4 Cara Menghindarkan Anak dari Toxic Positivity

Etc

Rahmasari Muhammad・18 Mar 2021

detail-thumb

Jangan membiasakan anak hanya boleh merasakan perasaan yang positif saja, karena ini membuatnya terjebak dalam toxic positivity. Bagaimana agar anak tidak mengalaminya?

Kita semua pasti sudah paham ya tentang toxic positivity, yang sekilas terkesan baik, tapi ternyata bisa berbahaya bahkan dapat mengganggu kesehatan mental. Untuk yang belum terlalu ngeh tentang toxic positivity, ini adalah keyakinan bahwa seberat apapun masalah atau situasi yang kita hadapi, kita HARUS SELALU berpikiran positif, atau ketika kita terus menyuruh anak yang sedang menghadapi masalah untuk melihat sisi baik dari masalah itu tanpa pertimbangan pengalaman yang dirasakan, tanpa memberi kesempatan anak untuk merasakan dan mencurahkan perasaan yang sebenarnya. Dan, ini berbahaya.

Kenapa? Karena akhirnya bisa mengganggu kesehatan mental si anak, dia akan sibuk melarikan diri dari masalah, menutupi perasaan yang sebenarnya karena mau terlihat semua baik-baik saja, tapi sebenarnya si kecil merasa stress dan penuh tekanan.

Baca juga: Toxic Positivity, Ketika yang Positif Tak Selamanya Baik

Nah, bagaimana supaya kita bisa menghindarkan anak dari toxic positivity? Di bawah ini adalah beberapa cara yang bisa dicoba ..

1. Kenalkan jenis emosi yang berbeda-beda

Hal pertama adalah kenalkan anak pada jenis emosi yang berbeda-beda. Bahwa wajar jika ia mengalami perasaan sedih, takut, marah, bingung dan perasaan-perasaan lainnya selain bahagia. Kita bisa mengenalkan jenis emosi yang berbeda-beda melalui obrolan sehari-hari, menonton film tentang emosi seperti Inside Out, dan melalui buku, cerita atau dongeng. Jangan lupa untuk mengingatkan anak, it’s okay and normal to feel all the emotions or feelings, and that is not a bad or negative thing.

2. Ajarkan Cara Mengelola Emosi

Setelah anak mengenal dan dapat membedakan jenis emosi yang berbeda-beda, saatnya mengajarkan cara mengelola emosi. Misalnya, jika anak sedang sedih atau marah, daripada melempar barang, menyakiti diri sendiri atau orang lain, dia dapat memeluk mama atau papa, menarik nafas panjang, berhitung, mendengarkan musik, mencuci muka, atau menenangkan diri sejenak bersama mainan atau barang kesukaannya.

Kemampuan mengelola emosi adalah salah satu modal dasar dari kecerdasan emosional yang sangat diperlukan anak, agar terhindar dari perilaku negatif seperti menyakiti diri sendiri atau orang lain, dan juga menghindarkan anak dari stress.

Baca juga: Teknik Validasi Untuk Redakan Emosi Anak

3. Be honest with our feelings too

Don’t hesitate to be open up and be honest with your kid/s about our feelings. Misalnya cerita atau ngobrol kenapa kita merasa marah atau sedih. Mungkin awalnya agak canggung dan kadang-kadang kita khawatir mereka akan ikut sedih. But actually, it’s a good learning process for them.

Hal ini juga bisa dilakukan jika mereka melakukan kesalahan. Instead of saying “Kamu emang nakal, nggak bisa diatur”, it will be better to say “Mama sedih karena kamu tadi bohongin mama, kamu tahu ‘kan itu bukan hal yang baik”.

4. Terima, akui & hargai perasaan anak

Tanpa sadar, mungkin seringkali kita “mengecilkan” perasaan anak. Meminta mereka berhenti nangis, atau bilang mereka cengeng. Ini akan membuat anak ragu untuk jujur dan terbuka terhadap perasaannya sendiri. Let them cry & give them times to be sad or angry.

Kita bisa mendukung dan membantunya dengan membiarkan anak merasakan perasaannya, dan hargai perasaan itu. Tawarkan pelukan yang menenangkan, atau berikan waktu jika ia memerlukannya. Ingatkan bahwa setelah sudah lebih tenang, ia bisa datang dan menceritakan masalah atau perasaannya ke kita.

Dengan kita menghargai dan mengakui perasaan anak, anak pun terbiasa jujur dengan perasaannya sendiri, menerima serta menghargai perasaan orang lain dan tidak memaksa dirinya sendiri dan orang lain untuk selalu terlihat bahagia.

Tonton juga: Lima Hal yang Dibutuhkan Anak Untuk Menjadi Tangguh

Photo by Lucas Metz on Unsplash