Apaaaa, sekarang gaji PRT di Jakarta minimal 1,2 juta dan baby sitter 2 jutaaaaa ?? Duuuh.... *nelen ludah*
Ketika semua bahan pokok pada naik, eeeh.... Kemenaker baru-baru ini mulai memberlakukan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 02 Tahun 2015 tentang perlindungan terhadap para Pekerja Rumah Tangga (PRT). Salah satu poinnya, ya, soal gaji ini. Selain itu, permen ini juga mengatur soal hak PRT untuk mendapatkan cuti atau liburan.
Sebenarnya keputusan Permen di atas nggak disalahkan sepenuhnya. Mengingat pekerjaan PRT ini memang terbilang berat, kompensasi yang mereka dapatkan juga memang harus layak. Intinya, apapun pekerjaannya antara gaji dan pekerjaan memamg harus di sesuaikan. Kalau mendengar ada orang yang masih memberikan gaji yang kurang layak untuk PRT, ya, cukup miris, sih.
Saya sendiri setuju dangan apa yang dibilang Direktur Jenderal Pembina Penempatan Tenaga Kerja Kementrian Ketenagakerjaan, Reyna Usman, kalau setiap PRT punya hal untuk mendapatkan upah yang layak. Hal ini memang harus dipenuhi kita, pihak pengguna jasa PRT. Kalaupun memang selama ini belum ada regulasi yang mengatur hak dan kewajiban para PRT, sehingga PRT maupun babysitter kerap kali mengalami ketidakadilan, bagaimana dengan hak kita sendiri?
Biar gimana, sebagai pengguna jasa PRT, kita kan juga punya hak. Salah satu poin yang sangat penting adalah bagaimana mereka, si ART terutama babbysitter memperlakukan anak kita dengan baik. Tentu kita nggak mau, dong, kalau anak kita mendapatkan kekerasan dari mereka? Lewat verbal ataupun kekerasan fisik. Selama ini pemberitaan soal kekerasan yang dilakukan ART atau babysitter kan juga nggak sedikit. Iya, kan?
Balik lagi ke Permen Nomor 02 Tahun 2015, sepengetahuan saya, sih, sebenarnya dua point di atas juga sudah banyak diberlakukan di beberapa tempat. Nggak usah jauh-jauh, deh.... di lingkungan rumah saya pasaran PRT memang sudah di atas 1 juta. Begitu juga di rumah saya. Setiap akhir pekan saya pun membolehkan si Mbak untuk cuti. Mau jalan bersama teman-temannya, monggo... mau menginap di kontrakan suami, juga silakan saja. Tapi memang dengan catatan kalau saya dan suami lagi nggak ada kerjaan dan ada di rumah, ya. Sayangnya, walaupun hak-hak PRT sudah diberikan, toh, tetap saja nggak menjamin mereka untuk betah di rumah.
Baru-baru ini, Mbak di rumah minta izin pulang kampung dengan alasan yang cukup klise. Orangtuanya sakit. Katanya, sih, cuma izin satu minggu saja. Anehnya, kalau memang mau balik lagi, kenapa semua baju dan barang-barangnya diangkut semua? Bahkan nggak ada sehelai baju kotor pun yang ditinggal.
Begitu, saya memastikan dengan maksud supaya bisa mencari penggantinya, si mbak malah jawab, “Kok, Ibu begitu sih? Ibu mau saya keluar, ya? Kalau memang Ibu mau cari pengganti, ya, sudah.” Ih, kesel ngggak sih? Lah wong, saya tanya baik-baik, jawabnya malah ngeselin.
Sadar karena jasa para PRT ini begitu penting, saya pun selalu menjaga hubungan baik dengan mereka. Terlepas dari masalah gaji dan cuti aja, di rumah pun selalu memberlakukan sitem kerja sama. Paling nggak, setiap kali makan, kami nggak segan untuk cuci piring di rumah. Intinya sesuatu yang bisa dikerjakan sendiri, ya, kami lakukan. Apa yang kita makan, ya, si Mbak makan juga. Soal gaji juga selalu on time. Masalah kesehatan juga nggak pernah diabaikan, biar gimana kan selama si Mbak bekerja di rumah, maka mereka adalah tanggung jawab kami sepenuhnya. Toleransi dengan kekurangannya? Sudah pasti... Kalau ada rezeki lebih, si Mbak juga pasti kecipratan... Intinya, simbiosis mutualisme, saling menguntungkan untuk kedua belah pihak.
Tapi apapun yang sudah kita lakukan demi membuat PRT betah di rumah, tetap nggak menjamin, kok. Rasanya pengeeen banget, deh, punya ART seperti zaman orangtua atau nenek kakek dulu. Yang bisa bertahan hingga puluhan tahun di rumah. Selama berumah tangga, saya sempat menemukan PRT idaman yang bisa bertahan hingga 3 tahun lebih. Hingga akhirnya saat dia memutuskan untuk keluar, saya dan suami sangat frustrasi. Kelimpungan cari penggantinya.
Sampai sekarang saya pun masih susah menemukan ART yang pas. Seperti yang kita ketahui, ya, ART masa kini memang sering bikin kita mengelus dada. Jam 6 pagi belum bangun, nggak jarang kita yang harus membangunkan mereka. Ketika bekerja, nggak bisa lepas dari telepon genggamnya. Jadi nggak aneh, ketika kita minta tolong A, eh yang dia lakukan malah B.
Drama ART ini memang nggak pernah berkesudaahan, ya. Mecari ART sama sulitnya ketika mencari cinta sejati. Harapannya, sih, dengan adanya Permen Nomor 02 Tahun 2015, ada poin-poin lain yang menuliskan hak-hak kita sebagai pengguna jasa ART dan Babysitter, terutama dalam hal perlindungan anak-anak. Setuju?