banner-detik
PARENTING & KIDS

Penyebab dan Cara Mencegah Anak Ikut Tawuran Pelajar

author

Fannya Gita Alamanda18 Feb 2024

Penyebab dan Cara Mencegah Anak Ikut Tawuran Pelajar

Tawuran pelajar memiliki konsekuensi yang amat besar. Orang tua dan masyarakat punya andil dan dapat berperan aktif untuk mencegahnya.

Kekerasan remaja adalah penggunaan kekerasan atau kekuasaan fisik yang disengaja untuk mengancam atau menyakiti orang lain yang dilakukan oleh anak dan remaja berusia 10-19 tahun. Dengan jumlah tindak kejahatan tertinggi terjadi pada usia 15-19 tahun. Hal ini mencakup perkelahian, intimidasi, ancaman dengan senjata, dan kekerasan terkait geng. Seorang anak dapat terlibat dalam tawuran baik sebagai korban, pelaku, atau saksi.

Mulanya mungkin sekadar kenakalan remaja, namun karena diabaikan, perlahan kenakalan mereka beralih menjadi tindak pidana. Tawuran dengan berbagai tingkat kekerasan, premanisme, kekerasan seksual, bahkan pembunuhan dengan korban seumuran. Semakin tahun tawuran remaja bukannya berkurang, tapi bertambah. Sedihnya lagi, anak-anak usia sekolah dasar pun sekarang mulai ikut-ikutan.

Penyebab Anak Terlibat Tawuran Pelajar

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2020, setiap tahunnya terjadi 200 ribu kasus pembunuhan di kalangan remaja dan dewasa usia 12-29 tahun. Sebanyak 84 persen kasus melibatkan laki-laki muda. WHO menyatakan bahwa kekerasan di kalangan generasi muda telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global, seperti kekerasan fisik, perundungan, kekerasan seksual hingga pembunuhan. Kejahatan remaja secara global lebih sering terjadi di wilayah perkotaan.

BACA JUGA: Orang Tua Wajib Tahu, 12 Kesalahan yang Bikin Anak Susah Sukses dan Harus Dihindari

  1. Mario Coccia peneliti dari Arizona State University, Center for Social Dynamics and Complexity meneliti tingkat kejahatan di negara maju dan berkembang antara tahun 1990-2000. Penelitian ini berfokus pada pembunuhan di 40 negara dan perampokan di 33 negara. Ia menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang (hal ini berkaitan dengan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik), mencegah orang tersebut melakukan tindakan kriminal. Terutama yang berkaitan dengan kepemilikan, pencurian, perampokan, dan pembunuhan. Laki-laki muda lebih rentan terhadap kekerasan dibandingkan masyarakat lainnya.
  2. Remaja yang berasal dari orang tua tunggal dan miskin berpotensi untuk terlibat dalam tindak pidana. Orang tua tunggal dapat diartikan sebagai orang tua yang bercerai atau orang tua yang masih bersama, namun fungsi keluarga tidak berjalan dengan baik.
  3. Anak yang berada dalam lingkungan dengan kondisi rumah tangga yang kacau. Ini akan berdampak pada anak berupa perasaan tidak aman, tidak terlindungi, serta kurangnya perhatian dan kasih sayang. Semua komponen tersebut akan memicu anak rentan terhadap pergaulan yang tidak sehat di lingkungannya.
  4. Faktor internal yaitu krisis identitas. Remaja yang tidak bisa belajar dan membedakan perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima akan terseret ke dalam perilaku negatif dari teman sebaya yang buruk.
  5. Keinginan untuk diterima. Remaja sangat dipengaruhi oleh teman sebayanya. Mereka ingin menyesuaikan diri dan mungkin mencoba meniru gaya hidup teman-temannya. Tekanan menjalani gaya hidup yang mereka kagumi dapat menimbulkan pemberontakan karena mereka ogahmendengarkan orang tua. Mereka menghadapi tekanan untuk melakukan apa yang dilakukan semua orang dan bahkan mungkin berisiko kehilangan kepribadian Mereka mungkin melupakan minatnya sendiri saat mencoba menyesuaikan diri dengan gaya hidup orang lain.
  6. Mencari perhatian. Remaja suka jika orang memperhatikan tindakan, gaya hidup, atau penampilannya dan akan melakukan apa saja untuk mendapatkan perhatian orang lain. Remaja yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya mungkin mulai mencari perhatian dan hiburan dari orang yang salah. Orang-orang ini mungkin mengarahkan mereka ke jalan yang salah, menyebabkan mereka berperilaku buruk.
  7. Perubahan hormonal. Remaja mengalami perubahan fisik selama masa remaja. Hal ini dapat mengakibatkan pengambilan keputusan yang terburu-buru dan perilaku impulsif. Walaupun hormon-hormon yang membadai ini tidak bisa dijadikan satu-satunya penyebab perilaku buruk remaja, hormon-hormon tersebut memang berperan besar juga.

