Ditulis oleh: Rosalia Titi Wening
Insecure! Adalah kata pertama yang kerap dirasakan perempuan yang mengalami KDRT. Rasa aman terasa begitu mahal.
Buat saya tidak pernah terpikirkan sama sekali jika harus berada dalam kondisi di atas. Masuk 7 tahun pernikahan, nyata-nyata justru itu yang saya alami. Miris ya :(!! Tapi saat ini saya mencoba bangkit dan mulai menata kembali. Perilaku dahulu yang dilakukan suami masih jelas tertanam di otak saya. Hantaman keras kebagian muka, kepala, badan dan kaki seperti menjadi tindakan wajar yang ia lakukan kepada saya.
Sedih memang saya masih berdiri di sini dan masih mencoba berharap adanya perubahan. Tidak! Saya tidak diam. Usaha terakhir sudah saya serahkan kepada yang berwajib. Semua balik lagi, pelaku KDRT itu tidak pernah mengaku salah. Ini yang saya coba realize dan akhirnya mencoba menguatkan diri bisa tidak bertahan di kondisi seperti ini?
Seperti yang sebelumnya saya utarakan kepada Psikolog Keluarga Anna Surti Ariani SPsi, MSi, Psi atau yang biasa dikenal dengan Mba Nina Teguh. Banyak masukan dari beliau, seperti yang saya coba paparkan di bawah ini, bagaimana mampu bertahan dalam kondisi rumah tangga berstatus KDRT.
Posisikan sejajar
Saat KDRT kembali terjadi, cobalah memosisikan diri sejajar dengan suami. Begini, saat suami mulai berkata kasar, sementara kita posisi sedang duduk, berdirilah, sejajarkan posisi dengan dirinya. Buat seakan-akan kita tidak takut dan berkata tegas setiap ia mulai mengeluarkan umpatan yang tidak mengenakkan. Dengan begitu suami akan melihat kita tidak lemah. Ucapan tegas kita akan menahan emosinya.
Bertindak terlebih dahulu
Kita yang lebih tahu kondisi yang sedang kita hadapi. Saat pertengkaran mulai memanas, kita sudah tahu harus bagaimana. Biasanya yang mulai melakukan tindakan adalah suami, sekarang giliran kita yang memulai, caranya dengan mengambil ancang-ancang jika terjadi pemukulan kembali, kita sudah menyiapkan alat atau benda untuk berjaga-jaga, misalnya seperti pisau, gunting, karter atau benda tajam lainnya yang bisa kita sembunyikan di balik tempat tidur atau tempat yang aman lainnya. Gunanya untuk self defense, menakut-nakuti pelaku KDRT itu perlu, jadi ia tidak semena-mena.
Berani bilang “Tidak untuk Dipukul”
Saat kondisi melemah biasanya korban akan bersikap pasrah, padahal itu salah. Siapkan tenaga dan berani mengatakan tidak untuk KDRT. Saat pelaku mulai melayangkan tangan ringannya ke bagian tubuh kita, katakan tidak. Jika masih tidak mempan ancam dengan berteriak atau katakan kita akan menelepon RT, satpam komplek atau tetangga terdekat. Paling tidak hal tersebut membuatnya berpikir ulang dan menghentikan niatnya. Terus ingatkan hal tersebut jika kita tidak takut kepadanya.
Fase Istirahat
Ini tahap terakhir yang sudah saya lakukan. Bicara istirahat, bukan berarti tidak melakukan apa-apa yah. Begini kira-kira. Kalau saat ini saya masih dalam tahap kebingungan. Banyak membagi hal ini kepada teman-teman dekat tentu juga tidak salah, selain sedikit meringankan beban juga membantu kita berpikir langkah untuk ke depannya. Kemudian saya kembali meminta persetujuan Mba Nina, “Apakah dengan diamnya saya sekarang, seperti menerima dan menjalaninya itu salah? Dan tidak tahu apa yang akan saya lakukan selanjutnya.” Mba Nina menegaskan, “Kamu dalam tahap atau fase istirahat. Silakan beristirahat. Tapi kemudian jangan lupa untuk bangkit. Kamu tidak mati yang tidak akan bangun lagi. Jadi setelah merasa cukup istirahatnya, bangun dan bangkit kembali.”
Bertahan dalam kondisi rumah tangga seperti ini terus menguatkan saya untuk tidak lengah dan mencoba membantu suami ke arah yang lebih baik. Masih ada jalan yang bisa kami tuntaskan dan kompromikan. Semoga yang terbaik!