Sorry, we couldn't find any article matching ''
Stop! 7 Kalimat Ini Termasuk Kekerasan Verbal pada Anak
Sebanyak 62% anak Indonesia mengalami kekerasan verbal selama pandemi. Adakah dari 7 kalimat ini yang pernah kita ucapkan pada anak?
Berbagai data baik dari Kementerian maupun LSM menunjukkan, angka kekerasan pada anak naik secara signifikan selama pandemi Covid-19. Kekerasan ini meliputi fisik maupun verbal. Melansir Liputan 6, hasil studi dari Wahana Visi Indonesia menunjukkan 62% anak Indonesia mengalami kekerasan verbal oleh orangtuanya selama berada di rumah. Angka persentase tadi, jika dihitung dalam jumlah jiwa, total anak yang mengalami kekerasan verbal kurang lebih sebanyak 49,2 juta jiwa. Fakta ini jelas nggak bisa dianggap enteng!
Kekerasan verbal tadi dilakukan ortu secara tidak sadar sebagai dampak kompleks dari pandemi. Inilah yang kemudian membuat emosi menjadi kurang stabil dan rentan melampiaskan dengan mengucapkan kalimat mengandung kekerasan verbal pada anak saat belajar di rumah. Setidaknya, ini 7 kalimat kekerasan verbal yang pernah diungkapkan para orang tua selama PJJ, yang harus distop sekarang juga!
1. “Kamu bisa fokus nggak, sih?!”
Ini salah satu yang baling banyak dilontarkan oleh ortu saat PJJ. Iya, meminta anak untuk fokus itu susah bukan kepalang! Mata lirak-lirik, jari tangan pencet-pencet laptop, ngetik chat-chat yang nggak berhubungan dengan pelajaran (yang tentunya sudah diperingatkan berulang!), sikap tubuh seenaknya, atau bahkan bengong!
Baca juga: Tipe-tipe Orangtua Saat Menemani Anak SFH
Perlu diingat, anak-anak memiliki rentang konsentrasi yang masih pendek. Jadi meminta anak-anak fokus melalui kata-kata, bakal sulit diterapkan oleh mereka. Fokus bisa dilatih dan distimulasi. Banyak cara-cara stimulasi untuk meningkatkan fokus anak yang bisa mommies coba. Hasilnya lebih efektif, dan mommies nggak perlu tarik urat lagi.
Baca juga: Snowplow Parenting, Saat Orangtua Selalu Membersihkan Rintangan yang Dihadapi Anak
2. “Kok mengerjakan tugas seperti itu saja nggak bisa?”
Kalimat ini biasanya tercetus akibat ortu sudah kehabisan kesabaran, baik kesabaran fisik (kelelahan), kesabaran emosional, juga kehabisan waktu untuk menemani anak belajar dan sudah harus beralih ke aktivitas selanjutnya. Yuk, mommies, kita berlatih merubah kalimat ini dengan: “ Kamu pasti bisa, Nak, lebih cepat sedikit ya, waktu belajarmu sudah mau habis.”
3. “Cepat kerjakan, tinggal kamu yang belum selesai!”
Salah satu kekeliruan orang tua yang sering nggak disadari, ingin speed anak sama dengan anak lain. Padahal bisa saja anak memiliki speed lebih rendah dibanding teman-temannya dalam mata pelajaran tertentu, tetapi di mata pelajaran lain, speednya lebih tinggi.
Baca juga: Cara Membesarkan Anak Agar Mampu Beradaptasi
4. “Kamu bilang dong kalau nggak ngerti maksud gurumu, jangan diam aja kayak patung..”
Maksud diri memotivasi, tapi kalimat yang keluar mejatuhkan hati. Niatan ingin mendorong anak untuk turut aktif selama PJJ ternyata nggak semudah itu terlaksana. Jumlah anak yang banyak dalam sesi virtual learning membuat guru juga kewalahan untuk memerhatikan anak satu per satu. Belum gangguan sinyal, ada delay, ditambah hiruk-pikuk anak-anak yang berlomba-lomba ingin bicara. Nggak jarang membuat anak mengurungkan niatnya untuk bicara atau bertanya. Jika hal ini menurunkan motivasi anak, ada baiknya mommies bicarakan kepada guru.
5. “Tuh, kan?! Mama udah bilang..”
“Tuh, kan..”, “makanya..”, dan seterusnya adalah bukti bahwa ortu mulai hilang kesabaran untuk memberi tahu anak akan sesuatu hal yang tak diindahkannya. Alih-alih menolong, ortu sering memilih untuk “mengutuk”. Menurut studi Phillippa Lally dari University College London yang dipublikasikan dalam European Journal of Social Psychology, seseorang membutuhkan waktu rata-rata 66 hari untuk membentuk kebiasaan baru. Jadi kebayang, ortu harus sabar dan nggak boleh bosan untuk bantu ingatkan anak sampai kebiasaan yang baik terbentuk.
Baca juga: PJJ Bukan Memindahkan Tugas Guru ke Orangtua
6. Kamu nggak dengar guru, ya?!
Dibanding menghakimi, cari tahu dulu apa sebab anak terlewat informasi atau penjelasan dari guru. Apakah ia lelah, mengantuk, sulit berkonsentrasi atau ada kendala teknis saat guru menerangkan pelajaran.
7. Kamu kok bodoh sekali, itu kan gampang!
Semoga mommies semua nggak ada yang mengatakan ini kepada anak, ya! Apapun alasannya, tak sepatutnya orang tua berkata demikian pada anak. Selain sangat melukai perasaan anak, dampaknya bisa fatal. Ia bisa benar-benar menganggap dirinya bodoh. Selain itu, juga bisa menurunkan rasa percaya diri, memengaruhi emosi dan pola pikirnya ketika dewasa.
Baca juga: Skill Kemandirian Anak SD yang Wajib Dimiliki Menurut Psikolog
Slogan Cerdas Ceria dari Kemenkes rasanya perlu kita gemakan lagi sebagai reminder buat ortu agar berhati-hati sebelum melontarkan kalimat negatif ke anak.
C- Cek kesehatan secara berkala
E- Enyahkan asap rokok
R- Rajin aktivitas fisik
D- Diet sehat dengan kalori seimbang
I- Istirahat cukup
K- Kendalikan stres
C- Cerdas intelektual emosional dan spiritual
E- Empati dalam berkomunikasi efektif
R- Rajin beribadah sesuai agama dan keyakinan
I- Interaksi yang bermanfaat bagi kehidupan
A- Asah, asih, dan asuh tumbuh kembang dalam keluarga dan masyarakat
PJJ saja sudah cukup menantang buat anak-anak. Kalau ortu hujani dengan kata-kata emosional, bagaimana semangat mereka bisa tumbuh? Stop kekerasan verbal pada anak sekarang juga! Mulailah memberi motivasi dengan kalimat yang membangun, agar mereka tumbuh menjadi manusia yang utuh saat dewasa nanti.
Share Article
COMMENTS