Ternyata EQ rendah alias kecerdasan emosi rendah pada anak bisa memengaruhi kualitas hidupnya di masa depan. Ini 6 cara mengatasinya.
Kecerdasan seseorang nyatanya nggak hanya berkisar pada IQ atau Intelligence Quotient saja, tapi juga EQ alias Emotional Quotient. Kecerdasan dalam berpikir, mengingat, memahami, mengevaluasi, mengolah, menguasai lingkungan, dan bertindak secara terarah memang penting. Tapi, tanpa kecerdasan emosi seperti kesadaran diri, kontrol diri, kemampuan bersosialisasi, kemampuan berempati, sehingga motivasi, maka IQ tinggi tiadalah arti. Demikian analisa Daniel Goleman, penulis buku berjudul “Emotional Intelligence – Why it can matter more than IQ”.
Lalu bagaimana orangtua bisa tahu jika sang anak memiliki kecerdasan emosi yang rendah?
Kecerdasan emosional merupakan aspek penting dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi, dan khususnya penting bagi anak-anak saat mereka tumbuh dewasa. Mengembangkan kecerdasan emosional dapat membantu anak-anak membangun hubungan yang kuat, mengelola emosi, dan menjalani kehidupan yang memuaskan.
Sebagai orang tua, penting untuk mencontohkan kecerdasan emosional dalam perilaku kita sendiri. Anak-anak sering kali belajar dengan mengamati orang dewasa dalam kehidupan mereka, jadi penting untuk menunjukkan empati, memahami dan mengelola emosi masing-masing.
Berikan contoh pada anak untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang sehat. Misalnya, ketika anak Anda sedang kesal, alih-alih marah, tarik napas dalam-dalam, dengarkan dia, dan tunjukkan empati. “Oke, mama mengerti kamu merasa kesal, tapi bolehkah kamu kasihtahu mama apa yang terjadi?”
Ajari anak untuk mengekspresikan perasaan dan emosinya dengan cara yang sehat. Hal ini termasuk mengenalkan kata-kata untuk menggambarkan apa yang mereka rasakan, dan mengajari mereka untuk mengomunikasikan perasaan mereka secara efektif.
Misalnya, saat anak mengungkapkan perasaannya, akui perasaannya dan berikan kata-kata untuk menggambarkan perasaannya. “Kamu terdengar sangat senang/sedih/marah, boleh nggak kamu cerita alasannya?”
Baca juga: 10 Permainan Efektif Meregulasi Emosi Anak
Empati adalah kemampuan untuk memahami dan berbagi perasaan orang lain. Ajari anak untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami perspektif mereka. Ini akan membantu mereka membangun hubungan yang kuat dengan orang lain.
Misalnya saja, nih, ketika ia sedang bermain dengan temannya dan salah satu dari mereka sedang kesal, dorong anak untuk bertanya ada apa dan cobalah memahami sudut pandangnya. “Mama lihat temanmu sedang kesal, menurutmu kenapa dia merasa seperti itu?”
Minta anak untuk lebih sering mendengarkan orang lain ketika mereka berbicara, tanpa menyela. Hal ini membantu mereka memahami sudut pandang orang lain dan membangun hubungan yang kuat.
Contohnya saja ketika anak sedang berbicara, lakukan kontak mata, anggukan kepala, dan ajukan pertanyaan lanjutan. “Itu menarik, coba kamu ceritakan lebih banyak tentang itu?”
Keterampilan memecahkan masalah ternyata salah satu komponen kunci dari kecerdasan emosional. Membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menemukan solusi kreatif terhadap masalah akan membuat mereka lebih tangguh dan lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.
Mommies bisa mendorong anak untuk berpikir di luar kebiasaan dan memberikan solusi kreatif, bukan hanya mengikuti instruksi. Hal ini dapat mencakup aktivitas seperti bertukar pikiran tentang tantangan dan menemukan solusi, memainkan permainan pemecahan masalah, dan skenario bermain peran yang memerlukan pemecahan masalah. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri anak terhadap kemampuannya sendiri, serta kecerdasan emosionalnya.
Baca juga: 4 Kebiasaan Orangtua yang Bisa Mematikan Emosi Anak
Bagian penting alias krusial dalam membantu anak mengembangkan kecerdasan emosional adalah mengajarkan mereka memahami dan mengendalikan emosi. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan menghindari label negatif.
Label negatif tidak hanya dapat merusak kesehatan emosi anak tetapi juga dapat menjadi kontra-produktif. Memberi label pada anak sebagai “si malas” atau “si bodoh” dapat menimbulkan perasaan malu dan tidak mampu, yang sebenarnya dapat mempersulit anak Anda untuk belajar.
Sebaliknya, fokuslah pada perilakunya dan bantu anak belajar mengekspresikan emosinya dengan lebih baik. Bantu mereka memahami mengapa mereka merasakan hal tersebut, dan bagaimana mereka dapat mengendalikan emosi dengan cara yang sehat.
Cover: Envato