Perselingkuhan tentu saja jadi sebuah kondisi 'menakutkan' dalam hubungan pernikahan. Menurut Zoya Amirin, sebelum hal ini terjadi sebenarnya ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindarinya.
Selingkuh. Kata yang satu ini selalu bisa membuat saya merinding setiap memikirkannya. Rasanya, sama seperti perempuan lain, di lubuk hati yang paling dalam saYa berharap pernikahan mendapatkan bahagia, jauh dari cerita perselingkuhan.
Tapiiiiii... siapa, sih, yang bisa tahu apa yang terjadi esok, lusa ataupun masa yang akan datang? Maksudnya, siapa yang bisa menjamin pernikahannya akan langgeng dan terhindar dari perselingkuhan? Apalagi kalau ingat pada dasarnya perasaan manusia itu bisa berubah. Perasaaan itu kan bukan kaset, yang bisa disetel sesuka hati, termasuk perasaan saya ataupun suami.
Paling nggak, hal ini menyadarkan saya kalau perselingkuhan bisa saja terjadi, untuk itu ada baiknya dicegah. Sejauh ini, usaha yang bisa saya dan suami lakukan adalah menguatkan komunikasi sebagai pondasinya Saling bicara dan tentu saja saling mendengarkan.
Seperti yang pernah dikatakan Indra Noveldy sebagai konselor pernikahan, kalau berbicara soal benang merah dari sekian banyaknya masalah yang terjadi dalam rumah tangga, kata kuncinya adalah komunikasi. Sayangnya, sampai saat ini masih banyak yang tidak sadar kalau komunikasi dengan pasangannya belum dilakukan dengan baik.
Penulis buku "Menikah untuk Bahagia" ini sempat bilang kalau sampai sekarang, masih banyak pasangan suami istri yang lupa bahwa rumus komunikasi itu sebenarnya adalah mendengar, bukan bicara. Dan mendengar juga perlu butuh butuh dilatih. Karena saya perempuan, saya cukup paham benar kalau seorang perempuan senang ngomong dan nyerocos panjang lebar, apalagi dengan kalau sedang cek cok dengan pasangannya.
Indra Noveldy bilang, “Banyak orang yang hanya mau bicara, bicara, dan bicara pada pasangannya, tanpa mau mendengar. Dia tidak sadar dengan berbicara terus menerus sebenarnya dia tidak mengenal siapa pasangannya. Dia hanya sibuk membicarakan dirinya sendiri, jadi dalam komunikasi yang perlu dipelajari adalah kemampuan untuk mendengar”.
Begitu mendengarnya, saya, kok merasa kesentil, ya?
Balik lagi ke masalah selingkuh, kalau merujuk pada Wikipedia, selingkuh adalah istilah yang umum digunakan terkait perbuatan atau aktivitas yang tidak jujur, dan menyeleweng terhadap pasangannnya. Istilah ini umumnya digunakan sebagai sesuatu yang melanggar kesepakatan atas kesetiaan hubungan seseorang. Sementara kalau merujuk KBBI, pengertian selingkuh lebih sempit lagi, yaitu suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; curang; serong.
Nah, kemarin teman saya baru ada yang curhat dan bilang kalau ia merasa bersalah dengan suaminya. Ia bahkan sampai mengutuki dirinya sendiri karena berani main api karena sudah selingkuh teks di era socmed seperti sekarang ini.
Di akhir curhatnya, ia pun akhirnya melontarkan sebuah kalimat yang menurut saya cukup menarik. Kira-kira dia bilang begini, “Gue tahu tindakan gue kemarin salah, gue sempat terpeleset. Dari sini gue juga makin sadar kalau kesetiaan dalam pernikahan adalah pilihan, dan gue memilih untuk belajar setia dan belajar untuk menghindari terjadinya perselingkuhan.”
Mendengar keputusannya, jelas saya senang. Meskipun kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari, tapi mencegah perselingkukan rasanya jalan terbaik yang bisa dilakukan. Seperti yang diungkapkan Zoya Amirin, perselingkuhan memang bisa dihindari. Kuncinya adalah sikap jujur, tapi jujur di sini dalam artian yang hardcore, lho. Di mana jujur di sini kita perlu jujur dengan perasaan diri sendiri lebih dahulu. Termasuk saat kita sedang berimajinasi dalam berhubungan seksual.
Tenang sajaa... sesekali beimajinasi seks nggak salah, kok, termasuk membayangkan suami jadi Chris Evans, hahahahaa. Kalau katanya Zoya Amirin, 98% pasangan suami istri baik perempuan dan laki memang membayangkan orang lain dalam kehidupan seksualnya. Yang jadi masalah, kalau kita berusaha mati-matian mewujdukan imajinasi tersebut.
Seksolog berlatar belakang psikologi ini juga menyarankan, jika kita sudah mulai merasa tertarik dengan seseorang tidak ada salahnya untuk jujur dengan pasangan. Dengan membahas ketertarikan ini, kenapa kita bisa tertarik pada orang lain, justru bisa membuat kita lebih realistis untuk melakukan sebuah action. Masalahnya, tidak semua orang punya keberanian untuk melakukannya.
Selain itu, jangan pernah mencari pembenaran dengan mencari alasan untuk bertemu dengan orang lain. Aaah, ga apa-apa, dong kalau kita cuma ketemu sebentar? Kan cuma ngobrol sambil ngopi. Kalau memang nggak ada apa-apa, kenapa bersusah payah mencari alasan untuk menenangkan diri? Bukankah hal ini justru menunjukan ada sesuatu? Kalau memang nggak ada apa-apa kenapa risau untuk menangkan diri sendiri?.
Ya, intinya, sih, kita memang perlu menjaga batasan, jangan sampai kebablasan. Dengan cara seperti ini bisa memprevensi diri sendiri untuk menghindari melakukan perselingkuhan. Ketertarikan pada orang lain selalu mungkin terjadi, termasuk bagi pasangan yang merasa kalau pernikahan bahagia dan romantis. Semua balik lagi bagaimana kita menyikapinya, keputusan apapun yang akan diambil tentu saja tergantung pada kecerdaasan emosi kita sendiri.
Setuju?