Bahayanya Ketergantungan Emosional Alias Nggak Bisa Hidup Sendiri

Preteen & Teenager

RachelKaloh・16 May 2022

detail-thumb

Ketergantungan emosional atau emotional dependency, seberapa berbahayanya buat diri sendiri? Cek dulu beberapa tandanya berikut ini!

Bicara soal ketergantungan emosional atau emotional dependency, sekilas saya teringat di jaman sekolah dulu, ada beberapa dari teman perempuan saya yang sepertinya jarang banget nggak punya pacar, alias nggak bisa sendiri. Belum lama putus dari si A, tahu-tahu udah “jadian” lagi sama si B. Sementara, anak-anak perempuan lain, bisa, tuh, menjomblo bertahun-tahun. Beberapa juga mengakui bahwa memang dirinya nggak bisa lama-lama sendirian. Saya jadi penasaran, apakah ini salah satu tanda emotional dependency atau ketergantungan emosional? Sejauh mana pengaruhnya terhadap diri sendiri?

Like it said, dependent!

Alias ketergantungan, artinya, seseorang menggantungkan kebahagiaannya pada orang lain, yang paling dekat, ya, pasangannya. Sementara dari sisi psikologis, emotional dependency ini juga sama dengan codependent relationship, yang menurut psikolog Wulan Suci Mokobombang M.Psi, seperti dilansir Halodoc, sama artinya dengan istilah yang selama ini kita kenal, yaitu “bucin” alias budak cinta. 

Hal ini tentunya merupakan jenis hubungan disfungsional alias tidak sehat, karena yang satu memiliki ketergantungan yang tinggi, baik secara mental, emosional, fisik maupun spiritual pada pasangannya. Sementara, pasangannya bisa saja mengambil keuntungan dari hubungan tersebut. Lalu, apa saja ciri-cirinya seseorang mengalami ketergantungan emosional?

Loneliness is seen as a failure

Seperti yang saya singgung di awal, ketergantungan emosional ini adalah ketika seseorang memandang status single atau not in a relationship sebagai sebuah ketakutan atau kegagalan. Mereka cenderung mendefinisikan harga diri dan kebahagiaan mereka melalui sebuah hubungan, meskipun hubungan tersebut tidak berjalan sehat, sehingga ketika di ambang perpisahan menuju kesendirian, mereka akan dihantui ketakutan yang besar. 

Tidak memiliki rasa percaya diri 

Pada dasarnya, ketergantungan emosional ini terjadi karena kurangnya rasa percaya diri, dan self worth. Ketika seseorang tidak memiliki self worth yang cukup, maka mereka menganggap dirinya tidak layak hidup tanpa pasangan. 

Tidak menyadari keinginannya dan tidak paham kebutuhan diri sendiri

Ketergantungan pada orang lain ini disebabkan juga oleh ketidaksadaran akan keinginan dan kebutuhan diri sendiri. Sehingga, pikirannya cenderung lebih fokus membahagiakan orang lain, bukan dirinya. Padahal, faktanya, kan, kita tidak bisa menjamin 100% kebahagiaan orang lain. Sementara, buat orang dengan ketergantungan emosional pada pasangannya, ialah penentu kebahagiaan orang lain, dan sebaliknya, pasangannyalah yang menjadi penentu kebahagiannya. 

Baca juga: Katakan 7 Hal Ini Jika Mommies Ingin Anak Tumbuh Menjadi Pribadi yang Kuat dan Berdaya

Overprotective, cemburu berlebihan, manipulatif

Ketergantungan emosi ini bisa membuat seseorang menjadi sangat protektif terhadap pasangannya. Mereka punya kecenderungan untuk menjadi pengontrol, cemburuan, bahkan manipulatif dan bisa berbahaya dalam keadaan tertentu. Jaman muda dulu, ada banget, lho, pasangan yang suka mengancam pacarnya dengan cara menyayat-nyayat perngelangan tangan pakai cutter, sounds familiar?

Really cares of what people said

Selain dengan pasangan, orang yang memiliki social emotional dependency biasanya sangat bergantung pada opini orang lain. Nggak bisa, tuh, dia tutup mata, tutup telinga dengan komentar orang di sekitarnya. Tentu hal ini akan sangat berbahaya buat keberadaannya di tengah lingkungan kerja, social media, bahkan di tengah keluarga. Karena setiap omongan yang ia dengar akan menambah pressure dalam kehidupannya. Bukan hanya peduli dengan pendapat orang lain, tapi nilai diri serta kebahagiannya bergantung pada apa yang orang lain bilang. Outside approval matters! 

Baca juga: Belajar dari Taylor Swift dan Kim Seon Ho, Ini Pesan untuk Anak Saat Putus Cinta

Menanamkan self worth pada anak, bisa cegah emotional dependency

Baik anak laki-laki maupun perempuan, penting untuk kita sebagai orangtua menanamkan self worth. Nggak harus menjadi alpha female atau alpha male, tetapi setidaknya anak harus paham kebutuhan emosinya. Tidak apa punya pacar, tapi jangan lalu kehilangan kemandiriannya. Tidak apa diantar jemput setiap hari, tapi harus punya keberanian naik transportasi umum sendiri, ketika tidak ada yang mengantar.