Sorry, we couldn't find any article matching ''
3 Jenis Trauma Yang Bisa Memengaruhi Pernikahan. Bisakah Disembuhkan?
Ketiga jenis trauma berikut ini bisa, kok, disembuhkan. Asalkan Anda mau mengenali, memproses, dan memulihkannya. Yuk, kenali jenisnya.
Bicara trauma, seringkali dihubungkan dengan luka hati atau psikologis. Sementara sebenarnya trauma sendiri, dalam istilah kedokteran juga berarti luka fisik yang disebabkan benturan. Istilah ini kemudian juga digunakan di ilmu psikologi untuk menggambarkan luka psikologis yang disebabkan suatu kejadian besar atau berulang. ‘Sesuatu’ ini bisa saja hampir merenggut nyawa atau melukai harga diri seseorang. Jadi luka psikologis yang dimaksud adalah dampak yang merugikan dari ‘sesuatu’ tersebut, pada pikiran, perasaan, hingga perilaku seseorang. Saat mengalami kejadian traumatis, respon awal seseorang biasanya: fight (melawan), flight (lari, menghindar) atau freeze (numb, tidak merasakan apa-apa). Ketika saya ngobrol dengan mbak Pingkan C. B. Rumondor, M.Psi., Psikolog yang banyak menangani kasus trauma, baru, deh, saya tahu ada 3 jenis trauma yang bisa memengaruhi pernikahan saat ini. Trauma-trauma tersebut dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu kejadian yang dialami dan jenis pengalamannya. Kita bahas yang berdasarkan jangka waktu, ya.
Trauma akut (single event)
Kejadian traumatis terjadi hanya satu kali namun memiliki awal dan akhir yang jelas. Misalnya saja kecelakaan parah, mengalami tsunami, atau kebakaran. Dalam rumah tangga, trauma akut ini bisa terjadi ketika seseorang melihat atau mendengar kematian salah satu anggota keluarga. Atau bisa juga bila seseorang mengalami keguguran. Luka psikologis yang muncul dalam 3-30 hari pertama kejadian traumatis disebut acute stress disorder.
Dampak pada hubungan dengan pasangan: Bisa saja ketika sepasang suami istri mengalami keguguran, atau bahkan kehilangan anak, mereka akan mengalami trauma akut. Ada beberapa efek dari trauma akut yang bisa terjadi pada istri maupun suami. Misalnya apakah si istri akan berusaha menghindari hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa tersebut termasuk membicarakannya. Sementara si suami malah re-experiencing kondisi kehilangan itu, dan merasa perlu untuk membicarakannya untuk mengatasi kesedihan. Jika kondisi kontradiktif ini tidak diatasi atau dibicarakan, tentunya akan memengaruhi cara mereka berinteraksi dan berkomunikasi, yang mungkin saja berujung pada komunikasi yang buruk.
Trauma kronis (terjadi terus menerus)
Untuk trauma jenis ini adalah ketika kejadian traumatis terjadi terus menerus selama bertahun-tahun. Misalnya saja ketika seorang istri mengalami kekerasan terus menerus dari pasangannya. Ada juga kasus traumatik lain, misalnya sebelum menikah, seorang perempuan mengalami kekerasan fisik atau verbal dari pacarnya. Meski kemudian ia akan menemukan pasangan baru yang baik, trauma kronis sudah dialaminya.
Dampak terhadap relasi dalam pernikahan: Seperti yang sudah dijelaskan di atas, seseorang sering merespon dengan respon traumatis (fight, flight, freeze). Ketika seorang perempuan mengalami kekerasan dalam rumah tangganya, akibatnya permasalahan yang ia alami tidak kunjung terselesaikan dengan baik. Ia bisa dengan mudah menyimpulkan pikiran negatif tentang dirinya sendiri, misal: saya nggak layak, saya nggak aman, dan lain-lain. Pikiran ini kemudian membangkitkan perasaan yang tidak nyaman seperti takut atau cemas, dan perasaan ini bisa memicu perilaku tidak adaptif yang bisa merugikan diri maupun relasi.
Baca juga: 7 Kalimat Ini Dikategorikan Kekerasan Verbal Terhadap Anak
Trauma kompleks (sejak kecil di bawah 18 tahun)
Complex trauma dapat terjadi ketika seseorang mengalami kejadian traumatis yang terjadi secara terus menerus sejak kecil (sebelum usia 18 tahun). Kejadian traumatis dalam complex trauma dapat berupa neglecting alias tidak mendapatkan perhatian yang cukup, anak terlantar, mendapatkan kekerasan fisik atau verbal berulang, serta disfungsi dalam kehidupan keluarga. Ketika orangtua masuk penjara, atau bisa juga menjadi saksi kekerasan dalam rumah tangga dapat dikategorikan dalam peristiwa traumatis kompleks. Dalam literatur psikologi, kejadian-kejadian ini disebut juga Adverse Childhood Experience (ACE).
Dampak trauma kompleks: Seseorang sangat mungkin kesulitan dalam meregulasi emosinya, hingga ia pun sulit menjalin relasi hangat ketika dewasa. Kemungkinan ia mengalami depresi juga besar, karena ia punya pikiran negatif terhadap dirinya sendiri. Sedihnya, ketika dia sering mengalami lebih dari 4 jenis kejadian traumatis di masa kecil secara berulang, ketika dewasa cenderung untuk mengalami depresi yang lebih parah, anxiety, hingga kemungkinan yang lebih besar untuk bunuh diri daripada orang yang tidak mengalami ACE. Apalagi ketika seseorang yang punya trauma kompleks di kemudian hari mengalami trauma akut atau kronis, proses recovery menurut mbak Pingkan biasanya akan jauh lebih panjang.
Halaman selanjutnya: Ketika Trauma Tak Ditangani dengan Tepat
Photo by Velizar Ivanov on Unsplash
PAGES:
Share Article
COMMENTS