Tak peduli seberapa menyebalkan apapun mertua, ingat saja kalau mertua juga manusia. Punya perasaan, keinginan untuk dihargai atau rasa emosi lainnya. Jadi, jangan sampai lupa untuk memperlakukan mertua, sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Kalau sedang makan siang di kantor, pembicaraan di meja makan itu bisa sangat beragam. Apalagi kalau ingat warga Female Daily itu kebanyakan perempuan, ya. Jadi kalau ngumpul, obrolannya itu nggak akan ada habis-habisnya. Ngobrolin soal kerjaan, iya, ngobrolin makeup dan skincare, sudah pasti. Up date soal makanan yang sedang hietz dan perlu dicicipi juga iya. Saking random-nya, obrolan kami pun sampai membahas soal bagaimana bersikap dengan mertua.
“Memang hubungan dengan dengan ibu mertua sering nggak harmonis, ya, kak?”
Suatu ketika ada teman kantor yang memang belum menikah bertanya mengenai hubungan menantu dengan mertua. Seperti yang kita ketahui, ya, hubungan menantu dan mertua itu kan sering kali terdengar begitu ‘menakutkan’. Hubungan yang sering kali terasa sepat bak makan salak mentah :D. Pantas saja, ya, kalau ada teman kantor yang belum nikah sempat mengajukan pertanyaan seperti ini di atas.
Mendengar pertanyaan di atas, kami yang sudah berstatus sebagai istri pun memberikan respon.
“Ya, gitu deh…. Kadang-kadang aja, kok.”
“Aaah… nggak, kok, hubungan gue sama mertua baik-baik aja,”
“Kalau gue bilang sih, semua tergantung dengan tipe mertua ya, kan ada tuh yang modelan ikut campur. Apa-apa dikomentari,”
Sementara komentar saya pribadi? Cuma senyum dan cenderung jadi pendengar yang baik! Lah wong, saya memang nggak pernah menemukan masalah sampai terjadi konflik dengan mertua. Bukan karena saya sering sok manis dan sok jaim, tapi memang karena saya tidak sempat mengenal ibu mertua yang sudah berpulang sejak mantan pacar masih SMA. Sedangkan, hubungan bapak mertua memang baik-baik saja.
Mendengar curhatan beberapa teman, termasuk sempat ngobrol dengan psikolog keluarga, saya bisa menyimpulkan beberapa hal. Alasan mengapa mertua, khususnya sang ibu sering kali dianggap monster yang menakutkan dan bagaimana cara menyikapinya.
Orangtua belum siap ‘kehilangan’ anak
Kebayang, ya, kalau bertahun-tahun berdekatan dengan anak, sehari-hari selalu bersama, eh, tiba-tiba si anak harus ‘berpaling’ karena memang sudah punya kehidupan sendiri? Meskipun anak saya masih kecil dan baru kelas 2, saya saja sudah mulai menyiapkan mental untuk mempersiapkan diri ketika anak saya memasuki usia remaja. Di mana ia sudah memiliki dunianya sendiri.
Saya ingat dengan apa yang dikatakan Mbak Anna Surti Ariani, bahwa salah satu tantangan terbesar orangtua adalah bagaimana kita harus harus bisa sedikit demi sedikit melepas anak tumbuh menjadi manusia yang akan dewasa.
“Kita kan jadi orangtua seringnya ingin ngekepin anak di bawah ketek, tapi itu nggak mungkin. Oleh karena itulah kita harus memberikan bekal yang cukup untuk anak bisa mengambil keputusan dan bertanggung jawab dengan langkahnya sendiri. Akan datang waktunya, saat kita merasa seperti tidak dibutuhkan lagi oleh anak. Karena memang anak sudah mampu mengambil menyelesaikan masalahnya sendiri. Jadi tantangannya bagaimana supaya aku terus bisa merasa ‘penuh’, meskipun mungkin peran aku sedikit demi sedikit akan berkurang,” paparnya.
Senada dengan Mbak Nina Teguh, Susan Newman, seorang spikolog psikolog pernikahan dan penulis Nobody’s Baby Now: Reinventing Your Adult Relationship with Your Mother and Father juga menyebutkan kalau banyaknya masalah yang terjadi dengan mertua berasal dari kesulitan orangtua untuk melepaskan anak mereka sendiri.
Dari sini saya seakan diingatkan kalau sebagai orangtua memang harus siap ditinggalkan anak. Toh, bukankah anak memang hanya sebagai titipan? Ketika sudah dewasa dan mandiri, ia pasti akan melangkahkan kakinya sendiri.
Untuk mengantisipasi agar rasa kehilangan tersebut tidak memicu ketegangan, nggak ada salahnya lho, untuk memberikan perhatian dan kasih sayang ekstra pada mertua. Lakukan apa yang kita harap bisa dilakukan oleh menantu kita nanti.
Nggak perlu diambil hati
Selanjutnya, saran penting lainnya dari psikolog keluarga lain, Irma Gustiana Andriani atau yang sering saya sapa Mbak Ayank Irma adalah, keharmonisan kita dengan mertua terletak dari perasaan kita sendiri. Artinya, kalau memang kita memang mencintai dan sayang sama suami, ya, harus belajar memahami kehadiran mertua sekalipun tidak seindah yang kita harapkan.
“Misalnya, mertua memberikan tuntutan yang berlebihan atau memberikan intervensi di berbagi aspek pernikahan, sebel memang sudah pasti. Tapi coba, deh, untuk menyelami perasaannya lebih dulu, karena bagaimana pun ibu bertua adalah orang yang penting bagi suami,” ungkap Mbak Irma.
Mendengar kiat dari Mbak Irma ini saya jadi ingat ada seorang teman yang mengatakan, cara ampuh meredakan emosinya ketika sedang ada kesal dengan mertua dengan mengingat kembali bahwa mertua adalah orangtua yang sudah membesarkan suaminya. Orang yang dipilih untuk menjadi partner dalam hidupnya. Berikan penghargaan yang pantas mereka terima.