Foto: stockking on Freepik

Cara Mencegah Anak Ikut Tawuran Pelajar

Kekerasan dan tawuran remaja merupakan masalah serius dalam masyarakat. Merugikan dan dampaknya bisa berkepanjangan terhadap kesehatan dan kesejahteraan. Kabar baiknya adalah kekerasan sesungguhnyadapat dicegah. Kita semua, orang tua dan masyarakat dapat membantu generasi muda tumbuh tanpa kekerasan.

Upaya pencegahan terbaik tentu saja harus dimulai dari dalam rumah, keluarga. Anak-anak yang ikut tawuran tidak serta merta melakukan itu. Ada pemicu dan penyebab. Kita bisa kok melindungi generasi muda dan mendukung pertumbuhan mereka menjadi orang dewasa yang sehat.

BACA JUGA: 8 Cara Jitu Mengajak Anak ke Psikolog Tanpa Rasa Takut

Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan risiko remaja mengalami atau melakukan kekerasan seperti tawuran. Untuk mencegah anak-anak kita melakukan kekerasan dengan ikut tawuran, kita harus memahami dan mengatasi faktor-faktor yang membuat anak berisiko melakukan tawuran dan melindungi mereka dari kekerasan. Simak saran dari Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S. Psi, Psikolog Klinis Anak dan Remaja:

  1. Ini kerja bareng dari semua pihak yang terlibat termasuk sekolah, lingkungan sekitar sekolah, selain orang tua. Lebih jauh lagi juga melibatkan pemerintah seperti kemendikbud dan pemerintah kota.
  2. Anak ikut tawuran antara lain karena ingin punya eksistensi diri. Ketika ini tidak atau sulit tercapai dari bidang yang ditawarkan sekolah atau lingkungannya maka anak mencari jalan yang mudah dan terlihat keren menurut mereka. Jadi perlu adanya penerimaan, memberi kesempatan, serta wadah bagi anak dan remaja untuk mengembangkan diri dan mendapatkan eksistensi diri mereka di situ. Selama ini, orang tua masih terpaku dan hanya menekankan pencapaian akademis
  3. Orang tua cenderung menilai remaja atas apa yang mereka lakukan tanpa mengetahui apa permasalahan yang melatarbelakanginya. Berperilaku seperti itu tidak adil bagi anak-anak. Jadi, sebelum menghakimi anak yang nakal, tanyakan baik-baik apa yang sebenarnya terjadi.
  4. Cari cara untuk meredam amarah. Karena perubahan hormon, remaja cenderung cepat marah. Oleh karena itu, salah satu tugas orang tua adalah mengetahui cara meredakan amarah pada anak. Banyak hal yang bisa dilakukan, misalnya membiasakan mereka mendengarkan musik, menulis, atau bermain games (tapi jangan games bertema kekerasan ya Mommies).

 Konsekuensi Anak Ikut Tawuran

Kekerasan dan tawuran dapat menimbulkan dampak yang serius dan bertahan lama terhadap kesehatan fisik, mental, dan sosial remaja. Hal ini dapat mencakup tindakan kekerasan di masa depan, merokok, penggunaan narkoba, obesitas, perilaku seksual berisiko tinggi, depresi, kesulitan akademis, putus sekolah, dan bunuh diri.Kekerasan juga dapat membahayakan perkembangan dan berkontribusi pada gangguan pengambilan keputusan, tantangan pembelajaran, hilangnya koneksi dengan teman sebaya dan orang dewasa, dan kesulitan menghadapi stres.

Bagi kehidupan bermasyarakat, kekerasan meningkatkan biaya layanan kesehatan, menurunkan nilai properti, berdampak negatif terhadap kehadiran anak di sekolah, dan tentu saja menjadi public enemy. Konsekuensi lainnya, mengatasi dampak kekerasan dan tawuran dalam jangka pendek dan jangka panjang akan membebani sumber daya masyarakat dan membatasi sumber daya yang seharusnya dapat digunakan oleh negara dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya.

BACA JUGA: Tips Parenting dari dr Aisah Dahlan, Pola Asuh untuk Tiap Anak Berbeda

Cover: master1305 on Freepik

Share Article

author

Fannya Gita Alamanda

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan