banner-detik
PARENTING & KIDS

Jadilah Orang tua yang Dulu Kita Butuhkan di Saat Kita Masih Remaja

author

fiaindriokusumo31 Aug 2021

Jadilah Orang tua yang Dulu Kita Butuhkan di Saat Kita Masih Remaja

Pengalaman menjadi seorang anak membuat kita seharusnya bisa menjadi orang tua yang lebih baik untuk anak-anak kita.

Menjadi orang tua hampir selama 15 tahun, menjalani rasanya menjadi orang tua mulai dari:

  • Bayi baru lahir yang jam tidurnya terbolak-balik, hanya tidur, nyusu, mandi, nangis, ketawa,
  • Kemudian beralih menjadi orang tua dari anak-anak balita yang mulai belajar jalan, banyak tanya, posesif, maunya nempeeeeeeel terus,
  • Berlanjut melepas anak memasuki usia sekolah dasar, berkaca-kaca melihat mereka pertama kali mengenakan seragam SD, mencoba memberi tanggung jawab lebih,
  • Dan hingga di titik hari ini: menjadi orang tua dari anak pra remaja dan remaja yang hobi berdebat, memiliki keinginan sendiri, berani menyampaikan pendapatnya, membuat saya bisa bilang: Menjadi orang tua itu CAPEK! Hahahahaha.
  • Tapi, itu risiko kan ketika kita memutuskan untuk menghadirkan mahluk lain dalam hidup kita bersama pasangan. Ibarat Chef yang harus pandai meracik serta menakar aneka bumbu agar masakannya sedap, menjadi orang tua juga sama. Harus pandai menakar emosi agar membentuk hubungan yang sehat dengan anak.

    Setiap kali urat sabar mau putus ketika menghadapi anak-anak, atau bingung mau bereaksi apa ketika melihat anak berbuat sesuatu atau mendengar anak mengatakan sebuah kalimat yang nggak nyaman kita dengar, saya sering mengingat-ingat ke masa saya dulu menjadi seorang anak, untuk bertanya di dalam hati:

    Saat dulu saya se-usia anak-anak ini, melakukan hal ini, menghadapi situasi ini, apa yang dulu saya harapkan dari orang tua saya? Tindakan apa yang saya inginkan untuk dilakukan oleh orang tua saya? Kata-kata apa yang ingin saya dengar dari mereka?

    Dan pertanyaan-pertanyaan itu semua pada akhirnya membantu saya menjadi orang tua yang dibutuhkan oleh anak-anak.

    Bukan berarti saya jadi menjadi "lemah" karena tidak ingin anak mengalami hal-hal kurang menyenangkan yang saya alami dulu akibat dari kesalahan orang tua saya. Tapi, saya jadi bisa menakar untuk setiap kejadian tidak menyenangkan yang dilakukan atau dialami oleh anak-anak saya, seperti apa emosi dan tindakan yang tepat untuk saya lakukan.

    Oh, kalau masalahnya ini sepertinya saya harus menahan marah, tapi perbanyak dialog.

    Hmmm, kalau ini saya harus marah banget karena ini sudah keterlaluan dan melanggar prinsip.

    Kayaknya ini anak-anak harus tahu kalau mamanya kecewa walau saya tidak berkata-kata keras atau kencang.

    Dan seterusnya...... selamat datang ke dalam permainan atur-atur emosi, hahaha.

    Sering berhasil namun tak jarang saya juga gagal dan berakhir dengan pertengkaran antara saya dengan anak-anak. Nggak kenapa-kenapa juga. Namanya juga sebuah hubungan, pasti ada manis pahitnya kan, bahkan untuk hubungan dengan darah daging sendiri. Tinggal bagaimana kita segera menyadari saat salah dan cara memperbaikinya.

    Kita semua memang tidak ada pengalaman menjadi orang tua. Tapi kita semua punya pengalaman menjadi seorang anak, bukan? :).

    Kita tahu, bagaimana rasanya menjadi anak yang dihargai atau diremehkan oleh orang tua.

    Kita tahu, bagaimana rasanya menjadi anak yang dibanggakan atau sering dianggap sebagai anak yang memalukan.

    Kita tahu, bagaimana rasanya menjadi anak yang dibesarkan dengan dukungan serta cinta atau dibesarkan dengan cacian dan kata-kata makian.

    Kita tahu, bagaimana rasanya menjadi anak yang kerap dbanding-bandingkan atau menjadi anak yang diterima dengan segala kekurangan dan kelebihan kita.

    Kita tahu, pola asuh orang tua yang membuat hidup kita bahagai atau sebaliknya meninggalkan trauma masa lalu yang sulit untuk disembuhkan.

    Maka sekarang pertanyaannya,

    Mau menjadi orang tua yang seperti apakah kita?

    Mau anak-anak kita merasakan hidup yang bagaimana?

    Semua kembali ke kita. Apakah kita akan mengulangi semua hal tidak menyenangkan yang kita alami dulu padahal anak-anak kita tidak salah apa-apa, atau sebaliknya?

    Baca juga: 4 Kesalahan Orang tua yang Sulit Dimaafkan Hingga Anak Dewasa

    Photo by engin akyurt on Unsplash

    Share Article

    author

    fiaindriokusumo

    Biasa dipanggil Fia, ibu dari dua anak ini sudah merasakan serunya berada di dunia media sejak tahun 2002. "Memiliki anak membuat saya menjadj pribadi yang jauh lebih baik, karena saya tahu bahwa sekarang ada dua mahluk mungil yang akan selalu menjiplak segala perilaku saya," demikian komentarnya mengenai serunya sebagai ibu.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan