banner-detik
PARENTING & KIDS

Saat Tiga Generasi Tinggal dalam Satu Atap

author

?author?02 Oct 2019

Saat Tiga Generasi Tinggal dalam Satu Atap

Ketika dalam satu rumah, ada orangtua, kita sendiri, dan si kecil. Konflik apa saja yang mungkin terjadi, dan bagaimana cara menghadapinya?

Saat Tiga Generasi Berada dalam Satu Atap - Mommies Daily

“Sebaiknya memang tidak ada dua ratu dalam satu rumah”

Kalimat ini sering saya dengar dari orang-orang di sekeliling. Pas sudah mengalaminya sendiri, serumah dengan orangtua jadi tahu persis, arti di balik pepatah di atas. Ada saja konflik yang muncul, misalnya perkara perbedaan values kerapihan rumah. Mana nih suara mommies yang sedang mengalami hal-hal serupa? Tarik napas, dalam-dalam dulu, ya, jangan keburu emosi, karena yang kita hadapi ini orangtua sendiri.

Iya memang segitu rentannya ada gesekan yang muncul, ketika kita tinggal satu atap dengan orangtua. Tapi bukan berarti nggak bisa dihindari, lho. Saran dari Mbak Vera Itabiliana, Psikolog Remaja dan Keluarga yang bisa mommies gunakan, sebaiknya mempunyai mind set seperti ini:

Semua perlu menjaga batasan masing-masing dan menyadari bahwa dari waktu ke waktu mungkin saja batasan itu akan bersinggungan. Sebagai yang “menumpang” seringnya menjadi pihak yang mengalah atau pasif, di sinilah pengelolaan emosi bermain. Sampai sejauh mana bisa diam dan sampai sejauh mana perlu menegaskan lagi batasan. Namun di atas itu semua perlu selalu diingat bahwa semua bermaksud baik dan ada rasa sayang/perhatian satu sama lain di balik setiap tindakan.

Baca juga: Karena Mertua Juga Manusia

Selain itu, waktu saya menjalani tinggal serumah dengan orangtua, penting juga menguatkan pondasi antar pasangan. Sedikit saja lengah, dan ada masalah, malah bisa berakibat buruk dengan kualitas hubungan kita dengan pak suami. Dikit-dikit berantem, ngambek, dan setumpuk masalah sepele yang harusnya bisa dihindari.

Untuk hal di atas, saya konfirmasi ke Mbak Vera, hal apa nih, yang sebaiknya pasutri lakukan untuk mengukuhkan pondasi? Mbak Vera bilang begini, “Sepakati jika ada masalah, siapa yang akan bicara pada orangtua atau mertua. Sepakati dulu apa pendapat berdua sehingga ketika bicara ke pihak lain terlihat sebagai satu kesatuan, bukan “maunya salah suami/istri saja.

Contohnya masalah klasik tapi sering terjadi adalah perbedaan pola asuh. Dari apa yang saya alami, hal ini cukup menguras emosi, karena pada praktiknya saya tidak melibatkan pihak ke-3 seperti yang Mbak Vera sarankan.

Berdasarkan pengalaman di praktik & sekolah, kakek nenek lebih bisa menerima masukan dari pihak ketiga yang netral seperti dokter/psikolog/guru. Jalinlah komunikasi dan hubungan baik dengan pihak-pihak ini sehingga bisa diajak “kompakan” untuk kasih masukan ke kakek nenek. Perlu kita sadari bahwa apa yang dilakukan kakek nenek adalah berdasarkan rasa sayang pada cucunya, hanya caranya saja yang perlu diselaraskan.

Baca juga: Memberi Uang Untuk Orangtua atau Mertua, Seperti Apa Aturannya?

Saya setuju sekali dengan apa yang dipaparkan Mbak Vera. Satu hal yang memang harus kita ingat, orangtua atau mertua kita, sayang sama cucu-cucunya. Apapun akan mereka lakukan untuk melihat cucunya bahagia. Hanya saja dalam praktiknya, cara mereka tidak sejalan dengan values yang sudah kita yakini dengan pasangan. Hal ini bisa terjadi, karena adanya kesenggangan ilmu parenting, antar generasi. Tugas kitalah memberikan informasi lewat pihak-pihak yang tadi Mbak Vera sebut.

Selain perbedaan pola asuh, beberapa konflik yang mungkin muncul menurut Mbak Vera, adalah:

  • Stereotype value tentang peran, misalnya bagaimana semestinya peran seorang ibu
  • Standar dalam melakukan pekerjaan rumah, misalnya baju harus disetrika sedemikian rupa, baru dibilang rapi.
  • Masalah finansial
  • Dari beberapa masalah yang sempat saya temui. Hasil temuan saya adalah, jika seseorang sudah menginjak usia lansia, dari segi emosional, mereka sangat sangat sensitif. Perihal ini, sih, yang wajib jadi perhatian. Penyebabnya menurut Mbak Vera karena mereka juga sedang mencoba menerima kondisi diri mereka sendiri yang tak lagi sekuat dulu. Orang yang biasanya melakukan semua sendiri lalu sekarang butuh bantuan orang lain, tentu menjadi lebih emosional. Di satu sisi  mereka masih ingin melakukan sendiri tapi sudah punya banyak keterbatasan,  di sisi lain situasi tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan atau standarkan. Sesuai tahapan perkembangan Erikson, orang2 di usia 60 tahun ke atas berada dalam tahapan integrity vs despair.

    Untuk mommies yang sedang menjalani hal ini, bersabar ya. Jangan terpancing emosi. Ingat, mereka adalah orangtua kita atau orangtua dari pasangan kita. Jika butuh bantuan, jangan segan mencari bantuan pihak ke-3, seperti psikolog keluarga.

    Baca juga: Jika Harus Tinggal Di Rumah Kakek Nenek

     

     

    Share Article

    author

    -

    Panggil saya Thatha. I’m a mother of my son - Jordy. And the precious one for my spouse. Menjadi ibu dan isteri adalah komitmen terindah dan proses pembelajaran seumur hidup. Menjadi working mom adalah pilihan dan usaha atas asa yang membumbung tinggi. Menjadi jurnalis dan penulis adalah panggilan hati, saat deretan kata menjadi media doa.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan