Menjadi single mom dengan anak berkebutuhan khusus tentu memiliki tantangan sendiri. Apa saja dan bagaimana seorang Dian Permatasari menyiasatinya?
Dian Permatasari membuktikan sendiri, bagaimana memiliki kemandirian finansial serta support system yang baik membuatnya mampu bertahan menjalani perceraian. Bagaimana, di tengah-tengah kesibukannya sebagai Business Development Director, Dian bisa membagi waktu antara pekerjaan, membesarkan Aqsha Dhaiffa (10 tahun) dan menjalani kehidupan sebagai seorang single mom? Berikut hasil obrolan kami.
Saya sudah berpisah dengan mantan suami 6,5 tahun yang lalu, resmi bercerai secara suratnya sekitar satu tahun lalu. Penyebabnya karena cara pandang yang berbeda dan sepertinya perbedaan pola asuh keluarga menyebabkan terjadi beberapa kendala.
Saat awal berpisah, saya cukup kerepotan karena Aqsha saat itu umurnya baru sekitar 3,5 tahun dan merupakan anak berkebutuhan khusus (penyandang ASD). Saat itu kondisinya masih hiperaktif, serta perlu pengawasan dan perhatian yang lebih. Namun alhamdullilah saya dibantu oleh kedua orang tua saya, untuk mengawasi Aqsha sehingga saya masih bisa fokus bekerja kantoran untuk biaya kehidupan kami. Dengan usia yang masih kecil dan kondisinya yang berkebutuhan khusus, Aqsha sepertinya belum terlalu paham apa yang terjadi.
Saat awal berpisah, mantan suami belum bisa menerima keadaan dan saya sendiri masih merasa tidak fair dalam beberapa hal menyangkut masalah biaya hidup Aqsha. Namun akhirnya lambat laun, saya mencoba mengikhlaskan keadaan dan mencoba menjaga hubungan dengan mantan suami. Terkadang saya berkomunikasi dengan mantan suami tentang perkembangan Aqsha dan pada dasarnya saya membolehkan mantan suami bertemu dengan Aqsha.
Kekhawatiran terbesar saat itu adalah bagaimana mengurus dan menghidupi Aqsha yang berkebutuhan khusus. Saat itu, terbayang kerepotannya dan besarnya biaya. Namun alhamdullilah, seiring berjalannya waktu masalah-masalah yang ada bisa terhandle dengan baik. Ditambah, karier juga berjalan dengan baik sehingga akhirnya masalah biaya hidup Aqsha yang cukup besar bisa tertangani. Dalam menjalani kehidupan, yang saya rasakan adalah apabila kita bisa ikhlas merawat anak kita yang berkebutuhan khusus, Insya Allah.... Allah membukakan berbagai pintu rezeki buat kita.
1. Pasrah dalam menjalani kehidupan, namun tidak lupa tetap berdoa dan bekerja keras
2. Bantuan dan perhatian dari support system kita, misalnya orang tua, pengasuh anak dan sahabat-sahabat membuat saya kuat menjadi seorang Single Mom dengan anak berkebutuhan khusus.
3. Jujur, karena saya bekerja dan mempunyai income sendiri, hal ini juga yang membuat hidup pasca bercerai baik-baik saja karena pada dasarnya saya tidak tergantung hidup dengan mantan suami atau orang lain.
Sebenarnya saya cukup lama move on dari kondisi bercerai. Lima tahun lamanya saya tidak mempunyai hubungan khusus dengan siapapun, namun saya masih berhubungan baik dengan mantan suami saya. Saya lebih memfokuskan diri di pekerjaan karena saat itu proyek pekerjaan cukup banyak sehingga waktu yang adapun menjadi terbatas. Jika ada waktu senggang, saya lebih menghabiskan waktu bersama Aqsha dan orang tua saya.
Sehubungan dengan kondisi Aqsha, sampai saat ini saya tidak menjelaskan apapun tentang kondisi antara saya dan papanya. Aqsha terlihat baik-baik aja, selama di sekitar dia masih ada saya, nenek dan atuknya. Terkadang dia bertemu dengan papanya, namun karena sudah tidak tinggal bersama terkadang Aqsha tidak terlalu nyaman berlama-lama dengan papanya, mungkin karena kondisinya sebagai anak berkebutuhan khusus.
Tantangannya, pastilah butuh sosok pria atau figur Ayah untuk menjadi role model di tumbuh kembangnya. Banyak kegiatan-kegiatan yang bersifat ke-lelakian yang sebenarnya baik untuk menjadi salah satu terapi Aqsha, tidak bisa saya lakukan karena keterbatasan saya.
Tantangan lainnya, saat ini di Indonesia apapun kegiatan yang menyangkut ABK pasti biayanya lebih besar dibanding untuk anak-anak berkondisi normal. Untuk anak seperti Aqsha, sampai dengan usianya 10 thn saat ini (Aqsha terapi sejak usia 2 tahun) masih sangat memerlukan terapi-terapi tumbuh kembang agar kondisinya bisa mendekati normal.
Tantangan lainnya, sebagai single Mom dari ABK yang saya rasakan adalah butuhnya pasangan hidup untuk support mental dan menjadi partner hidup saya, karena pastinya seiring perkembangan umur Aqsha banyak hal yang menyebabkan kekuatiran-kekuatiran bagi saya dan saya juga memerlukan kestabilan mental, hehehe.
Sejujurnya belum kepikir karena prioritas saat ini adalah bagaimana membuat Aqsha mandiri untuk masa depannya karena bagaimanapun saya tidak bisa selamanya menemani dia. Saya berharap kondisinya bisa lebih baik dan bisa mempunyai jodoh. Mungkin, saya berpesan agar dalam mencari pasangan, carilah yang mempunyai cara pandang yang sama, mau bekerja keras, setia dan taat beragama sehingga dia tidak perlu mengalami perpisahan seperti saya.