banner-detik
SELF

Kontrasepsi, Benarkah Untuk Melegalkan Seks Bebas?

author

Ficky Yusrini26 Sep 2022

Kontrasepsi, Benarkah Untuk Melegalkan Seks Bebas?

Kontrasepsi masih dianggap sebagai cara melegalkan seks bebas. Padahal, pengetahuan dan akses terhadap kontrasepsi adalah kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan reproduksi perempuan.

Saat ini, kita bisa dengan mudah menemukan alat kontrasepsi di mini market, apotek, maupun marketplace. Harganya pun bervariasi, dari yang sangat terjangkau sampai versi premium dan impor. Satu hal yang bisa dikatakan melegakan. Akan tetapi, edukasinya sendiri sebetulnya masih belum meluas. Belum dibicarakan secara terbuka, terutama di kalangan remaja.

Jika merujuk data, prevalensi kehamilan tidak diinginkan di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Good Mention Institute, angka kehamilan yang tidak diinginkan di Indonesia antara tahun 2015 hingga 2019 yakni sebanyak 40 persen. Sejak pandemi 2020, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan, terjadi penurunan penggunaan kontrasepsi di masyarakat. Hal ini berdampak pada 420 ribu kehamilan tidak direncanakan. Padahal, manfaatnya, tidak hanya untuk merencanakan jarak kelahiran dan menghindari kejadian kehamilan tak diinginkan saja.

Kontrasepsi terkait dengan kesehatan reproduksi perempuan, perlindungan terhadap penularan penyakit menular seksual, HIV, komplikasi, aborsi, mengurangi angka kematian ibu dan anak, serta meningkatkan kualitas hidup (kesejahteraan) individu dan keluarga.

Baca juga: 6 Mitos Tentang Kontrasepsi yang Salah Kaprah

Mari buka-bukaan dan bandingkan dengan riset, dua alasan utama yang membuat masyarakat kita enggan menggunakan kontrasepsi.

Photo by CDC on Unsplash

Mendorong seks bebas pada remaja

Ada konsensus umum bahwa proporsi remaja yang terlibat dalam perilaku yang menempatkan mereka pada risiko kehamilan, HIV, penyakit menular seksual angkanya cukup tinggi. Data di Amerika Serikat, setiap tahun, sekitar 1 juta gadis berusia antara 15-19 yang aktif secara seksual dalam kelompok usia ini menjadi hamil; sebagian besar kehamilan ini tidak direncanakan. Risiko tertular penyakit menular seksual lebih tinggi di kalangan remaja daripada di kalangan orang dewasa.

Sebuah penelitian membantah asumsi ini. Seperti dikutip dari Majalah Time, “Tidak ada bukti yang mendukung gagasan bahwa kontrasepsi mendorong aktivitas seksual,” kata Dr. Jeffrey Peipert, ketua Departemen Kebidanan dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indiana, yang telah mempelajari efek kontrasepsi. Ia menambahkan, “Ini adalah mitos yang merugikan kesehatan masyarakat. Saya berpendapat bahwa tidak memberikan kontrasepsi jelas meningkatkan perilaku pengambilan risiko.”

Pada tahun 2014, Jeffrey dan rekan-rekannya di Universitas Washington meneliti 9256 perempuan dan gadis remaja di wilayah St. Louis. Mereka diberikan metode kontrasepsi pilihan mereka secara gratis dan diberi tahu tentang manfaat kontrasepsi, seperti kondom, pil KB, suntik, IUD, dan implan. Hasilnya? Tingkat kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi turun secara signifikan di antara responden dalam penelitian ini.

Mendorong perilaku seksual berisiko

Seperti, melegalkan ‘jajan’ dan berhubungan seks dengan banyak pasangan. Hal ini tidak hanya terkait dengan risiko kehamilan, tapi juga penyakit menular seksual. Masih ada anggapan semacam ini. Masih dari penelitian yang sama, menurut direktur penelitian, Gina Secura, perubahannya pasti akan kentara jika perilaku seksual berubah setelah mendapatkan akses kontrasepsi.

Responden perempuan yang diteliti berusia antara 14 hingga 45 tahun. Responden disurvei tentang perilaku seksual mereka selama 6-12 bulan setelah menerima alat kontrasepsi. Setiap kali, mereka ditanya tentang frekuensi hubungan seksual mereka dan jumlah pasangan dalam 30 hari sebelumnya. Sekitar 7.750 wanita (85 persen) mengisi survei. Pada awal penelitian, 5,2% melaporkan lebih dari satu pasangan seksual laki-laki dibandingkan, lalu setelah enam bulan turun menjadi 3,5% dan turun lagi ke 3,3% pada 12 bulan. Sebagian besar responden (70 persen) melaporkan tidak ada perubahan jumlah pasangan seksual pada 6 bulan dan 12 bulan.

Dari penelitian ini, Jeffrey pun berani menyimpulkan, “Meningkatkan akses ke kontrasepsi gratis tidak berarti mendorong perilaku seksual yang lebih berisiko. Bukan kontrasepsi yang mendorong perilaku seksual mereka.”

Share Article

author

Ficky Yusrini

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan