hidup, pandangan tentang sebuah topik, dengan orang lain.
Saat belum ada socmed ya aku berbagi di blog. Setelah Twitter ramai, aku berbagi di Twitter. Sekarang semua orang banyak di Instagram, ya aku sharing di Instagram. Apapun mediumnya, selama bisa cerita sesuatu, ya aku ceritakan.
Foto: Annisa Steviani
Apa perbedaan yang Annisa Steviani rasakan sebagai working mom yang dulu bekerja di kantor dan sekarang sebagai working mom yang kerjanya dari rumah dan dari mana pun?
Karena pandemi, perbedaannya nggak begitu signifikan. Karena terakhir aku bekerja di kantor pun masih work from home. Yang paling terasa sih sepi. Tapi ini efek pandemi, bukan efek nggak bekerja di kantor lagi.
Pandemi ini menyadarkanku kalau dulu aku suka bekerja, karena sebagai reporter lalu editor itu memungkinkanku untuk ketemu banyak orang. Liputan, datang ke event, konferensi, bahkan sesederhana makan siang bareng teman kantor saja sudah bikin aku senang. Sekarang sehari-hari komunikasi lebih banyak online, jadinya ya, kerasa banget sepi.
Apakah pernah mengalami bias gender di kantor atau di lingkungan sosial?
Aku beruntung ada di lingkungan yang nggak melihat perempuan sebagai warga kelas dua. Orangtuaku selalu encourage anak-anaknya untuk mengejar apapun yang mereka impikan. Keluarga besarku juga sama, supportif dan ternyata (setelah aku sering dengar cerita orang lain) tidak toxic.
Selama bekerja, tempat kerjaku juga tidak mendiskriminasi perempuan. Saat aku perlu pumping ASI misalnya, ada ruang pompa tersedia. Kebetulan memang kantornya juga promoting diversity sekali ya, jadi tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan.
BACA JUGA: Suara Para Anak dari Ibu Bekerja, Ternyata Penuh Rasa Bangga
Foto: Annisa Steviani
Bekerja dari rumah itu kan pasti ada distraksi juga ya, misalnya mengurus kebutuhan anak, atau misalnya saat suami perlu sesuatu, bagaimana mengatur itu semua?
Nggak juga. Karena sejak sebelum menikah, aku sepakat dengan suami bahwa dia yang akan tanggung jawab pada pekerjaan rumah jadi bebanku nggak berat. Waktu sama-sama kerja, dia mengurus semua urusan rumah, aku mengurus anak.
Aku kemudian resign, aku bisa fokus bikin konten, urus anak, suami tetap mengurus semua urusan rumah dari masak, cuci baju, cuci piring, ke pasar, you name it lah semua dia yang kerjakan.
Sampai saat ini, suamiku resign karena kesehatan mentalnya kurang stabil dan dia jadi ayah rumah tangga sepenuhnya. Aku happy aja karena semua jadi ringan. Aku juga pilih sekolah yang nggak ada beban PR sama sekali, sehingga ya semuanya bisa dibilang smooth untuk aku kerja di rumah. Nggak berat, nggak capek, nggak kurang tidur ahahaha.
Dari semua kebutuhan keuangan, mana urutan yang benar dari yang paling penting hingga pelengkap agar tidak salah langkah dalam mempersiapkan dan mengelola keuangan keluarga?
Kalau bicara keuangan keluarga, yang harus dipastikan dulu adalah apakah penghasilannya cukup? Banyak keluarga yang merasa penghasilan mereka pasti cukup padahal belum tentu lho. Bisa jadi karena banyak tanggungan, penghasilan kita memang jadinya kurang. Jadi step pertama, kita harus yakin, tertulis, bahwa semua pengeluaran bisa dipenuhi oleh penghasilan.
Setelah itu selisih antara penghasilan dan pengeluaran lah yang bisa kita mulai simpan untuk dana darurat. Kemudian, pastikan punya asuransi kesehatan dan jiwa, baru berinvestasi dana pensiun dan dana pendidikan. Basic-nya akan selalu itu.
Yang sering terjadi adalah orang sudah investasi dulu, padahal belum yakin di step pertama, belum tau juga siapa yang bayar kalau ternyata sakit. Kalau di-skip begitu, tujuan keuangannya juga sulit tercapai karena saat kondisi darurat, tabungan jadi terpakai.
Adakah tips untuk Mommies lainnya yang juga ingin mampu menjadi ibu bekerja yang tetap punya waktu untuk keluarga sekaligus menjadi istri ?
Beban rumah tangga itu kan kesepakatan masing-masing keluarga, ya. Kebetulan keluargaku sepakat kami berbagi beban rumah tangga dan parenting bersama sehingga nggak berat untukku jadi ibu bekerja. Nggak semua orang bisa seperti ini tentu, karena kesepakatan pernikahannya berbeda-beda.
Foto: Annisa Steviani
Cuma mau bilang saja kalau kamu bukan wonder woman, kamu boleh minta bantuan, dan kesepakatan itu seharusnya bisa didiskusikan ulang dengan suami. Diskusinya jangan baper, bawa bukti kuat ahahaha. Fokus untuk cari solusi, bukan mengeluh atau malah bertengkar.
Begitupun dengan pengelolaan keuangan rumah tangga. Nggak lantas jadi tanggung jawab kamu, kok. Kalau sekiranya suami lebih bisa atur uang, ya nggak masalah, suami saja yang atur, istri dijatah setiap bulan. Asalkan sama-sama bisa mengakses dana darurat keluarga, sebetulnya nggak mesti melulu istri yang mengatur keuangan.
BACA JUGA: Terapkan Hal Ini Agar Rumah Tangga Minim Konflik Ketika Gaji Istri Lebih Besar dari Suami
Cover image: Annisa Steviani
Share Article
COMMENTS