Perceraian memang bisa dipicu oleh banyak hal. Bahkan katanya, perceraian jauh lebih rentan setelah punya anak ke-2. Berikut penjelasan dari Nadya Pramesrani, M. Psi.,Psikolog Keluarga, Co-Founder Rumah Dandelion.
Ngomongin masalah perceraian, kok, selalu bikin saya khawatir, ya. Bukan apa-apa, layaknya pasangan lainnya, saya pun punya doa yang sama. Pernikahan bisa langgeng, penuh berkah, dan tentu saja bahagia. Amiiiiiiiiiiin ya Tuhan.
Kenyataannya, setelah melewati milestone 7 tahun pernikahan, saya masih percaya kalau nggak ada pernikahan yang bisa kebal dari perceraian. Di lingkungan saya saja, banyak kasus, penikahan yang terlihat adem ayem dan berlangsung belasan tahun, tahu-tahu bubar jalan. Penyebabnya? Banyak banget.
Baca juga : 5 Alasan Tertinggi yang Menyebabkan Perceraian
Nah, saat acara MDLunch dengan tema sibling rivalry, saya sempat ngobrol lagi dengan Nadya Pramesrani, M. Psi.,Psikolog. Sedang asik-asiknya ngobrol soal tips menyiapkan mental untuk punya anak ke-2, Co-Founder Rumah Dandelion ini bilang bahwa dari banyak kasus yang ia tangani, ternyata tidak sedikit pernikahan yang rentan 'goyang' setelah adanya anak-2.
Nah, lho!
“Sebenarnya ini sangat berkesinambungan, ya, bukan berarti setelah punya anak kedua lantas rentan perceraian. Bukan seperti itu, tapi memang akan berkaitan dengan banyak hal lainnya.”
Nadya menerangkan, kondisi seperti ini memang tidak terlepas karena orangtuanya sendiri ternyata memang belum siap untuk untuk menambah anak. Saya sendiri sangat sadar bahwa tambah anak bukan hanya perlu kesiapan finansial, tapi juga mental saya dan suami.
Nadya bilang, “Simple things, sih, misalnya nih, ketika ada anak kedua para suami itu biasanya sudah tidak sesiaga ketika punya anak pertama. Sebenarnya suami pun nggak bermaksud untuk tidak siaga tapi memang ini kan juga dipengaruhi dengan kondisi fisik dan emosional. Belum lagi dengan adanya faktor kalau istrinya kurang komunikatif pada suami. Tidak mengatakan apa yang memang dibutuhkan.”
Seperti yang dijelaskan oleh Nadya, ternyata berkurangnya komunikasi suami istri ini juga tidak datang begitu saja. Seorang istri bisa jadi tidak komunikatif akibat dirinya sudah merasa lelah, dan kehabisan energi karena hari-hari capek ngurusin anak.
“Jadi tantangannya memang beda. Biar gimana, adaptasi anak pertama dengan adaptasi anak kedua itu memang akan berbeda, ditambah lagi dengan usia pernikahan di mana anak kedua biasanya lahir ketika usia pernikahan memasuki akhir lima tahun pertama atau masuk pada periode 5 tahun ke dua. Konflik pernikahanya memang beda lagi.”
Ketika anak kedua hadir, secara emosionalnya mau nggak mau akan terpecah lebih banyak.
"Contohnya tadi, deh, saat anak pertama hadir saja, banyak pasangan yang lupa kapan punya couple time dengan pasangan. Bayangkan kalau sudah anak kedua, pasti akan lebih lupa kapan terakhir kencan berdua suami. Sehingga ada hubungan-hubungan yang mulai merenggang. Sedangkan ketika ada anak kedua, di mana usia kita juga makin bertambah, dari orangtua sendiri kan juga beda, anak juga punya kebutuhan yang berbeda".
Biasanya, usia penikahan yang sudah memasuki 5 sampai 10 tahun, pasangan suami istri banyak yang merasa stuck dengan rutinitas.
“Eventually kemudian sadar kok, saya ada di titik ini? Saya nggak suka ada di sini, and then paling gampang akhirnya menyalahkan pasangan karena pasangan dianggap orang yang paling aman, yang hubungannya paling secure. Belum lagi masalah biasanya usia pernikahan ini sering muncul WIL atau PIL sehingga terjadinya perselingkuhan. Kemudian datang lagi anak ke-2, kalau kita memang nggak nggak siap maka akan menimbulkan banyak konflik lagi yang jauh lebih banyak,” tukas Nadya lagi.
Dalam hal ini Nadya mengingatkan kalau secara perkembangan, pernikahan itu juga sama seperti manusia, punya proses tumbuh kembang yang berbeda setiap tahunnya. Ia mengatakan, “Unit keluarga juga punya proses tumbuh kembang sendiri. Mulai dari masa pacaran, sampai dengan nantinya menikah. Hubungan ketika belum punya anak, sampai nantinya anak akan menikah. Fase pernikahan ini punya tugas dan kebutuhan masing-masing.”
Oleh karena itulah Nadya mengingatkan bahwa tugas dan kebutuhan-kebutuhan inilah yang perlu terus diingat dan dipenuhi satu sama lainnya sehingga bisa tetap mesra sepanjang waktu. Jika tidak, bukan tidak mungkin akan menimbulkan konflik yang berujung pada perceraian.
Baca juga : Mencegah Meledaknya Bom Waktu Dalam Pernikahan