Meski bukan masuk kategori gangguan psikologis, namun gejala princess syndrome yang dialami oleh para istri bisa berpengaruh pada kesehatan pernikahan, lho Mom!
Pertama kali saya mendengar mengenai Princess Syndrome itu di forum Mommies Daily yang ternyata cukup ramai pembahasannya. Ternyata, kalau di kalangan anak-anak, kita mengenal Peter Pan Syndrome & Cinderella Complex, Berbahaya Bagi Masa Depan Anak seperti yang pernah Adis tulis beberapa waktu lalu.
Baca juga:
Cegah Anak Mengalami Peter Pan Syndrome & Cinderella Complex
Dari kedua artikel di atas, saya paham bahwa sindrom ini terjadi akibat ketidak matangan secara psikologis yang dialami oleh orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Sementara si princess syndrome, lebih kepada diri si istri, yang diduga punya gejala-gejala tertentu mirip-mirip seorang putri kerajaan, yang segala permintaannya harus dituruti. Persamaannya, serba minta dilayani alias manja.
Gejala dan dampak princess syndrome
Dan berkat obrolan para member di forum Female Daily Network inilah, saya jadi punya bahan untuk menulis, ahahaha. Ketika muncul istilah princess syndrome ini, saya jadi penasaran dan mencari tahu lebih dalam lagi, ke Psikolog Keluarga dan Pernikahan, Anna Surti, atau akrab disapa Mbak Nina. Di luar dugaan saya, Mbak Nina menyampaikan kalau princess syndrome sebetulnya bukan gangguan psikologis. “Princess syndrome itu bukan gangguan yang ada di panduan diagnosis, tapi kalau ada seseorang yang kita anggap mengalami princess syndrome, maka yang paling dekat, yang bisa menjelaskan itu, adalah gangguan narsisistik. Tapi kita tidak bisa sembarangan mendiagnosis seseorang mengalami gangguan.”
Yang disebut gangguan narsistik sebetulnya mereka yang maunya hanya melihat ke diri sendiri. Tidak terlalu peduli pada kebutuhan orang lain. Pokoknya semua tentang dirinya, hanya dia yang bagus, sementara orang lain tidak.
Sementara itu, dari kasus per kasus yang pernah ditangani oleh Mbak Nina. Ia belum pernah menerima klien yang mengalami princess syndrome. Tapi memang ada salah satu klien perempuan dan kebetulan anak bungsu yang mengalami gejala princess syndorme, seperti berharap segala keperluannya diladeni oleh suami, ia ingin suamilah yang harus mengerti dia, bukan sebaliknya. Contohnya ketika istri mencari sesuatu, respon yang pertama keluar adalah berkeluh kesah, tanpa terlebih dahulu berusaha mencari.
Gejala lainnya, Mbak Nina bilang, seseorang yang mengalami princess syndrome, menginginkan hanya barang-barang kelas satu untuk dirinya. “Menganggap dirinya pantas untuk barang-barang terbaik, tanpa betul-betul mempertimbangkan kondisi keuangannya.” Kondisi ini, tentu akan berbahaya jika terus dibiarkan. Ya kalau, si pasangan ini dalam kondisi keuangan yang super stabil, atau uangnya nggak habis-habis sekian turunan. Tapi kalau sebaliknya bagaimana? Ngoyo mendapatkan gaya hidup serba kelas satu, tapi di sisi lain, nggak mampu secara finansial. Yang ada, jadinya besar pasak daripada tiang, dong ya?
Lebih jauh lagi, princess syndrome bisa saja memengaruhi kestabilan pernikahan. Karena kan pada dasarnya, pernikahan itu adalah kerja sama antara suami dan istri. Tapi apa jadinya, jika istri yang terlalu bergantung pada suami? Iya, kalau suaminya senang diandalkan, tapi kalau merasa tidak nyaman? Tentu hal ini akan menganggu hubungan pasutri.
Solusi
Jika suami menemukan gejala-gejala di atas tadi, Mbak Nina menyarankan membuat kesepakatan. Contohnya untuk kasus keterandalan tadi, buat kesepakatan apa yang bisa suami bantu dan yang tidak. Contoh kasus lainnya, jika soal gaya hidup serba kelas satu, cari berapa kesepakatan berapa nominal yang dialokasikan untuk pengeluaran pribadi dia. Karena dalam rumah tangga kan, banyak sekali pos keuangan yang juga harus diatur. Skenario terburuk, jika istri tetap melanggar aturan tersebut, suami harus menegur dengan tegas. Karena udah dibuat kesepakatannya dari awal, kan?
Terlihat sepele, ya, Mommies gejala-gejalanya? Tapi kalau dibiarkan berlarut-larut, pernikahan menjadi taruhannya.