Atas dasar penasaran dan ingin coba-coba, nggak jarang anak remaja jadi melakukan perilaku berbahaya yang bikin geleng kepala. Nomor enam paling ngeri.
Pada dasarnya, dorongan untuk coba-coba pada diri anak remaja itu adalah hal lumrah. Itu adalah bagian dari perkembangan mereka yang menginginkan pengalaman baru, ingin eksplor sekelilingnya, mengetes kemampuan dan batasannya sendiri dan batasan yang ditetapkan orang tua atau lingkungan.
Bagi kita, ini bikin geleng kepala, namun bagi mereka, ini adrenalin rush. Mereka menikmati sensasi, risiko dan petulangan seru di masa remajanya. Ini juga sebetulnya tanda bahwa mereka lebih siap untuk menerima tanggung jawab dan layaknya dewasa muda yang mandiri.
Sayangnya, semua itu belum dibarengi dengan kemampuan menghitung risiko yang matang. Kembali lagi, itu karena otak yang bisa mengatur perencanaan dan dorongan impuls belum matang di usia remaja. Akibatnya, mereka sering mengambil keputusan dengan cepat tanpa pertimbangan, yang bisa mengarah kepada perilaku berbahaya.
Bolos sekolah
Biasanya ini hal paling pertama yang anak remaja ingin coba-coba lakukan: melanggar aturan! Dimulai dari iseng bolos sekolah. Mereka tahu banget ini nggak benar. Tapi, nyatanya tetap dilakukan. Alasannya macam-macam: malas, lupa mengerjakan PR dan tak siap diberi konsekuensi, nggak suka dengan teman atau guru tertentu, jenuh belajar dan ingin break, atau memang ingin nongkrong saja dengan teman-teman. Alasan terakhir ini yang patut kita perhatikan. Ketika mereka bolos lalu nongkrong dengan teman-teman, mereka melakukan kegiatan apa?
Mencoba penampilan anti mainstream
Rambut diwarnai, potongan rambut ala punk, mulai mengenakan mini dress, hot pants, tank atau cropped top bagi remaja perempuan. Mulai ada dorongan untuk tampil keren atau seksi. Mungkin ini nggak terlalu berbahaya atau merugikan diri sendiri atau orang lain, ya. Namun, seringkali ini dianggap melanggar tata krama jika anak berpenampilan “nyeleneh” nggak pada tempatnya.
Nekat mengemudi walau belum punya SIM
Belum 17 tahun, dan belum dapat lampu hijau dari orang tua untuk menyetir kendaraan, lalu pinjam punya teman. Bahayanya, jika belum paham betul prinsip berkendara dan rambu-rambu lalu lintas. Meleng sedikit, bisa berisiko mengalami kecelakaan atau mencelakai orang lain. Duh, jangan sampe, ya!
Berkelahi
Sebagian remaja mulai berani mempertahankan pendapatnya atau membela diri ketika ada teman yang mengganggunya. Sebetulnya, alasannya nggak salah. Menjadi berbahaya ketika anak berperilaku main hakim sendiri. Bukan hanya bisa melukai teman, tapi sebaliknya, anak pun bisa terluka. Orang tua wajib mengajari anak untuk mengutarakan keberatan atau penolakan tanpa kekerasan.
Merokok dan mengonsumsi alkohol
Rasa penasaran anak tentang bagaimana nikmatnya merokok sulit dibendung jika dia dikelilingi oleh lingkungan sekitar yang juga perokok. Teman adalah pihak yang paling utama bisa memengaruhi anak untuk mencoba merokok. Ketika sudah kena pengaruh teman, akan lebih sulit untuk dihentikan. Rokok juga bisa jadi awal mula anak mencoba alkohol dan obat-obatan terlarang. Jadi, sebelum kecolongan dikenalkan rokok oleh temannya, orang wajib lebih dulu mengenalkan bahaya rokok kepada anak.
Baca juga: Anak dan Narkoba: Menjelaskan Tentang Narkoba ke Anak
Mulai melakukan aktivitas seksual
Di usia remaja, anak-anak sudah bisa merasakan adanya rangsangan seksual. Ini adalah bagian dari perkembangan fisiknya. Selain itu, mulai tumbuh rasa suka terhadap lawan jenis yang kemudian bisa berlanjut pacaran. Saat pacaran, dorongan untuk bersentuhan fisik mulai timbul. Dari berpegangan tangan, berangkulan, berciuman dan seterusnya. Kalau anak nggak memiliki bekal pengendalian diri serta pendidikan seks yang benar, maka bisa kebablasan melakukan hubungan seksual. Risiko paling berbahaya yaitu terjadi kehamilan di luar nikah atau terkena infeksi menular seksual. Kehamilan pada anak remaja bisa membahayakan kondisi fisik dan psikis anak.
Baca juga: Anak Hamil di Luar Nikah, Orang tua Perlu Lakukan 4 Hal Ini
Sebetulnya, setiap anak remaja nggak lepas dari risiko perilaku berbahaya. Sebab, kita nggak bisa lagi mengawasi anak 24/7 seperti waktu balita. Namun setidaknya kita bisa melakukan hal ini agar anak berpikir dua kali sebelum melakukan perilaku berbahaya.
Yuk, bisa, yuk, menikmati punya anak remaja tanpa elus dada.
Sumber: Raisingchildren.net.au