Sorry, we couldn't find any article matching ''
Prakonsepsi: Langkah Awal Persiapan untuk Menjadi Calon Orangtua
Menjalani peran sebagai orangtua sebenarnya bisa kita mulai sejak dari masa prakonsepsi. Masalahnya, belum semua calon orangtua ngeh akan pentingnya konseling prakonsepsi ini.
Semua orang, baik itu saya, tetangga saya, kakak atau teman kantor hingga Anda yang lagi membaca tulisan ini pasti punya cita-cita ingin menjadi orangtua yang baik (kalau bisa sempurna tanpa cela) untuk anak-anak kita. Nggak ada deh kayaknya orang yang ingin menjadi orangtua yang buruk, kalau memang niatnya ingin hamil dan memiliki anak, ya.
Makanya, begitu tahu hamil, banyak orang yang melakukan perubahan gaya hidup (termasuk saya). Memilih gaya hidup yang lebih baik melalui cara yang beraneka ragam. Ternyata, jauh sebelum hamil, sebenarnya kita sudah bisa lho memilih menjadi orangtua yang baik, menyiapkan hidup yang indah untuk anak kita. Dengan cara konseling prakonsepsi. Konseling yang diharapkan dapat menyiapkan calon orangtua secara fisik maupun psikis agar bisa menjalani perannya sebagai orangtua dengan maksimal.
Waktu baru menikah, saya dan suami menyempatkan berbincang tentang kemungkinan menunda punya momongan atau mau langsung hamil. Suami bilang, “Langsung aja, ya, soalnya usia aku kan juga sudah nggak muda.” Iya, suami sudah berkepala tiga saat menikahi saya. jadi, ya sudah, kami langsung program punya anak.
Setelah si kecil lahir dan kini berusia 3 tahun. Banyaaak sekali perubahan yang saya dan suami alami. Contohnya dari segi kesabaran, yang namanya sumbu sabar idealnya tak berbatas. Terlebih kalau anak lagi masuk masa-masa tantrum. Hal ini luput dari pengetahuan kami sebelum punya anak. Sama sekali nggak terpikir, nggak hanya kesehatan fisik yang perlu mendapatkan perhatian, tapi juga emosi mutlak dibutuhkan.
Baca juga:
Panduan Menggunakan Sosial Media Untuk Orangtua Baru
5 Sisi Gelap Menjadi Orangtua yang Jarang Terungkap
Mungkin saya dan suami akan merasa lebih siap, jika sebelum punya anak, sudah tahu yang namanya konseling prakonsepsi. Menurut dr. Riyan Hari Kurniawan, SpOG dari RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, “Prakonsepsi adalah upaya untuk mengenali dan memodifikasi risiko kesehatan, perilaku, dan sosial pada kesehatan wanita atau dampak kehamilan melalui pencegahan dan pengobatan.”
Rasanya istilah prakonsepsi ini, (IMO) harus lebih banyak digaungkan nggak sih? Coba deh, kita flash back, ingat-ingat lagi seberapa banyak kekerasan yang dilakukan oleh orangtua kandung. Saya jadi teringat artikel yang Mbak Fia (Managing Editor MD), tulis, Karena Memiliki Anak Tidak Sama dengan Bermain Boneka. Latar belakangnya, dari kasus orangtua yang tega meninggalkan dua anaknya yang berusia 16 tahun dan 3 tahun di sebuah rumah yang tidak layak. Dua poin yang disoroti dalam artikel itu adalah kesiapan dari segi finansial dan kematangan emosi ketika pasutri memutuskan untuk punya anak.
Baca juga: Sudahkah Kita Bertanggung Jawab Terhadap Pola Asuh yang Diterapkan?
Ya sekarang kita berpikir rasional ajalah. Hamil aja jelas-jelas butuh biaya yang nggak sedikit (kontrol ke dokter, nebus vitamin, test darah ini itu dan sebagainya). Belum lagi saat si kecil sudah lahir, butuh dikasih vaksin. Itu semua kan butuh dana yang terbilang besar *menatap nanar isi rekening*.
Coba bayangkan jika tiga tujuan mulia dari program konseling prakonsepsi di bawah ini sudah sampai ke telinga pasutri di seluruh pelosok Indonesia. Mungkin nggak ada lagi cerita, anak yang ditelantarkan, atau mendapatkan perlakuan buruk dari orangtuanya sendiri.
Baca juga: Masa Depan Anak Kita = Banyak Kemungkinan
Untuk memastikan kondisi kesehatan ibu selama menjalani kehamilan, ada juga serangkaian tes yang wajib dilalui oleh calon ibu:
Ada pula vaksinasi yang perlu dilakukan untuk mencegah beberapa penyakit, yang mungkin saja menyerang ibu hamil, di antaranya:
Secara spesifik Dr. Riyan memberikan kisi-kisi hal apa saja yang akan dijelaskan oleh dokter selama konseling prakonsepsi ini berlangsung.
Tambahan lainnya terkait nomor lima, dr. Riyan menekankan menjadi orangtua adalah tanggung jawab yang besar berupa amanah dari Tuhan. Karena itu, persiapan mental yang matang menjadi harga mati. Seperti yang disinggung oleh dr. Riyan “Hal ini tentu perlu persiapan mental yang matang. Ada beberapa gangguan mental yang dapat memberikan dampak buruk pada ibu. Gangguan mental khususnya depresi dan ansietas, pada wanita hamil s/d 1 tahun setelah melahirkan, menimbulkan masalah serius karena berdampak pada perkembangan bayi, menyusui, status nutrisi bayi, dan pertumbuhan anak.”
Baca juga: The Biggest Problem of Working Mom with Baby
Di antara mommies ada yang sudah pernah ikut prakonsepsi ini, dan barangkali mau berbagi pengalaman? Boleh, lho, silakan cerita di kolom comment :)
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS