Mengingat acara televisi nasional belakangan ini yang semakin mengada-ngada , sekalinya ada acara buat anak-anak, malah mengeksploitasi mereka seperti yang pernah ditulis oleh Sazkia di sini. Seperti halnya anak seusianya, Langit menyerap berbagai informasi yang ada di sekitarnya bagaikan spons. Apa yang sekitarnya bicarakan, ia ikuti. Apa yang saya lakukan, ia mengikuti. Kalau yang ia ikuti real people di sekitarnya, masih bisa deh dikendalikan. Tapi kalau dari televisi, bagaimana?
Saya mungkin belum bisa sepenuhnya memutus hubungan antara Langit dan televisi, tapi sudah ada beberapa langkah yang saya lakukan. Langkah pertama, saya pernah menghentikan langganan televisi berlangganan dan mematikan televisi sepanjang hari saat Langit masih bangun. Seperti yang pernah saya tulis di artikel ini, televisi sedikit banyak memberikan pengaruh kurang baik pada anak. Tapi setelah beberapa lama, saya kasihan juga sama pengasuhnya yang pasti bete lah, sepi-sepi saja.
Akhirnya, saya memasang televisi berlangganan lagi dengan meyakinkan bahwa yang dipasang saat ada Langit hanya saluran anak-anak saja. Untungnya Langit memang tak terlalu addict sama televisi.
Lalu, muncullah masa-masa serangan Strawberry Shortcake. Awalnya saya nggak terlalu kepikiran akan candu baru ini. Karena memang cerita dalam kisah-kisah Strawberry Shortcake cukup bagus untuk anak-anak. Sampai suatu saat suami saya bilang, “Langit kebanyakan nonton Strawberry Shortcake tuh, masa gaya ngomongnya jadi kaya Strawberry Shortcake..”
Setelah saya perhatikan, iya juga. Gaya bahasa Langit jadi mirip sama tokoh-tokoh di film tersebut setelah dialihbahasa menjadi bahasa Indonesia. For some people, maybe it sounds cute. Tapi buat saya, orangtuanya, merasa ada yang salah dengan hal ini. (sudah pasti yang salah ya, saya. Karena melakukan pembiaran sehingga Langit terekspos dengan film ini terlalu sering).
Akhirnya, saya melakukan peraturan baru: Langit hanya boleh nonton dvd di hari Sabtu dan Minggu. Itupun hanya boleh 2 keping DVD per harinya.
Awalnya, Langit bertanya-tanya kenapa dia nggak boleh nonton DVD lagi. Alasan saya adalah, “Supaya Langit bisa mainin mainannya yang lain, lagipula Langit sudah TKB jadi harus belajar. Kan kata Kakak Gege (anak tetangga depan rumah yang baru masuk SD) bilang, kalo SD harus belajar”. Kesannya kompetitif ya, mengharuskan anak belajar? LOL. Padahal ini hanya akal-akalan saya doang.
Hasilnya, Langit sekarang gaya bicaranya sudah nggak kaya DVD terjemahan, haha. Nilai plus lain yang saya ambil, Langit juga sudah mulai bisa baca karena ia jadi lebih sering menghabiskan waktu siangnya dengan membolak balik buku cerita tanpa saya paksa. Happy!