Yakin, sudah tahu isi hati kakek nenek yang sebenarnya saat diminta momong cucu alias mengasuh anak kita terus-menerus? Bahagia, lelah atau keduanya?
Harus diakui, menitipkan anak-anak untuk diasuh oleh orang tua sendiri (kakek/nenek) ketika bekerja, jauh lebih melegakan ketimbang harus menyerahkan anak kepada pengasuh. Apalagi jika pengasuhnya gonta-ganti.
Namun, apakah itu yang mereka mau? Coba, deh, sesekali ngobrol dengan mereka dan tanyakan:
“Kalau boleh memilih, lebih menyenangkan mana buat kakek dan nenek, rutin merawat cucu, atau bermain dengan cucu sesekali tanpa perlu dibebani tanggung jawab mengasuh?”
Walau kadang faktanya:
“Lho, memang ibuku yang pengen anakku diasuh sama dia saat aku kerja, kok. Katanya, dari pada diasuh ART.”
Memang, sih, kebanyakan, kakek nenek momong cucu atas kehendak mereka sendiri. Umumnya mereka dengan rela hati ingin membantu. Mereka ingin memastikan cucu ada di tangan yang aman saat anaknya bekerja. Alih-alih merasa direpotkan, mereka malah senang. “Ada teman main,” begitu alasannya.
Melansir laman Unair, menurut penelitian, momong cucu punya dampak positif dan negatifnya sendiri bagi lansia. Pengasuhan cucu pada lansia berdampak positif pada aspek fisik, psikis, sosial, dan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan, mereka merasa bahagia saat momong cucu. Ini karena kakek nenek sayang kepada cucunya, bahkan terkadang sayangnya melebih ke anak sendiri.
Namun, di samping rasa bahagia, ada kalanya mereka merasa lelah, kesal dan marah saat momong cucu. Yaaa, wajar, sih, kita aja sebagai orang tua anak kita, mumet kalau anak-anak lagi berulah, hehehe. Pada akhirnya, pengasuhan cucu ini bisa juga menjadi beban bagi kakek nenek.
Seperti yang dialami seorang nenek 50 tahun yang dilansir dari laman Bored Panda. Nenek yang nggak diketahui namanya ini curhat di situs Reddit atas dilemanya mengasuh cucu dari anak perempuannya. Pendeknya, ia merasa kelelahan mengasuh cucu balitanya di setiap weekend dan nggak mau melakukannya lagi. Tapi di sisi lain ia juga merasa bersalah dan mendapat tekanan dari keluarganya, karena dianggap membantu anak untuk momong cucu itu sudah sewajarnya dilakukan kakek nenek.
Jika disimpulkan, kira-kira ini alasan kakek nenek keberatan untuk momong cucu terus menerus.
Tenaga mereka nggak seprima dulu lagi
Mereka kelelahan mengejar-ngejar balita atau menghadapi tingkah polah mereka yang kadang bikin pening kepala. Energi mereka nggak sebanyak saat mereka jadi orang tua muda seperti dulu. Namun mereka bahagia, kok, untuk bermain-main saja dengan cucu, atau masak makanan kesukaan mereka; dengan catatan, itu bukan kewajiban setiap hari.
Sebagian dari lansia masih bekerja
Siapa bilang lansia nggak sibuk? Hihihi. Masih banyak lansia, lho, yang aktif berkegiatan. Baik itu bekerja di kantor atau mengurus usaha, aktif di komunitas atau lingkungan, berprofesi seperti dokter atau pemuka agama yang terkadang usia pensiunnya lebih lama dari pegawai kantoran, dan seterusnya. Jadi, nggak semua kakek nenek punya waktu lowong untuk momong cucu sebanyak yang kita kira, ya.
Kakek nenek juga ingin bersantai di akhir pekan
Bagi lansia yang masih aktif bekerja tadi, otomatis weekdaysnya dipakai untuk bekerja. Sama seperti kita, merekapun jadi merindukan weekend untuk bersantai. Pergi ke restoran, masak istimewa atau sekedar leyeh-leyeh di rumah. Senang nggak dikunjungi anak dan cucu? Senang dooonggg, tapi kalau diminta untuk “nyambi” momong cucu, di setiap weekend, bagi mereka itu merepotkan!
Ada kalanya, kesabaran mereka nggak setebal dulu lagi
Pernah nggak, dengar kakek atau nenek bilang:
“Duh, jangan berisik!”,
“Rumah Oma kayak kapal pecah, deh.”
“Ayo, ayo makannya jangan lama-lama, dikunyah!”
Keluhan-keluhan yang sangat manusiawi muncul saat didera keriwehan akibat momong cucu. Ingin tidur siang tenang, cucu lagi rame main. Baru aja rumah dirapikan, udah bertebaran mainan si kecil lagi. Akibatnya, nenek mengomel, deh.
Tugas kami menjadi orang tua sudah selesai
Nggak semua, sih, berpikir begini. Tapi ada, lho, kakek nenek yang nggak siap jadi orang tua lagi. Mereka anggap sudah pensiun dari tugas dan peran mengasuh anak. Mereka juga ingin terlibat aktif dalam urusan cucu, tetap dapat update cerita-cerita tentang cucu. Tapi bukan dalam porsi “orang tua” lagi, melainkan dalam porsi kakek nenek yang semestinya.
Lalu harus gimana?
Terlepas dari semua alasan ini, tentu para kakek nenek tetap sayang cucu. Itu nggak perlu diragukan. Hanya saja, nggak semua kakek dan nenek bersedia menjadi babysitter cucu-cucu mereka. Mereka ingin menikmati momen-momen melihat cucu lahir, bermain dengan mereka saat balita dan kanak-kanak, bila mungkin tetap ada saat mereka dewasa. Tapi bukan mendedikasikan diri untuk bertanggung jawab momong cucu terus-menerus.
Namun, kadangkala mereka nggak kuasa buat menolak. Nggak enak sama anak sendiri, takut dianggap egois, nggak suportif, atau merasa kok tega banget sama cucu sendiri. Tapi di sisi lain, yaaa mengasuh anak itu melelahkan. Kalau bisa memilih, mereka nggak ingin menghabiskan seluruh waktu luangnya buat jadi babysitter.
Coba, deh, supaya nggak jadi beban buat mereka, sebelum menyerahkan anak-anak kepada mereka, tanyakan dulu, benar nggak sih itu yang mereka mau? Bisa aja mereka sebenarnya nggak mau. Atau, tetap mau mengawasi cucu, dengan adanya bala bantuan seorang ART. Jadi mereka nggak selelah itu untuk turun tangan sendiri.
Sebab, biar bagaimanapun anak-anak memang tanggung jawab utama orang tuanya, kan?